Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KIPRAH PEKERJA SENI DI SEKITAR KITA, PERNAHKAH ANDA MENGAMATINYA?

Pada saat ini sudah umum sekali ada tukang ngamen di perempatan jalan raya di Semarang (di kota-kota besar lainnya juga), secara perorangan alias sendirian, dan ada yang secara rombongan yang terdiri dari beberapa orang yang malah mereka tampil rapi dan necis karena mereka memakai kaos seragam. Kalau dilihat dari tulisan di kaosnya mereka datang dari luar kota Semarang.


Yang mengamen perseorangan bukan menyanyi dengan membawa atau tidak sebuah gitar tapi dengan cara menari baik dengan iringan musik dari kaset maupun tidak. Bahkan mereka menari ada yang menari dengan tidak memakai alas kaki. Bisa dibayangkan panasnya aspal jalanan. Bagi mereka besarnya tanggung jawab untuk menafkahi keluarga di tengah kesulitan ekonomi yang menghimpit mampu melawan panas teriknya matahari serta sorot mata yang memandang dengan aneh dan takjub dari orang-orang yang berlalu lalang di jalan tersebut. Mungkin ada rasa jengah di hati pengamen yang sedang menari tersebut. Tapi apalah daya rasa itu harus ditindas dengan rasa tekat yang sudah membulat demi untuk mengalahkan kerasnya hantaman kehidupan yang dirasakan.


Memang terasa ada yang unik dari penampilan mereka. Tidak hanya tampilan aksesoris, tapi penampilan sungguhan yang mereka bawakan itu. Yang mengamen sendirian dengan menari tampil dengan dandanan tokoh tradisional ala kadarnya plus riasan wajah yang terkesan sedikit agak menor. Goresan alis tebal dan pulasan bedak yang agak tebal. Sedang lipstik ada yang pakai ada yang tidak. Bisa dibayangkan ketika berangkat tentu memakai pakaian normal sambil membawa tas yang agak besar. Entah di mana mereka berganti pakaian, entah di toilet umum entah di tempat yang sepi.



Guno Display

Mungkin mereka berangkat dengan menekan rasa malu yang sedemikian besar. Mungkin sebagian keluarga sudah ada yang tahu, atau sebagian kecil dari temannya. Maklum para pengamen jenis menari ini kebanyakan adalah para pemuda yang umurnya baru belasan tahun. Dalam urusan mengamen ini masalah penguasaan tari barangkali dirasa tidak terlalu penting, yang penting bisa. Bahwa penonton tahu kekurangannya atau tidak, tidak masalah. Mereka tidak terlalu memusingkannya. Yang ada dalam benak mereka adalah terjadinya transaksi. Bukan diskusi. Kelangsungan hidup keluarganya sangat tergantung dari transaksi ini. Para ahli yang hebat itu pasti setuju bahwa kebutuhan yang sangat mendesak tentu lebih sangat dibutuhkan. Harus didahulukan. Padahal bila berpikir secara normal segi kompetensi sangat penting. Bagaimana pun bagi mereka faktor mental yang sangat mendominasi. Faktor bingung mampu menodong manusia untuk bergerak secara kreatif dan produktif. Jadi ingat sepotong lirik lagu pop jawa Tul Jaenak dari Koes Plus, "wedak pupur nggo golek duwit" atau bedak pupur untuk cari uang.


Yang mengamen berkelompok yang memakai musik, memakai kulintang atau angklung sebagai melodi untuk memainkan lagu. Selebihnya ada kendang, genderang, gong, suling, icik-icik. 


Saya sangat mengagumi mereka, baik dari segi mental maupun dari segi penguasaan menari meskipun sedikit dan terasa asal-asalan, tapi yang mengamen dengan mengandalkan bermain musik penampilannya sangat bagus dan solid. Mereka kompak. Mereka perlu mendapat apresiasi yang baik dan jujur. Kita harus mengakui, mau mengusung potensi daerah adalah suatu usaha yang patut diacungi jempol.


Selain hebat dari segi mental sesungguhnya mereka adalah orang yang penuh daya kreatifitas, penuh talenta. Mereka pekerja seni tulen. Mereka mampu menyuguhkan sebuah tontonan yang unik, apik, dan menarik. Mempunyai daya magis. Bukankah seni tradisional selalu mampu menggugah sebuah rasa kerinduan yang aneh di dalam dada? 


Mereka sangat menyadari bahwa mencari uang bukanlah merupakan hal yang ringan dan mudah, tapi semangat dan kepercayaan diri bagaimanapun harus tetap ditumbuhkan. Di sisi lain mengembangkan rasa seni bukan hanya merupakan kebutuhan tapi suatu tantangan yang harus dipecahkan. Siapa lagi yang harus melanggengkan tradisi kita? Bagaimana generasi penerus kita dapat mengenali kebudayaan kita bila bukan kita yang terpanggil untuk melestarikannya? Itu sebuah tantangan yang mengasyikan. Bagi mereka sebuah keasyikan, apapun itu, adalah merupakan sebuah hiburan tersendiri. Semangat tersendiri. Bagamanapun mereka membutuhkan sebuah hiburan dan semangat. Setidaknya hanya itu yang sekarang mereka punyai.


Salut untuk anda semua wahai para pekerja seni. Salam saya untuk semua keluarga tercinta anda di rumah. 


However, the life must go on. 


Guno feed

Have a nice day.   



Notes: tulisan lainnya dapat dilihat di: 

guno-menyikapimasalah.blogspot.com (Perpustakaan abadi).

guno-idea.blogspot.com Perpustakaan abadi in English).

Diusahakan setiap hari ada tulisan baru. Terima kasih.



Guno Artikel

Posting Komentar untuk "KIPRAH PEKERJA SENI DI SEKITAR KITA, PERNAHKAH ANDA MENGAMATINYA?"