Berita hoax dan 5 tips untuk menghindari perangkapnya
+ x – = –
– x + = –
+ x + = +
– x – = +
Saya yakin semua sudah tahu dan pada hafal rumus ini. Sejak SMP kita mempelajarinya. Anda percaya rumus ini saya ajarkan lagi kepada adik-adik para pencari kerja? Tidak peduli mereka hanya lulusan SMK/SMA atau dari Sarjana. Padahal ini sederhana banget, tapi ini adalah pembentukan dasar moral yang paling penting.
Para calon pekerja harus mempunyai mental dan moral yang baik. Itu prinsip. Dan pelajaran soft skill sangat menyentuh pada pembentukan perilaku. Attitude yang elok dan bertanggung jawab dan jujur sangat dibutuhkan oleh setiap perusahaan. Attititude, knowledge serta skill itulah competence. Attitude menempati persentase terbesar dari dua yang lainnya. Attitude yang lurus dan konsisten mendapatkan kepercayaan. Mendapatkan tanggungjawab yang besar. Itu artinya peluang naiknya karir dan jabatan terbuka lebar.
Dalam kehidupan, rumus diatas dibacanya begini: + (plus) BENAR – (min) SALAH.
BENAR dikatakan SALAH ya SALAH.
SALAH dikatakan BENAR ya SALAH.
BENAR dikatakan BENAR ya BENAR.
SALAH dikatakan SALAH ya BENAR.
Namun di kehidupan di masa sekarang yang serba moderen, rumus ini menjadi tidak berlaku lagi. Setidaknya menjadi meragukan. Perkembangan internet yang juga memacu perkembangan media yang termasuk di situ juga perkembangan pemberitaan, lantas menjadi rancu. Yang benar belum mesti benar, yang salah (karena diberitakan terus menerus) bisa diyakini sebagai yang benar. Rasa kepercayaan, yang nota bene, adalah ujung tombak dan modal yang kuat yang dipunyai manusia dalam hal keyakinan akhirnya menjadi limbung, tak lagi dapat menjadi rujukan. Kemajuan teknologi, apa boleh buat, terbukti berakibat terjadinya dekadensi moral.
HOAX. Anda tentu sudah intens dengan istilah ini. Yang menjadi ancaman dan kekhawatiran adalah dalam medsos sekarang ini tak lagi hanya berisikan informasi tetapi juga ada sebagai penyebar tekanan emosi. Alur pikiran di otak dan denyut jantung terlibat bereaksi ketika kita membaca apalagi saat menalaah medsos. Menjelajah rasa keingintahuan kita, melihat akrobatik politik, ekonomi, dan sosial budaya lantas diselaraskan dengan kehidupan pribadi kita, tak heran bila hoax dapat memacu adrenalin kita. Dengan kata lain jangan heran, ke otak dan jantung adalah menjadi sasaran hoax.
Hoax saat ini menjadi fenomena yang sangat terkenal. Jadi primadona. Semua perhatian orang tertuju kepadanya, membicarakannya, mewaspadainya, mencoba menghindarinya, atau melawannya. Hadir tanpa wujud. Bagai hantu gentayangan yang bisa menyebar dan menyelusup kemana-mana. Horor dalam arti yang sebenarnya. Dengan lihainya dia mefartamorganakan sebuah pendapat, menarik empati, sekaligus mengangkangi akal waras dan hati manusia. Memang ada orang yang meyakini kebenaran hoax dan ada yang menafikkannya. Yang berantem karena hoax bisa jadi ada. Sasaran hoax adalah menebar keyakinan dan ketidakyakinan, caranya ya dengan bermain logika. Tapi ada juga yang ngawur. Anehnya yang ngawur dan dihoaxkan ada yang lantas jadi benar. Yang benar ketika di hoaxkan malah jadi salah.
