PARTNERSHIP ANTARA PERUSAHAAN PEKERJA
Pengusaha dan pekerja (buruh) adalah dua komponen yang ada dalam perusahaan. Tidak ada pengusaha bila tidak ada pekerja, tidak ada pekerja bila tidak ada pengusaha. Keduanya merupakan sebuah hubungan yang tidak dapat terpisahkan, saling bergantung. Namun keduanya bisa terjadi adanya perbedaan pandangan atau pendapat, dengan kata lain: Terjadi friksi. Padahal mestinya dua pihak yang tidak dapat terpisahkan seharusnya segala sesuatunya harus berdasarkan win-win solution.
Padahal keduanya mampunyai tujuan yang sama yaitu mencari nafkah. Membuat perusahaan semakin kuat dan mapan. Yang berbeda di keduanya adalah corak dan caranya. Di kepentingan yang lain, baru memungkinkan adanya timbul perbedaan. Jangan salah, meskipun keduanya saling membutuhkan, namun ketika sampai pada kreteria-kreteria tertentu (dari segi penilaian, kepuasan, dan sebagainya), maka dapat menimbulkan perbedaan pendapat tadi.
Yang terasa dan terlihat mendominasi adalah dari segi kepuasan. Dan yang paling sering mencuat kepermukaan adalah masalah pengupahan dan kesejahteraan. Ujung-ujungnya masalah yang diributkan adalah masalah regulasinya (peraturannya), dalam hal ini undang-undang dan pirantinya, seperti Peraturan Pemerintah atau Surat Edaran Menteri. Padahal berdasarkan pengalaman masalah perbedaan pendapat (tuntutan pekerja misalnya) itu suatu hal yang sudah biasa terjadi dan sudah lama ada, bahkan dapat dikatakan terjadi pada setiap tahun.
Yang terbaru dan sedang hangat adalah ditolaknya Undang-Undang Cipta Kerja (dalam arti minta direvisi) oleh Mahkamah Kontitusi (MK). Jangka waktu untuk melakukan revisi adalah selama dua tahun. Jika tidak, maka Undang-Undang yang lama dianggap berlaku kembali. Selama Undang-Undang Cipta Kerja diminta diperbaiki dalam waktu dua tahun ke depan, pemerintah juga dilarang membuat aturan turunan dan kebijakan turunan dari UU Cipta Kerja selama jangka waktu tersebut.
Dari pendapat teman ada dugaan mengapa harus dua tahun? Sebab kalau memakai waktu satu tahun itu terlalu singkat, sedang kalau selama tiga tahun itu terlalu lama. Selain itu jangka waktu dua tahun adalah masih dalam periode masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan demikian revisi tersebut masih dalam pengawalan dan pengawasan pemerintah sekarang. Sebagaimana yang kita ketahui masalah yang menyangkut Sumber Daya Manusia (SDM) adalah merupakan agenda kerja Presiden Joko Widodo di periode masa jabatannya yang kedua sebagai Presiden, sedang pembenahan infranstruktur itu merupakan agenda kerja di periode masa jabatannya yang pertama.
Di sisi lain, seperti diketahui bersama, Undang-Undang Cipta Kerja sejak awal kemunculannya mendapat penolakan dari berbagai kalangan terutama dari kaum pekerja. Setelah ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), belasan elemen masyarakat mengajukan judicial review ke MK untuk meminta Undang-Undang Cipta Kerja dicabut dan dibatalkan. Padahal Undang-Undang Cipta Kerja dimaksudkan untuk memperbaharui Undang-Undang Ketenagakerjaan yang lama demi untuk mewadahi perkembangan jaman yang semakin maju dan berubah keadaannya. Dengan demikian dapat dimungkinkan suatu saat akan terjadi perubahan suasana dimana seorang pekerja akan berubah menjadi bos karena berwirausaha mengikuti UMKM yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah.
Tentu saja keputusan MK menimbulkan berbagai tanggapan dari para ahli hukum dan dari komunitas kalangan para pengusaha dan pekerja sendiri. Dikutip dari halaman CNN Indonesia ada empat hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda dalam putusan gugatan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Mereka adalah Arief Hidayat, Anwar Usman, Manahan M.P. Sitompul, dan Daniel Yusmic P. Foekh.
Sedang dikutip dari halaman SINDONEWS.com para pakar hukum juga memberikan pendapatnya masing-masing. Hal itu disampaikan Mahfud MD saat memberi Pengantar pada Webinar Forum Guru Besar Insan Cita (FGBIC) yang dilaksanakan secara daring, Minggu (5/12/21) malam. FGBIC adalah forum kajian yang pada umumnya beranggotakan akademisi yang tergabung di dalam Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), di mana Mahfud MD merupakan Ketua Dewan Pakarnya. Hadir sebagai narasumber utama pakar hukum tata negara Prof Yusril Ihza Mahendra dengan pembahas Prof Susi Dwi Harjanti, Prof Didin S Damanhuri, Prof Nurliah Nurdin, Dr Ali Syafaat, dan dimoderatori oleh Prof Nurul Baruzah.
