QUO VADIS PEMBERIAN KEPERCAYAAN
Setiap orang pada dasarnya ingin dipercaya orang. Dengan mendapat kepercayaan dia merasa terhormat, merasa mempunyai kemampuan. merasa spesial.
Pemberian kepercayaan adalah menifestasi pemberian tanggung jawab, kewenangan, dan otoritas. Dan memang tidak mudah seseorang mendapatkan kepercayaan.
Kebalikan bagi orang yang tidak atau belum mendapatkan kepercayaan ya kebalikan dari yang tertulis tadi. Termasuk soal perasaan dari orang tersebut. Pemberian kepercayaan identik dengan membuat suasana hati orang. Bila mendapat kepercayaan hatinya senang, bila tidak atau belum mendapat kepercayaan ya hatinya sedih.
Esensi dasar mendapat kepercayaan adalah dipercaya soal apa dan untuk apa. Kaitannya dengan ini orang tersebut harus mempunyai kapasitas dan kompetensi (kepandaian dan kecakapan) yang memadai.
Sedang syarat yang lain adalah integritas: jujur, tanggung jawab, setia, satria, berani berkorban, bisa dipercaya, konsisten, dan sebagainya.
Namun diakui atau tidak unsur kedekatan juga mempengaruhi dalam pemberian kepercayaan. Cukup dominan malah. Karena bagaimanapun sudah lama tidaknya proses mengenal juga sangat berpengaruh. Semakin lama dikenal, seharusnya semakin mendapat peluang untuk dipercaya. Di organisasi, masalah ini terasa sangat kental sekali.
Bagaimana bila secara logika yang seharusnya mendapat kepercayaan tapi malah tidak mendapatkan kepercayaan? Baik itu masalah hubungan pekerjaan maupun suami istri (keluarga)?
Karena berbicara secara logika maka jawabannya pun harus secara logika. Karena secara logika dapat dipastikan bahwa keputusan pemberian kepercayaan diambil sudah melalui perhitungan atau kalkulasi yang sangat teliti. Untung ruginya bagaimana, konsekwensinya bagaimana. Kalau masalah yang berhubungan dengan pekerjaan biasanya terkait dengan materi, yang berhubungan dengan keluarga (suami istri, dan sebagainya) biasanya terkait dengan perasaan. Di hubungan ini yang lebih ditekankan adalah masalah secara etika bukan logika.
Yang berhubungan dengan pekerjaan biasanya terkait dengan skill dan kompetensi, sedang yang berhubungan dengan keluarga tidak terkait dengan skill dan kompetensi. Untuk itulah biasanya yang terkait dengan pekerjaan, tidak diberikannya kepercayaan biasanya tidak menimbulkan rasa sakit hati, sedang yang berhubungan dengan suami istri (keluarga) biasanya dapat menimbulkan rasa sakit hati.
Belum atau tidak diberikannya kepercayaan seharusnya menimbulkan rasa instropeksi diri. Dengan demikian diharapkan yang bersangkutan dapat terus mengobservasi potensi diri, mau untuk terus belajar untuk menutupi segala kekurangan yang ada.
Diakui atau tidak pemberian kepercayaan tidak hanya berdasarkan pada skill dan kompetensi tapi juga attitude. Itulah sebabnya tidak adanya kepercayaan antara suami istri (keluarga) dapat menimbulkan rasa antipati, bahkan bisa saja menimbulkan rasa dendam karena dirasa ada ketidak adilan di sana. Padahal bisa saja hanya karena terjadi salah paham, misalnya seorang suami beranggapan seorang istri tugasnya hanya 3 M (macak, masak, manak), sehingga si suami beranggapan si istri tidak layak menangani hal-hal yang bersifat teknis strategis.
Have a nice day.
Notes: blog GUNO HRD diusahakan setiap hari ada tulisan baru. Terima kasih.
Posting Komentar untuk "QUO VADIS PEMBERIAN KEPERCAYAAN"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.