Transformasi usaha toko dari wakt ke waktu
40 atau 50 tahun yang lalu kita dikejutkan dengan hadirnya swalayan atau supermaket di sekitar kita. Bentuknya saat itu masih belum megah, namun kita tahu bahwa itu adalah wujud kemajuan pada saat itu yang merupakan perubahan bentuk dari sebuah toko kecil menjadi sebuah toko besar. Dari sebuah toko yang hanya menjual suatu barang yang spesifik berubah menjadi sebuah toko besar yang menjual beberapa barang. Intinya: luas toko menjadi lebih luas. Perubahannya meskipun cukup signifian tapi belum spetakuler. Masih dikata baru pelebaran sebuah toko.
Dari kejadian itu saja sudah dapat diduga bahwa pengusaha balapan mencari peluang agar dapat menambah modalnya. Peruntukannya untuk membeli tanah sebagai lahan, untuk membangun gedung sebagai toko baru, untuk membeli berbagai macam barang yang akan dijual, untuk membayar gaji para karyawan baru, sudah membayang dan menjadi kalkulasi di kepala sang pengusaha. Namun di tingkat ini pengusaha pada umumnya masih berani maju sendiri tidak mengundang teman untuk menjadi partner, merger dengan investor. Tingkat pengelolaan karyawan umumnya juga masih bersifat tradisonal, tidak terlalu njlimet. Komputer mungkin sudah ada tapi internet belum menggila.
Baru perubahan tingkat begitu saja suadah ada hal positif yang dirasakan oleh calon pembeli, di mana mereka dapat mencari atau membeli lebih dari satu barang pada toko yang sama. Dengan demikian dapat mengurangi pengeluaran antara lain: beaya transport, beaya parkir, dapat meringkas waktu, adanya diskon yang menjadi marak, dan sebagainya. Suami yang mengantar istrinya dapat melihat-lihat beberapa barang yang dijual di swalayan itu.
Masyarakat umum juga gembira karena lowongan kerja relatif banyak terbuka. Mereka juga ada kesempatan untuk melihat-lihat. Terbuka untuk mencari tambahan pendapatan dengan mengadakan bisnis kontrakan kamar sebagai tempat tidur dan membuka warung makan.
Seiring berubahnya waktu perubahan terjadi lagi karena tuntutan pasar dan jaman, yaitu dari swalayan atau supermarket menjadi mall. Seperti yang kita ketahui, mall tampil dengan lebih keren, lebih megah, lebih elegan.
Sebuah mall banyak sekali memberikan penawaran. Dari penjualan barang yang lebih komplit, penawaran membuka penyediaan tempat bagi yang ingin mengembangkan usaha, memberikan perluasan lowongan kerja, memberikan kemungkinan harga yang lebih murah untuk mendapatkan barang yang bagus, memberikan berbagai penawaran bermacam outlet dari penjualan barang, jasa, sampai makanan. Hiburan sesekali ada: pentas band, menari, atau atraksi yang lain. Bahkan bioskop juga ada.
Dampak positif ke masyarakat sekitar seperti di jamannya sewaktu ada supermarket atau swalayan, namun kini dengan kwantitas yang lebih banyak ditambah lagi serta masyarakat dapat membuka lahan untuk parkir kendaraan roda dua pengunjung, meskipun pada kenyataannya memakan jalan kampung. Warung makan menjadi aneka menu, bahkan ada yang membuka warung tukang cukur rambut pria.
Tentu saja pengelolaan perusahaan menjadi melebar dan semakin merepotkan, mulai dari cara pengelolaan karyawan sampai dengan pengeloaan gedung. Semua data juga sudah harus merambah ke arah keterkaitan dengan perangkat digital. Kompetensi atau penguasaan pekerjaan sudah merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi. Bagaimanapun juga kelebihan semacam itu dapat menjadi daya saing dan merupakan asset Perusahaan yang dapat dibanggakan. Maka tidak terlalu mengejutkan bila terdapat ada kejadian bajak membajak sumber daya manusia (karyawan) yang dianggap mempunyai kemampuan berkerja di bidang tertentu.
