LEBIH BAIK DARIPADA..
Terlambat datang lebih baik daripada tidak datang.
Tidak datang lebih baik daripada datang tapi tidak dapat memberikan pendapat apa-apa.
Tidak dapat memberikan pendapat apa-apa lebih baik daripada memberi pendapat tapi blunder.
Memberi pendapat tapi blunder lebih baik daripada terlambat datang.
Terlambat datang lebih baik daripada tidak datang.
Muter terus deh..
*****
Di atas langit masih ada langit. Siapapun tahu dan pernah mendengar kata-kata ini. Tahupun sebenarnya secara pribadi karena mungkin banyak yang tidak tahu secara persis, benarkah ada tujuh lapis langit di atas sana?
Dalam agama Islam memang ada literatur bahwa nabi Muhammad naik ke tingkat ke tujuh untuk memenuhi panggilan Alloh SWT dalam rangka perjalanan Isra’ Miraj untuk menerima perintah shalat secara langsung. Dan secara ilmu pengetahuan seperti yang dilansir dari gomuslim.co.id berdasar sumber ilmiah, langit terdiri 7 (tujuh) lapis yang terdiri dari :
1. Troposfer, lapisan terdekat bumi yang membentuk sekitar 90% dari keseluruhan berat atmosphere.
2. Lapisan, lapisan diatas troposphere.
3. Ozonesfer, lapisan yang mengembalikan sebagian besar sinar Ultraviolet dan radiasi bahaya lainnya.
4. Mesosfer, lapisan diatas Ozonospher, kebanyakan meteor yang datang disini
5. Termosfer, lapisan diatas Mesosfer, terjadi peningkatan temperatur yang tinggi
6. Ionosfer, lapisan dimana gas-gas terionisasi membentuk lapisan ini, batu meteor akan terbakar dan terurai
7. Eksosfer, bagian paling luar Atmosfer yang membentang dari sekitar 480 Km sampai 960 Km.
Mohon maaf, tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membahas tentang lapisan langit, tapi makna dari kata-kata tersebut.
Makna yang ada adalah bahwa segala sesuatu pasti ada yang melebihi dari yang ada. Ini bukan sebuah kata-kata retorika, bukan pula sebuah kata-kata untuk menghibur diri. Sebuah ungkapan karena kelemahan kita yang merujuk kepada kekurangan. Tidak ada yang sempurna kecuali Tuhan.
Harus diakui yang dimaksud adalah lebih atau melebihi sesuatu yang kita tahu atau yang kita lihat, dimana itu bisa berkonotasi lebih baik atau lebih buruk. Bukan pula dimaksudkan untuk membela diri, atau sebaliknya: untuk menyombongkan diri.
Sebagaimana kita ketahui, kita hidup berbarengan dengan banyak orang lain yang hidup bertebaran di sekitar kita dan juga yang tinggal nun jauh di sana. Dalam menjalani hidup, kita tampil sebagaimana adanya baik dari segi pribadi orangnya maupun dengan segala atribut yang menempel dalam hidup kita: kekayaan, pendidikan, jabatan, kehormatan, dan sebagainya. Bahwa masing-masing mempunyai kekurangan atau kelebihan dari yang lain, itu biasa. Tapi pada kenyataanya banyak pula yang menutupi bahkan mengada-ada agar tidak terlihat terlalu ketinggalan dari yang lain. Untuk apa? Jujur saja, hal seperti itu (mengada-ada) memang bisa mendatangkan kepuasan atau kebanggaan, tetapi karena itu palsu maka itu tidak akan dapat berlangsung lama. Bahkan bukan tidak mungkin perbuatan itu akan menjadi bumerang kelak bagi dirinya karena ketahuan telah berbohong. Dan untuk menutupi sebuah kebohongan akan diperlukan kebohongan yang lain. Begitu seterusnya. Anehnya, kelakuan semacam diulangi lagi, lagi, dan lagi. Orang lain sampai malas melihatnya, tapi dianya ya tetap cuek, atau malah tambah cuek alias nekat. Baginya urusanmu adalah urusanmu, urusanku adalah urusanku.
Di sisi lain, ya ada orang yang sebenarnya dia merasa banyak mempunyai kekurangan namun dia tetap percaya diri untuk tampil sebagaimana apa adanya. Baginya tidak perlu dan tidak ada gunanya menyembunyikan semua atau sebagian kekurangannya. Apapun yang menempel pada dirinya adalah suatu anugerah dari Yang Maha Kuasa. Suatu kepercayaan. Sesuatu yang harus disyukuri. Pantang baginya tidak menghargai pemberian Tuhan. Apapun itu. Maka dari survai apapun dan dari manapun membuktikan bahwa orang yang begini ini orang yang sangat tangguh, rasional, dan mempunyai tenggang rasa. Jangan salah, bukannya dia tidak ingin maju, tetapi dia percaya bahwa keinginan kemajuan dalam hal apapun memerlukan landasan, pijakan. Dan itu harus dalam kondisi rasional, bisa diterima oleh pihak lain. Dan tidak hanya ranah masuk akal tapi juga sesuai dengan jangkauan yang bisa dia raih. Tidak mungkin dalam kondisi yang penuh kepura-puraan. Hanya menimbulkan kekacauan. Intinya, ada proses. Ada fase.
