FENOMENA PARA PEKERJA SETELAH LIBURAN LEBARAN IDUL FITRI
Ini bukan sebuah kejadian yang pasti terjadi. Bukan sebuah kejadian yang baku, jadi tidak bisa digeneralisasi secara umum pasti terjadi, namun bila kejadian ini terjadi pasti akan menyibukkan bagian devisi yang bersangkutan terutama di devisi HR. Dan masalah ini dulu pernah terjadi bahkan terjadi secara bersamaan di tempat Perusahaan yang berbeda. Jumlahnya ada beberapa perusahaan.
Sebagaimana kebiasaan setelah menjalani libur beberapa hari sehubungan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri beberapa elemen devisi di perusahaan pasti disibukkan dengan kegiatan yang sebenarnya sudah rutin namun kali ini kesibukan itu menjadi sebuah kegiatan yang sangat luar biasa sekali.
Semua unsur ditata kembali. Dicek kembali. Segalanya harus dipastikan dapat kembali berjalan secara normal sebagaimana hari -hari sebelum libur Lebaran Hari Raya Idul Fitri.
Yang biasanya paling sibuk adalah devisi HR. Devisi HR harus dapat memastikan bahwa jumlah tenaga kerja termasuk yang ada di devisi kerja lain, masing-masing masih komplit tiada kurang sesuatu apapun. Dengan demikian berarti aman.
Namun dulu pernah terjadi di beberapa perusahaan yang bersifat padat karya, devisi HR menjadi pusing tujuh keliling karena pada hari pertama untuk masuk kerja banyak pekerja di bagian produksi banyak yang tidak datang, alias keluar. Meskipun ada beberapa orang yang sebelumnya sudah menyatakan pamit akan keluar pada hari pertama masuk kerja nanti, namun ternyata banyak juga yang tidak masuk kerja dan pada kenyataannya memang keluar. Artinya mereka keluar dari perusahaan tanpa pamit. Hilang tanpa jejak. Going with the wind alias minggat. Mengurus urusan di BPJS Ketenagakerjaan cukup bawa KTP.
Pertanyaannya: Mengapa mereka keluar? Jawabannya: Tentu ada yang dirasa tidak nyaman oleh mereka.
Mereka biasanya diikat oleh perusahaan dengan perjanjian waktu tertentu (PKWT). Dan parahnya itu dimaknai mereka bisa keluar dengan seenaknya utamanya setelah perayaan hari raya lebaran. Setelah menerima Tunjangan Hari Raya (THR).
Perusahaan biasanya juga tidak mau menuntut satu persatu. Percuma, hanya membuang-buang waktu saja. Paling yang dapat dilakukan bila ada teman yang bertanya kepadanya bahwa ada anak yang mantan pekerja dari perusahaannya melamar di perusahaannya Bertanya konditenya bagaimana? Dapat diduga dia akan memberikan rekomendasi yang jelek.
Seperti yang telah disebutkan tadi, para pekerja keluar tanpa pamit dikarenakan adanya perasaan tidak nyaman. Entah karena menurut cerita yang mereka dapatkan bahwa di perusahaan tersebut gajinya susah naik (kecuali dari UMK ke UMK baru tanpa adanya pembagian intensif yang lain), sering lembur (lho ada lho para pekerja kalau keseringan lembur malah tidak mau alias ditanggapi dengan perasaan malas), adanya komunikasi yang buruk (sehingga dirasakan oleh para pekerja berhadapan dengan tukang perintah), sudah begitu cara bicaranya kasar, pekerjaannya monoton begitu-begitu saja sehingga mendatangkan rasa jenuh, belum adanya pola pergantian shift malam, lokasinya jauh, dan sebagainya.
Akibatnya mereka berkasak-kusuk dengan para temannya untuk membuat kesepakatan bersama. Dan jumlahnya bisa mencapai ratusan orang. Mereka bergerak dalam diam.
Perlu diketahui biasanya mereka berasal dari daerah yang sama atau sekolah yang sama. Memang konsekuensinya adalah para generasi muda dari tempat asalnya tidak mempunyai kesempatan untuk bekerja di perusahaan itu. Sebaliknya bila dapat memberikan kesan yang baik maka akan menjadi daya tarik tim rekrutmen HR untuk merekrut calon pekerja dari tempat asal mereka.
Di sisi lain, mestinya gejala yang dirasakan tidak nyaman oleh para pekerja tadi sudah dapat dideteksi atau diperkirakan oleh devisi HR. Apalagi bila perusahaan secara nyata melakukan tindakan yang tidak normatif. Pasti hal itu bisa dirasakan oleh devisi HR. Namun apa daya, mereka justru menutup mata dan telinga.
Kehilangan pekerja dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang mendadak tentu dapat membuat kaget devisi HR. Karena perusahaan terikat kewajiban yang tertera dalam kontrak dengan para buyer. Mereka harus dapat bekerja secara on time.
Entah kalau peristiwa yang seperti itu sudah biasa terjadi di perusahaan itu tentu sudah dipikirkan solusi cara mengatasinya. Namun yang jelas bila perusahaan tersebut memang berjalan tidak bersifat normatif tentu itu akan mendapatkan cap stempel yang tidak baik di mata masyarakat.
Pengalaman adalah guru yang baik. Jangan sampai kita jatuh dalam lubang yang sama. Top manajemen harus diajak bicara. Harus diberikan pengertian. Perbaikan harus diutamakan. Tugas devisi HR harus terpanggil untuk memberikan alternatif yang baik. Yang win win solution. Untuk yang terbaik bagi kita semua.
Bila top manajemen tetap tutup mata dan telinga maka bukan tidak mungkin manajer HR sendirilah yang akan menganjukan resign secara baik-baik. Tapi esensinya sama saja: Minggat.
Have a nice day.
NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.
Iya biasanya begitu. Terima kasih responnya ya? Salam saya untuk keluarga tercinta di rumah 🙏
BalasHapus