Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Takwa dalam masa pandemi

 

Mewabahnya virus corona memang berdampak luar biasa. Banyak negara di dunia yang menjadi sangat repot karenanya. Bukan saja mengurusi perkembangan virus itu sendiri yang dapat mengakibatkan kematian bagi banyak korbanya, tapi terutama di bidang perekonomian khususnya yang berkaitan dengan masyarakat.

Virus Corona  (Covid-19) diketahui mulai mewabah di kota Wuhan di Tiongkok pada Desember 2019, dan dengan cepat menyebar ke dunia pada tahun 2020 (di Indonesia pada Maret 2020).  Sehingga menjadi momok dimanamana. Cara penularan virus ini:  Percikan air liur pengidap dari batuk dan bersin; menyentuh tangan atau wajah yang terinfeksi; menyentuh mata, hidung, dan mulut, atau memegang barang  yang terkena percikan air liur pengidap virus ini. Pencegahan: Sering cuci tangan dengan sabun, memakai masker  (apalagi bagi yang sedang batuk atau pilek), mengkonsumsi gizi yang seimbang, perbanyak makan sayur dan buah, hatihati kontak dengan hewan.

Penyebarannya merambah ke seluruh negara di dunia tidak peduli itu dunia yang sudah maju tehnologi dan ilmu medisnya atau bukan. Demikian juga untuk tingkat kematian juga merata di setiap negara yang terdampak. Para ahli masih terus meneliti serta terus merumuskan tindakan yang tepat untuk menghadapi ganasnya virus ini. Setidaknya ada empat hal yang akan terus diupayakan: menentukan masa puncak pandemi; kebijakan harus berpijak pada prioritas keselamatan manusia; penguatan data; pendekatan psikososial kepada masyarakat.

Mohon maaf, saya tak hendak membahas perihal virus karena saya bukan ahlinya, tapi mari mencermati dampaknya di masyarakat.

Pemerintah dalam usahanya untuk memutus matarantai penyebaran virus dan meluasnya wabah penyakit  di wilayah tertentu mengadakan sosial distancing atau pembatasan sosial. Hal itu berarti pemerintah ingin warganya melakukan karantina mandiri di rumah masingmasing setidaknya selama 14 hari. Di Indonesia beberapa standar sesuai yang dipakai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diterapkan pada himbauan bekerja, belajar, dan beribadah di umah. Selain pembatasan sosial juga meminta masyarakat mengurangi  interaksi sosial dengan tetap tinggal di dalam rumah maupun penggunaan transportasi publik. Pembatasan  sosial dalam hal ini jaga jarak fisik atau physical distancing.

Guno Display
Tentu saja kebijakan ini merepotkan dan menghantam dunia usaha. Karena dunia usaha ada di setiap negara serta bisa dipastikan di sektor ini yang terparah dampaknya karena berhubungan dengan kegiatan manusia, utamanya masalah penghasilan. Yang dimaksud dunia usaha di sini adalah yang menyangkut perekonomian masyarakat, masalah ketenagakerjaan, badan jaminan sosial dan Usaha Mikro Mini Menengah (UMKM). Masalah ini bisa dikatakan unik karena perusahaan tidak bisa bergerak bukan karena faktor keuangan atau kelancaran atau yang lainlain seperti produksi dan sebagainya tapi karena adanya pembatasan tadi. Di sisi lain itu jelas merembet ke arah ketiadaan pembeli. Ke arah supplier dan buyer.

Dengan adanya keadaan ini tentunya membuat banyak pihak menjadi kelimpungan. Baik pihak pengusaha maupun pekerja. Pengusaha bingung bagaimana agar tetap bisa survive, pihak pekerja menjerit karena dari segi penghasilan menjadi macet. Bisa dirasakan masalah ini serasa datang secara tibatiba, mendadak. Sehingga pandemi membuat mereka kelimpungan alias tidak siap. Tentu saja ini yang menyangkut sektor swasta. Bagi pihak pemerintah juga menjadi sangat kerepotan karena sebagai pihak pengayom (pelindung) ke dua belah pihak. Pihak pemerintah  berkempentingan agar segala sesuatunya dapat terus berjalan secara stabil, kondusif, aman, nyaman, dan lancar. Diusahakan kesejahteraan bisa terus ada di masyarakat. Untuk pegawai negeri sendiri, meskipun dari segi penghasilan relatif aman, keadaan masyarakat umum dan sekelilingnya akan ikut mempengaruhi keadaanya.

Tapi kecemasan masyarakat terus terasakan dan menggumpal bagai bola salju. Pengurangan apalagi ketiadaan penghasilan adalah merupakan ancaman yang serius. Begitu juga pihak pengusaha harus semakin giat mencari solusi dan terobosan agar terus dapat berjalan. Keduanya mempunyai pertanyaan yang sama: Bagaimana  agar bisa bertahan?

Pada kenyataanya gelombang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) terus bermunculan karena dunia usaha menjadi lesu. PHK terjadi bukan sesuatu yang diinginkan kedua belah pihak. Inginnya mereka ya kegiatan kerja (usaha) bisa terus berjalan. Hanya karena adanya keadaan Force Major (mendesak) semua masalah ini harus terjadi. Pandemi bisa digolongkan sebagai  keadaan mendesak (Force Major). Namun demikian keadaan ini diharapkan tidak mengurangi hak dan kewajiban masingmasing pihak. Meskipun harus diakui di sejumlah daerah masalah PHK rawan menimbulkan gesekan, namun banyak juga yang dapat diselesaikan secara baik dan adanya saling pemahaman.