Menurut Mahfud MD, vonis MK terkait Undang-Undang Cipta Kerja boleh didiskusikan dengan berbagai pendapat atau teori-teori, tetapi yang berlaku adalah amar putusan MK itu sendiri. Mahfud lantas mengemukakan dalil usil fiqh yang juga berlaku dalam hukum peradilan secara universal yakni hukmul haakim yarfaul khilaaf. Putusan hakim yang inkracht itu berlaku mengikat dan menyelesaikan sengketa, terlepas dari adanya orang yang setuju atau tak setuju.
"Putusan MK menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat tapi masih berlaku selama 2 tahun atau sampai diperbaiki. Itulah yang berlaku mengikat," kata Mahfud MD yang juga Ketua Dewan Pakar DPP Korps Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA).
Menurut mantan Ketua MK itu, diskusi atau kritik teoretis atas vonis MK itu sangat diperlukan karena tiga hal. Pertama, untuk mengembangkan studi-studi hukum tata negara; Kedua, untuk memperluas pengenalan masyarakat terhadap eksistensi MK dalam ketatanegaraan di Indonesia; Ketiga, untuk memberi masukan atau kritik terhadap MK.
Mahfud MD mengingatkan bahwa teori yang paling tinggi di dalam hukum tata negara adalah teori bahwa keberlakuan hukum tata negara di suatu negara tidak harus ikut teori pakar atau yang berlaku di negara lain, melainkan ikut apa yang ditetapkan oleh negara itu sendiri sesuai dengan resultante terkait politik, ekonomi, sosial, budayanya masing-masing.
Namun, pada Senin (6/12/2021) sore, kedua kubu bertemu di Jakarta. Pimpinan dua asosiasi buruh, yaitu Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal melakukan dialog dengan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid.
Sementara itu dikutip dari halaman CNBC Indonesia ada pertemuan yang menarik di Jakarta. Dalam pertemuan itu, kedua pihak sepakat untuk membentuk kelompok kerja (pokja) untuk mendiskusikan isu-isu kesejahteraan buruh lebih mendalam.
"Minggu depan kita akan bentuk tim asistensi yang nantinya akan membentuk pokja. Jadi, ini bukan hanya mendiskusikan soal upah, tapi lebih luas lagi," ungkap Andi Gani, Ketua Kamar Dagang Indonesia (KADIN). Pokja itu akan membahas tentang kesempatan vokasi bagi pekerja, informasi lapangan kerja, upgrading skill, dan lainnya.
"Misalnya, tadi Pak Arsjad (Ketua Umum Kadin) bilang banyak lapangan kerja di Hungaria, ada vokasi yang dibutuhkan di sana. Jadi lebih luas lagi, membuka lapangan kerja di luar negara-negara yang selama ini jadi target pekerja," ujarnya.
Said Iqbal sebagai Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia melihat pertemuan antara buruh dan pengusaha menjadi titik baru dialog sosial antara keduanya. Apalagi banyak stigma bahwa baik buruh dan pengusaha tidak memiliki hubungan akur.
"Banyak pandangan kalau buruh dan pengusaha sering konflik atau saling tidak berkompromi. Hari ini hal itu terbantahkan dengan adanya diskusi ini," jelasnya.
Arsjad Rasjid mengatakan, antara pengusaha dan buruh memiliki korelasi yang kuat dan saling membutuhkan. Pengusaha membutuhkan buruh dan buruh membutuhkan pengusaha. "Itu tidak dapat dipisahkan," tegasnya. Apalagi akan dibentuk pokja yang akan mengakomodasi kesempatan bagi pekerja yang mau menjajal dunia usaha. "Karena ini banyak juga teman-teman buruh yang mau jadi wirausaha, kenapa tidak, jadi ini sekaligus upaya memperkuat UMKM," katanya.
Meski demikian, buruh tetap akan terus mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Omnibus Law di jalanan, yakni rencana aksi ribuan buruh pada Rabu (8/12/2021) di MK. Aksi itu terkait putusan MK terhadap UU Cipta Kerja yang dinilai multitafsir.
"Kami akan meminta penjelasan amar 4 dan 7 penjelasannya seperti apa penjelasan secara hukum. Bagi kami, ketika inskontitusional bersyarat, semuanya ditangguhkan. Seperti amar 7 putusan MK, artinya PP Nomor 36 soal pengupahan juga tidak boleh diberlakukan, kembali ke peraturan lama," tuturnya.
Posting Komentar untuk "PARTNERSHIP ANTARA PERUSAHAAN PEKERJA"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.