Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

UJI COBA PROGRAM PENGURANGAN HARI KERJA DI INGGRIS

Dikutip dari CNN Indonesia, ribuan pekerja Inggris mulai uji coba kerja empat hari kerja dalam seminggu. Selama uji coba, pekerja tetap mendapatkan gaji mereka secara utuh. Uji coba yang akan berlangsung selama enam bulan ini melibatkan 3.300 pekerja dari 70 perusahaan, mulai dari penyedia jasa keuangan hingga restoran fish and chips. Selama program, pekerja menerima 100 persen dari gaji mereka untuk bekerja hanya 80 persen dari pekan biasanya. Gaji tersebut merupakan imbalan bagi mereka untuk berjanji mempertahankan produktivitas 100 persen. Dengan demikian dapat dikatakan uji coba didasarkan pada model 100 berbanding 80 berbanding100. Artinya, 100 persen pembayaran untuk 80 persen waktu kerja, sebagai imbalan atas komitmen untuk mempertahankan produktivitas 100 persen.


Selain sektor keuangan, perusahaan yang terlibat juga berasal dari sektor pendidikan, konsultasi tempat kerja, perumahan, perawatan kulit, layanan rekrutmen bangunan dan konstruksi, makanan dan minuman, dan pemasaran digital. Selama uji coba berlangsung, akan ada peneliti untuk setiap perusahaan, yang mengukur dampak pola kerja baru terhadap produktivitas dalam bisnis dan kesejahteraan pekerjanya, serta dampak terhadap lingkungan dan kesetaraan gender. Pemerintah Inggris juga mendukung ujicoba itu. Hal serupa juga akan dilakukan pada akhir tahun 2022 di Spanyol dan Skotlandia. Percobaan pola kerja baru itu juga disebut sebagai percobaan bersejarah. 


Joe O'Connor, kepala eksekutif kelompok nirlaba 4 Day Week Global mengatakan, “Seiring kita keluar dari pandemi, semakin banyak perusahaan yang menyadari bahwa batas baru untuk kompetisi adalah kualitas hidup, dan jam kerja yang dikurangi, berfokus pada hasil adalah sarana untuk memberi mereka keunggulan kompetitif”. Menurutnya Inggris berada di puncak “gerakan” empat hari kerja dalam seminggu. 


Bila uji coba ini berhasil bukan tidak mungkin akan diikuti oleh beberapa negara lain di dunia. Namun tentu saja tidak oleh semua negara karena situasi dan kondisi setiap negara berlainan. Lagipula perlakuan penerapan jumlah hari kerja bukan merupakan hal yang terpokok yang berpengaruh dapat mempengaruhi kinerja para pekerja. Secara umutinm beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja para pekerja adalah: Pemimpin Perusahaan, Jenjang Karir, Lingkungan Kerja, Beban Pekerjaan, Kemampuan Individual, Fasilitas Perusahaan (termasuk kemampuan terjaminnya membayar gaji), dan Bonus. Gaji itu penting tapi itu bukan merupakan satu-satunya indikator kepuasan pekerja. Begitu pula dengan pengurangan hari kerja pekerja, itu juga bukan merupakan satu-satunya indikator kepuasan pekerja. Apalagi untuk pekerja dengan sistem borongan. Untuk apa terlalu lama libur bekerja? Tidak dapat uang.  Membosankan. Begitu pikir mereka.

Guno Display


Di sisi lain, bila dicermati apa yang disampaikan tadi adalah MASALAH JUMLAH HARI KERJA, lalu bagaimana dengan MASALAH PENERAPAN JAM KERJA? 


Masalah jam kerja juga sangat krusial bagi para pekerja. Bagaimanapun masalah lamanya jam kerja dapat mengundang rasa capai dan jenuh yang rawan dapat mengakibatkan menurunnya stamina tubuh dan rasa stres kepada para pekerja. Dengan kata lain: Jumlah hari kerja dikurangi tapi jumlah jam kerja bertambah, itu dapat saja menjadi munculnya permasalahan yang lain. Atau jumlah jam kerja dikurangi tapi target tetap atau malah bertambah itu justru malah akan menambah masalah.


Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan Indonesia lama jam kerja adalah 40 jam dalam seminggu. Di negara lain ada yang kurang dari itu dan ada pula yang lebih dari itu. Maklum, karena pertimbangannya tentu lain. 


Masalah upah (baca: gaji) adalah merupakan masalah prioritas para pekerja. Rendahnya upah yang mereka terima mendorong mereka agar dapat bekerja lebih lama. Namun bila dilihat dari sisi kesehatan tentu itu rawan bagi kesehatan badan. Padahal masalah kesehatan badan dapat juga merembet ke kesehatan jiwa. Bila terjadi penurunan mental dan kesehatan badan yang sering terganggu maka pada gilirannya akan berampak kepada merosotnya hasil produkvitas perusahaan. Dengan kata lain terjadilah keadaan yang kontra produktive.


Dengan demikian pengurangan hari kerja dampaknya harus diteliti secara serius. Logikanya: Hari kerja tidak dikurangi saja hasil kerjanya seperti itu, bagaimana kalau dikurangi?


Pertanyaan selanjutnya adalah: Apakah pengurangan hari kerja sungguh menguntungkan? Siapa yang diuntungkan? Siapa pula yang dirugikan? Bila itu menyangkut pelayanan kepada masyarakat, apakah akan berdampak kepada kepuasan masyarakat?


Dan ini klimak pertanyaannya: Apakah program itu cocok diterapkan di Indonesia?  Penyanyi Ebiet G Ade pernah berkata (sambil bernyanyi): "Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang dududu.. dudududu.."


Guno feed

Have a nice day.


 



Notes: Silahkan di klik tanda tiga baris di sebelah kanan atas lalu akan muncul kata ARSIP lalu di klik akan muncul pilihan bulan kapan tulisan dimuat. Terima kasih.



Guno Artikel

Posting Komentar untuk "UJI COBA PROGRAM PENGURANGAN HARI KERJA DI INGGRIS"