Dapat dimaklumi bila kemudian bertumbuhan Sekolah Akdemi Penjuruan tertentu derta Universitas Negeri atau Swasta membuka kelas bidang baru yang lebih spesifik.
Pengusaha juga banyak yang melakukan merger dengan para investor. Dengan demikian pihak bank juga semakin bergairah dalam pengadaan kredit untuk usaha.
Sebagaimana efek domino, perkembangan yang bagus di sebuah dunia usaha akan berdampak pula ke dunia usaha yang lain. Misal saja: sektor prkreditan sepeda motor, toko pakaian, dunia hiburan, dan lain sebagainya.
Kita sendiri sebagai masyarakat menjadi dimanjakan. Boleh datang hanya sekedar refreshing atau jalan-jalan alias cuci mata. Berdarmawisata meskipun dalam arti kecil-kecilan untuk membahagiakan hati itu penting. Apalagi berkunjung ke mall termasuk berbeaya sangat murah dengan menikmati berbagai ada terdapat pemandangan yang unik dan indah di mata pasti ada.
Saya sendiri menganggap mall adalah sebuah laboratorium yang besar. Dengan berada di mall saya dapat melatih insting dan wawasan saya tentang kehidupan manusia. Saya sering memperhatikan setiap orang yang berjalan di depan saya dan bertanya dalam hati: mengapa orang itu tampak bahagia, atau sedih, atau biasa saja. Apa yang sedang mereka pikirkan saat ini? Apa yang sedang mereka rencanakan? Bagaimana caranya dia membuat bahagia keluarganya? Orang yang ada disekelilingnya? Taatkah dia beribadah? Bagaimana caranya dia mengatur uang? Dan sebagainya.
Namun di jaman sekarang ini seakan segalanya berbalik 180 derajat. Di masa maraknya pandemi covid 19 telah merubah segalanya. Belum lagi seiring dengan itu, semakin menjalarnya cara online telah merubah kehidupan berbelanja berubah drastis. Sekarang berlaku bukan pembeli mencari barang, tapi barang mencari pembeli. Mitos dan etos mall menjadi berubah. Secara implisit kebudayaan hidup manusia telah berubah. Ada berbagai peraturan baru, ada berbagai konsekuensi baru. Ada berbagai hal yang masih berhubungan, ada berbagai hal yang tidak berhubungan lagi.
Dengan belanja online pembeli menjadi dimanjakan: bisa belanja sewaktu di mana saja, kapan saja, dan belanja apa saja. Banyak toko online pilihan, dan juga penawaran diskon yang menggiurkan. Ini dapat dimengerti karena bagi toko sendiri semakin banyak mempunyai stok maka harga belinya di pabrik juga semakin murah. Persis seperti kita. Bahkan kita juga diberikan kesempatan menjadi penjual bagi toko online yang ada.
Dengan hanya mencari di internet otomatis secara pisik kita tidak pergi kemana-mana sehingga dapat melakukan aktivitas yang lainnya. Perputaran uang tidak lagi secara kasat mata tapi dijalankan atau berputar secara online. Internet banking menjadi semakin marak. Orang menjadi berpola pikir menjadi praktis. Mereka tidak membutuhkan lagi ada banyak uang di tangan.
Kita tidak tahu dengan adanya kejadian semacam ini asset mall akan dikemanakan meskipun distribusi barang jualannya bisa ganti diperjualbelikan secara online. Tapi kemudian tentang gedungnya yang kadang bertingkat dan megah itu terus akan dikemanakan? Kalau pekerjanya banyak yang alih profesi, menjadi di pengangguran misalnya.
Kalaupun masalah pandemi covid 19 sudah normal lagi, pertanyaan ini masih menarik untuk terus dikaji dalam hal dampak dan solusi semacam apakah yang terjadi.
Have a nice day.
Notes: blog ini diusahakan setiap hari ada tulisan baru. Terimakasih.
Posting Komentar untuk "Transformasi usaha toko dari wakt ke waktu"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.