Di sisi yang lain lagi, ada orang yang merasa cukupan, namun itu sudah membuatnya lebih dari cukup untuk menjadi dirinya sendiri, tidak menjadi lebih tinggi, lebih gagah. Dia tidak ingin mencari masalah. Baginya menjadi lebih tinggi atau lebih rendah adalah hanya sebuah ujian. Menjadi tenang adalah sesuatu yang teramat disyukuri. Menjadi nyaman. Kuncinya ada di rasa syukur. Jadi sebenarnya dia bisa menjadi begini atau begitu. Tapi apa gunanya berbuat sesuatu yang tidak menguntungkan dan salah-salah bisa mengundang masalah? Meskipun ya tetap ada saja orang yang sebenarnya sudah dianugerahi kecukupan tapi masih saja berbuat ulah. Padahal bisa saja seberapa ulah yang dihasilkan akan membahayakan yang tidak hanya kepada dirinya sendiri tetapi juga mengarah ke keluarganya.
Demikian juga bagi mereka yang sudah mempunyai kelebihan dari yang lain, tidak bersyukur malah membuat ulah. Perbuatannya tidak saja mengherankan khalayak umum, tapi (biasanya) terutama orang-orang yang mengenal secara dekat dengan dirinya. Prestasi apa yang selama ini dia raih, kehormatan, jabatan yang dia raih, atau hasil pendidikan tinggi yang dia raih, tumbang begitu saja tanpa ada kejadian yang luar biasa yang bisa diterima secara akal sehat. Akal yang intelek. Misal yang mudah dan umum kita dengar misalnya masalah korupsi, soal suap. Sudah kaya, punya kedudukan tinggi, cerminan orang intelek dan berintelgesia tinggi, tapi ternyata rapuh, tidak punya harga diri, tidak mempunyai kehormatan. Perjuangannya selama bertahun-tahun terkikis dan terbanting hanya dalam satu hari. Hanya dalam hitungan detik. Koes plus, sebuah band legenda Indonesia, sudah lama menggambarkan dalam sebuah lagu jawa, bahwa perut gajah yang begitu besar bisa kembung alias tambah gede karena masuk angin. Artinya, sudah besar ternyata masih bisa bertambah besar karena serakah. Kembung, berorientasi pada rasa sakit karena timbul dari adanya penyakit.
Apapun yang dipunyai kita atau kita lihat, ternyata ada “yang lebih” dari apa yang kita punyai atau kita lihat. “Lebih” bisa berkonotasi “lebih baik” atau “lebih buruk”. Semua mahluk Tuhan sebenarnya sudah mempunyai “porsi” sendiri-sendiri. Itu pun sebenarnya tidak konstan. Bisa berubah-ubah. Tidak abadi. Sebab ketidakabadianlah yang abadi. Hanya Tuhanlah yang Maha Besar dan Sempurna. Mereka yang berada di posisi begini atau begitu, mereka selalu merasa tidak nyaman dengan posisi yang ada. Entah godaannya yang terlalu besar atau mereka sendiri yang tergoda untuk menggoda.
Seharusnya kita menyadari: kita terlahir dengan tangan kosong dan nanti mati dengan tangan kosong pula. Ketika kita lahir dengan disambut dengan tangisan, begitu pula ketika kita mati dilepas dengan tangisan. Apa yang kita "punyai" dalam hidup hanyalah sebuah pinjaman. Mengapa pula kita selalu membangga-banggakan?
Seharusnya kita menyadari: kita terlahir dengan tangan kosong dan nanti mati dengan tangan kosong pula. Ketika kita lahir dengan disambut dengan tangisan, begitu pula ketika kita mati dilepas dengan tangisan. Apa yang kita "punyai" dalam hidup hanyalah sebuah pinjaman. Mengapa pula kita selalu membangga-banggakan?
“Adalah lebih baik” bukan hanya menunjukkan hukum relativitas. Secara kenyataan dan keadaan memang benar-benar ada, bukan sesuatu yang abstrak. Dan menawarkan suatu “kondisi” yang lain. Suatu “kondisi” yang berbeda, yang mempunyai “konotasi” yang berbeda pula. Bukan untuk menghibur diri tapi untuk menunjukkan sebuah “kondisi” yang lebih baik. Barangkali yang bertujuan untuk “menghibur diri” adalah pameo lama yang dulu pernah dipopulerkan oleh almarhum Gepeng, seorang pelawak kenamaan di Indonesia: "Untung ada saya".
Have a nice day.
NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.
Posting Komentar untuk "LEBIH BAIK DARIPADA.. "
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.