Harus ditekankan pesan ke saudara kita para pekerja agar sebisa mungkin pengusaha jangan sampai menjual aset sehingga kalau masa pandemi ini berakhir dan perusahaan dapat berjalan lagi pihak pengusaha ketika mencari pekerja akan memakai tenaga mereka lagi, tidak mencari pekerja baru. Bagaimanapun pekerja yang pernah bekerja mempunyai nilai plus karena sudah dikenal baik oleh pengusaha. Harus diakui mencari pekerja bisa dikatakan cukup berspekulasi terkait dengan attitude, bukan skill. Pengusaha bisa terasa kebobolan ketika mempunyai pekerja yang tidak seperti yang diharapkan. Di sisi lain, bukankan para mantan pekerja tetap membutuhkan penghasilan di masa datang untuk mencukupi kebutuhan keluarga? Mari PHK kita sikapi dengan baik, tidak harus bergejolak. Hilangkan saling berprasangka yang bukanbukan. Masalah ini datang di luar kehendak kita, kewenangan kita. Harap dirembuk secara baik. Hak dan kewajiban tetap kita kedepankan, tapi tidak perlu memakai tarik urat leher. Kita lihat situasi dan kondisinya. Bagaimanapun masih ada masa depan yang harus kita hadapi dengan tenang dan sikap yang realistis. Kita berharap masa pandemi segera berlalu dan ada pembukaan lapangan kerja lagi.

Adanya kenyataan telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) memamg mau tidak mau membuat masyarakat harus memutar otak untuk mencari penghasilan. Apalagi dengan berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat masyarakat sulit bergerak. Kreatifitas dan siap banting setir harus terus digali dan dikedapankan. Kebutuhan seharihari tidak bisa menunggu. Bagi mereka yang masih punya uang lebih bisa dipakai sebagai modal. Yang tidak punya bagaimana? Atau mereka yang punya keahlian (kepintaran) masih bisa mencari jalan alternatif, yang tidak punya bagaimana? Yang mempunyai keduanya (modal dan kepintaran) masih mempunyai peluang yang terbuka. Namun untuk kedua kelompok ini bisa dipertemukan dengan menyesuaikan keadaan pandemi ini yang punya modal tadi mengkoordinir kelompok kedua untuk membuat masker sebuah kebutuhan yang dibutuhkan masa kini. Atau makanan yang merupakan keperluan hidup setiap hari. Atau kebutuhan lain yang bisa dijual setiap waktu seperti pulsa. Yang tidak ada cukup modal bisa buka bengkel, atau jasa yang lain sebagai perantara misalnya. Atau yang punya kepintaran bisa membuka jasa kantor cabang bagi perusahaan lain atau usaha lain seperti yang pernah saya tulis pada tulisan yang lalu.

Di beberapa tulisan orang lain memang ada banyak nasehat untuk membuka usaha secara online, demi menghindari kontak fisik. Namun harus diakui masyarakat masih banyak yang gagap tehnologi (gaptek) dan tidak mempunyai cukup modal. Apalagi bisnis yang ditawarkan berkelas dan harus mempunyai aset. Bukalah usaha yang tidak usah mulukmuluk dan mudah untuk dijangkau. Kita tidak sendirian, hampir seluruh masyarakat di negara lain mengalami hal yang sama. Yang bisa kita lakukan adalah berhemat sebisa mungkin dan terus berkreasi dan berinovasi. Yakinlah Tuhan masih berkenan memberi kita rejeki. Pernah melihat bintang yang paling terkecil di atas sana? Bila di sana hidup mahluk sekecil apapun (seperti virus yang tidak bisa dilihat tanpa menggunakan mikroskop), rejekinya ditanggung oleh Tuhan Yang Maha Agung. Apalagi kita manusia yang dibekali panca indra, cipta, rasa, dan karsa (perasaan), masak tidak bisa berupaya mendapatkan rejeki? Rejeki kita ditanggung tapi tidak tidak diberikan langsung. Harus dicari. Diupayakan.
Puasa Ramadhan kali ini memang sangat luar biasa. Tuhan menghendaki kita berpuasa yang sungguhsungguh, bukan berpuasa yang purapura. Tidak punya uang, bahkan mungkin tidak punya harapan. Tapi ingat. Orang yang sabar adalah kekasih Tuhan. Dan Tuhan akan memberikan apapun untuk kekasihnya. Sekarang terserah kepada anda: ingin takwa, protes, atau memberontak atas kehendaknya?





Guno feed
*****
NB: Jadilah follower blog ini. Beri komentar dan silahkan disebarkan. Selama ada ide insyaallah setiap sepekan ada tulisan baru. Untuk mempermudah mencari blog ini, simpanlah situsnya dengan cara di bookmark. Terimakasih telah mengunjungi perpustakaan kami.    






Guno Artikel

Posting Komentar untuk "Takwa dalam masa pandemi"