Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MEDIA SOSIAL SEBUAH PANGGUNG SANDIWARA?

Baru-baru ini di media sosial beredar berita  sepasang suami istri melapor di kantor Polisi sambil menangis tersedu-sedu bahwa mereka semalam menjadi korban phising dengan kerugian uang sebesar 1,1 milyar rupiah dalam sekejap. Tentu saja mereka merasa menyesal sekali telah ditipu orang.


Phising adalah upaya untuk mendapatkan informasi data seseorang dengan teknik pengelabuan. Data yang menjadi sasaran phising adalah data pribadi (nama, usia, alamat), data akun (username dan password), dan data finansial (informasi kartu kredit, rekening). Istilah resmi phising adalah phishing, yang berasal dari kata fishing yaitu memancing. Kegiatan phising memang bertujuan memancing orang untuk memberikan informasi pribadi secara sukarela tanpa disadari. Padahal informasi yang dibagikan tersebut akan digunakan untuk tujuan kejahatan. Pelaku phising biasanya menampakkan diri sebagai pihak atau institusi yang berwenang. Biasanya atas nama sebuah Bank, dengan menggunakan website atau email palsu yang tampak meyakinkan agar banyak orang berhasil dikelabui.


Memang dengan adanya kemudahan dalam berinteraksi di media sosial membuat orang tertarik untuk "mengambil sebuah keuntungan pribadi" dengan memanfaatkan kemudahan menggunakan media sosial yang notabene sangat mudah dijangkau itu. Keuntungan pribadi ini dapat berwujud uang dan bukan berwujud bukan uang. Yang berwujud bukan uang dapat dikatakan berwujud kesenangan yang bisa saja yang pada akhirnya berujung kepada rasa kepuasan. Bahwa dia tampil dengan wujud palsu atau asli itu lain soal. Bahwa dia tukang bohong atau tidak itu lain soal. Bahwa dia suka guyon ngerjain orang lain atau tidak itu lain soal. Sifat seseorang diuji disini.


Guno Display

Bahwa hukum "ada aksi - ada reaksi" tetap saja berlaku. Ada aksi - ada hasil. Itu semua adalah merupakan sebuah konsekuensi logis. Bahwa pada akhirnya ada penyesalan atau tidak, mau apa lagi. Toh segalanya telah terjadi.


Seorang teman berkata kepada saya bahwa dia  bermain media sosial untuk menjaga kewarasannya. Sebagai penghibur hatinya. Sebagai pengisi waktu saja. Apakah itu berarti dia bersikap tidak serius? Belum tentu juga. Bisa saja dia bersikap serius untuk tidak serius. Toh, semua, apapun itu adalah sebuah pilihan. Toh, bisa saja walaupun dia yang semula bersikap tidak serius namun berakhir dengan membawa rasa kekecewaan. Kecewanya kebangetan malah.


Kemudahan menggunakan media sosial sebaiknya memang dengan pendekatan sikap yang proposional. Tidak untuk menjahati orang lain atau untuk membongi diri sendiri. Itu lebih elegan rasanya.  Yang ideal adalah menggunakan media sosial untuk belajar, untuk menambah pengetahuan. Untuk mendewasakan pemikiran. Walaupun tentu saja menggunakan media sosial sebagai media hiburan tidak mengapa.


Manusia pada dasarnya membutuhkan suatu kegiatan. Entah itu sebagai pengisi waktu atau merupakan kegiatan pokok. Yang penting mereka siap menerima resikonya, konsekuensinya.


Media sosial dapat untuk menebarkan manfaat bagi diri sendiri atau orang lain, mengerjai orang lain, atau lebih parah lagi untuk menjahati dan merugikan orang lain. Media sosial hanyalah sebuah perangkat, hanyalah sebuah alat. Semua tinggal tergantung operatornya. Bahwa bila ada yang berpendapat lebih baik buta tehnologi agar tidak berbuat dosa, tentu bukan begitu maksudnya. Bersikap bijaksana adalah kuncinya.


Have a nice day.


Guno feed



Notes: Silahkan di klik tanda tiga baris di sebelah kanan atas lalu akan muncul kata ARSIP lalu di klik akan muncul pilihan bulan kapan tulisan dimuat. Terima kasih.



Guno Artikel

Posting Komentar untuk "MEDIA SOSIAL SEBUAH PANGGUNG SANDIWARA?"