Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mari tampil apa adanya di hadapan Tuhan

 

Pisang goreng yang dibungkus plastik dengan pisang goreng yang tidak dibungkus plastik harganya mahal mana? Mahal yang dibungkus kan? Dibungkus dijamin tidak ada bekas hinggapan Lalat yang menempel, atau debu, atau apa saja yang kotor. Begitulah maksud Alloh SWT agar kita (terutama wanita) menutupi aurat kita. Agar bersih. Agar steril. Tidak terkontaminasi dengan pelbagai kotoran. Yang ibarat kain, akhirnya gampang rusak. Dan yang lebih penting mempunyai “harga mahal”.  Termasuk di hadapan Alloh SWT. Bayangkan, dihargai mahal oleh Tuhan.

Tapi itulah manusia, yang merupakan produk dari otaknya. Kelakuan dan konsep-konsep pemikirannya bisa bertolak belakang dengan apa saja yang melekat padanya, entah itu jabatan, titel kesarjanaan, penampilan, termasuk pakaian. Dengan demikian pakaian tidak indentik dengan performa personalnya. Gelar sarjanapun tidak, bila ternyata sekripsinya dibuatkan oleh orang lain. Kalau penampilan ternyata bertolak belakang dengan keadaan sebenarnya kita bisa diketawain orang. Apalagi di hadapan Tuhan.

Kita pernah melihat di media massa  orang yang di sidang entah itu karena masalah korupsi, pembunuhan, pemerkosaan, dan sebagainya tapi tampil di arena sidang dengan memakai peci. Buat apa coba? Di AS pernah digegerkan berita Pendeta pelaku feodofil, atau diinternet ada gambar Bhiksu yang sedang merangkul cewek. Orang-orang yang terhormat tapi kelakuannya tidak terhormat. Mestinya malu. Tapi kebanyakan tidak.

Di hadapan Tuhan kelak tidak berlaku kamuflase. Semua tampil apa adanya. Dan itu yang terpenting. Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih, kata Ebiet G Ade. Tidak ada tipuan. Menipu orang lain. Menipu diri sendiri.

Guno Display
Kamuflase ditujukan untuk “mendapatkan” sesuatu. Tepatnya untuk mendapatkan citra atau keuntungan finansial. Bisa berupa benda bergerak atau tidak. Tapi ya itu tadi. Kamuflase bukanlah yang sesungguhnya. Bohong doang. Hanya pencitraan.

Dalam menulispun saya sangat berhati-hati. Tidak berani gegabah. Takutnya lagi dituduh hanya kamuflase. Padahal bisa saja kalau saya mau begitu. Tapi tidak. Ngeri. Saya ingin bersunguh-sunguh. Penilaian saya serahkan kepada yang membacanya. Setahu saya ya banyak pengakuan teman-teman yang pada menunggu tulisan saya. Begitu pengakuan yang saya dengar. Tapi ya terserah saja. Yang penting saya menulis, menyuarakan pemikiran saya. Isi hati saya. Bahkan kadang saya tak sanggup membendungnya. Soal dibaca atau tidak, dikomentari atau tidak, itu tidak masalah. No problem. Bagian lain dari bersedekah? Insyaallah begitu. Teman lain mungkin pernah merasakan hal yang seperti ini.


Kembali ke topik. Kejujuran sangat dihargai. Dan itu merupakan esensi. Pakaian hanya sekedar pakaian, casing, aksesori. Tapi bisa juga sebagai penegas, atau justru kamuflase itu tadi. Berbohong kepada orang lain itu mudah, tapi tidak akan bisa selamanya. Karena modal awalnya bukan dari sesuatu yang asli,  jadi hasilnya juga tidak awet. Pun pada diri sendiri ya begitu. Lebih berat malah konsekwensinya. Bisa menghantam rasa. Rasanya sakit. Sakitnya tuh di sini. Dan traumanya bisa lama. Berbohong itu memelihara penyakit. Jadi yang membuat permasalahan adalah kita sendiri. Alloh hanya menuruti kemauan kita. Entah itu bertujuan baik atau buruk. Alloh bersikap wait and see, selalu bermaksud baik, tapi manusia yang sering salah arti. Padahal nanti pertanggungjawaban akan diminta di alam sana. Dan di sana nanti tidak ada kamuflase. Jadi kembali terserah kita. Menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa adalah pilihan.
Have a nice day.


NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.

Guno feed



Guno Artikel

Posting Komentar untuk "Mari tampil apa adanya di hadapan Tuhan"