Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kritikkan untuk mendewasakan kita

Anda tentu setuju dengan pendapat saya: Mandi adalah untuk membersihkan diri. Dan agar menjadi benar-benar bersih, ketika mandi sangat diperlukan untuk menggosok diri. Jadi tidak cukup hanya dengan memakai sabun wangi saja. Sebab kalau tanpa dengan menggosok diri, maka penggunaan sabun wangi hanyalah sebuah “kamuflase”. Hanya untuk faktor penambah penampilan saja. Hanya untuk “pencitraan” saja. Dalam kehidupan nyata yang lain, perumpaan “menggosok diri” adalah membuka diri untuk menerima kritikkan. 


Secara umum, orang tidak mau dikiritik. Menolak untuk dikiritik. Alergi terhadap kritik. Ada anggapan: dikritik karena mempunyai kesalahan. Dan kebanyakan orang tidak mau disalahkan. Tidak sudi dianggap “dicap” mempunyai kesalahan. Mempunyai kesalahan hanya milik orang-orang bodoh. Dan mana mau dia dianggap sebagai orang bodoh.





Padahal orang terdorong untuk mengkritik itu karena melihat pada orang itu ada kekurangan: dari entah fisik atau pendapatnya.




Memang ada sementara pendapat dari beberapa orang bahwa mengritik itu identik dengan “menyerang”, padahal tidak pasti begitu. Memberikan kritik justru dimaksudkan untuk “menyempurnakan”. Untuk mengritisi sesuatu. Dengan demikian jangan salah cepat salah paham dulu terhadap sebuah kritikkan. Cermati dulu. Perhatikan secara baik-baik dulu. Katakan dalam hati kita dulu: “Apa maksudnya di melakukan kritik?” 


Guno Display


Bisa jadi seseorang melakukan itu karena dia sayang. Setidaknya mencerminkan sebuah kepedulian.


Itulah sebabnya kita harus selalu berpikir dan bertindak cerdas dalam melakukan counter. Jangan bertindak gegabah. Nanti malah orang memandang dan meniliai kita sebagai orang yang aneh atau lucu. Orang yang berkelakuan naif. Orang yang suka mudah melakukan salah anggapan. 


Apabila dia ternyata bermaksud baik, namun kita sudah berprasangka salah,  maka letak kesalahan benar-benar ada pada kita. Kesalahan kita menjadi dua kali lipat. Kesalahan kita menjadi tragis dan ironi bila kita membalas kritikkan itu dengan perkataan atau tindakan yang tidak semestinya. Kita akan terlihat semakin bodoh.


Mengkritik tentu saja sangat lain dengan menghujat. Yang hanya melihat kejelekannya saja. Yang hanya mendepankan rasa tidak senang. Mengkritik bisa dikatakan “mengkritisi”. Bukan menghujat. Mengkritisi di sini adalah dalam arti memberikan masukan-masukan yang baik. Memberikan perhatian kepada hal-hal yang perlu dibenahi. Memberikan perhatian kepada yang perlu diperhatikan.


Mengkritisi yang demikian tentu kaya akan alternatif-alternatif. Kaya akan wacana. Dan kaya akan solusi. Walaupun diberikan secara biasa-biasa saja, sikap mengkritisi yang seperti demikian sangat ditunggu-tunggu kedatangannya. Sangat dirindukan. Tidak perduli dia datang sebagai teman pria atau wanita, tapi yang jelas dia adalah sang pemerhati. Sang simpatisan. Bahkan mungkin: sang pemuja.


Yang mengkritik (baca: mengkritisi), tidak perlu merasa  ada yang tidak harus disampaikan. Yang dikritisi merasa tidak perlu ada yang disembunyikan. Karena yang dikritisi tahu di situ ada rasa sayang, sedang yang mengritisi tahu bahwa itulah cara dia mengungkapkan rasa sayangnya.


Mengkritisi adalah sebuah kejujuran.

Tidak ada manusia yang sempurna. Dan kebanyakan manusia merasa alergi untuk dikritik. Berani mengkritisi itu butuh suatu keberanian, butuh mental. Tidak bermental yang penting membuat orang senang. Tapi kritikan ini adalah menifestasi sebuah kejujuran.


Mengkritisi adalah sebuah bentuk perhatian.

Ini sudah jelas. Dan anda boleh percaya boleh tidak, ini lebih bernilai dari sekedar hanya pemberian uang. Ini terasa lebih tulus. Dikritisi demi kemajuan secara tulus oleh siapapun dia, tentu serasa lain daripada yang lain.


Saling mengkritisi.

Yang afdol adalah saling mengkritisi. Ada timbal balik. Ada rasa saling memiliki. Bukankah tidak hanya satu pihak saja yang memerlukan pembenahan. Bagaimana kita bisa tahu ada yang belum beres jika tidak ada yang mengkritisi?


Kritikannya bukan tuntutan.

Dengan adanya kritikan tentu harapannya ada perubahan. Yang signifikan mestinya.Tapi kalau ada perubahan sedikit juga tidak apa., malah ada kesempatan untuk mengritisi lagi. Mengritisi dalam hal ini, kritikannya tidak harus dituruti. Semua keputusan diserahkan kepada yang bersangkutan. Meskipun demikian, tidak usah dimintapun biasanya akan langsung berubah. Bahkan ada yang lucu: kadang membenahi diri sebelum dikritik atau malah justru menunggu dikiritik. Semuanya itu dasarnya adalah rasa sayang belaka.


Kritikan sebagai bagian interaksi.

Harus diakui kritikannya adalah bagian dari menjaga dan memelihara sebuah hubungan agar lebih intens dan mesra. Setidaknya ada rasa kekeluargaan. Kritikkan adalah bagian lain dari seni.


Guno feed

Harus diakui pula kritikan ada yang bertujuan mencari pembenaran atas penunjukan kesalahan. Ada yang memang berniat untuk menjatuhkan. Ada yang bertujuan untuk berstrategi (mendahului mengkritik sebelum dikritik). Ada yang bertujuan untuk pembelajaran. Ada yang berniat untuk berbagi. Ada yang ditujukan untuk mencari perhatian.

 

Kritikan yang baik adalah untuk menunjukkan kepedulian, karena juga mau memberikan solusi. Berbesar hati menerima kritikkan adalah sebuah media untuk medewasakan pemikiran kita.


Have a nice day.



 




 Notes: blog ini diusahakan setiap hari ada tulisan baru. Terima kasih.


 


Guno Artikel

Posting Komentar untuk "Kritikkan untuk mendewasakan kita"