Hoax bisa menciptakan kebingungan, keraguan, keyakinan, kebencian dan kemarahan bahkan keindahan. Semakin bisa membuat heboh, membuat onar, membuat sentimen, keheranan, keelokan dll dsb dst, semakin getol hoax ditebar. Mungkin tujuannya bukan untuk mendapatkan uang tetapi lebih kepada teror mental. Kepada kepuasan. Herannya teror macam inipun disukai. Ditunggu beritanya. Bukankah bergunjing memang sangat disukai orang-orang? Itu yang jadi landasannya. Hoax yang menyuguhkan menunya. Semakin disukai atau tidak disukai adalah merupakan tawaran menu yang selalu dilahap orang. Bahkan orang siap dan selalu menunggu suguhan selanjutnya. Agaknya peranan Setan untuk mengacaukan dunia menjadi berkurang atau tidak lagi diperlukan. Hoax siap mengambil alih. Hoax bisa menjadi raja di segala bidang yang tempatnya di pemikiran. Jika pemikiran yang sudah kotor ditambah hatinya ya sudah begitu, ya jadinya orang bisa berbuat apa saja.
Tim riset Stanford History Education Group dari Stanford University melakukan riset terhadap berita-berita hoax. Tim yang dikepalai psikolog Sam Wineburg itu fokus menemukan jawaban dari dua pertanyaan berikut: Mengapa orang yang paling cerdas sekalipun begitu buruk membuat penilaian mengenai apa yang harus dipercaya di sebuah situs internet? Dan bagaimana cara agar kita menjadi lebih baik dalam memilah berita hoax?
Kenyataan yang ada banyak orang yang begitu saja melahap informasi dari media masa tanpa kajian terlebih dahulu atau melacak sumber beritanya. Tidak perduli baik dari masyarakat yang berpendidikan tinggi hingga yang biasa sama saja. Begitu banyak gambar maupun video yang begitu mudah dipercayai. Oleh karena itu bisa jadi, tanpa disadari, jangan- jangan kita juga merupakan bagian dari penyebaran berita hoax semacam ini.
Mempunyai filter penyaring sangatlah perlu, bisa melalui link-link yang kita punyai dan ketahui atau berdasarkan ilmu pengetahuan yang kita miliki. Insyaallah kita akan bisa membedakan berita ini sahih kebenarannya atau ada teori konspirasi di situ.
Di dunia politik, jangankan di jaman sekarang, di jaman super canggih. Di jaman dulupun soal hoax dalam dunia politik sudah terjadi, seperti yang di lansir di situs ini sebagai narasumber : https://www.ted.com/talks/julia_galef_why_you_think_you_re_right_even_if_you_re_wrong/up-next#t-650211
Pada tahun 1894, sebuah surat yang telah disobek-sobek ditemukan di keranjang sampah oleh staf dari seorang Jenderal Prancis. Maka dilakukanlah investegasi besar2an untuk mengetahui siapa yang lewat bukti surat itu telah menjual rahasia militer Perancis ke pihak Jerman. Dan kecurigaan kebanyakan orang mengarah pada Letkol. Alfred Dreyfus.
Dreyfus tidak punya track record yang tercela, tidak juga punya motif untuk melakukan pengkhianatan. Cuman ada dua hal yang dapat membuat kecurigaan terhadap Dreyfus. Pertama, tulisannya mirip dengan surat yang ditemukan, dan lebih parah lagi, dia satu2nya pejabat militer yang beragama Yahudi. Waktu itu, Militer Perancis dikenal anti Yahudi.
Lalu rumah Dreyfus digeledah, mereka tidak menemukan bukti apa pun. Tapi ini pun malah dianggap sebagai bukti betapa liciknya Dreyfus. Tidak hanya berkhianat, dia juga degan sengaja menghilangkan semua bukti. Lalu mereka memeriksa personal histori-nya, bahkan menginterview guru sekolahnya. Ditemukan dia sangat cerdas, menguasai 4 bahasa, dan punya memori yg sangat tajam. Maka ini pun dianggap sebagai “bukti” bahwa Dreyfus punya motif dan skill untuk kerja pada agen intelijen asing. Bukankah memang agen intelijen harus punya 3 skill itu? Benarkan?
Maka Dreyfus diajukan ke pengadilan militer, dan dinyatakan bersalah. Di depan publik, lencananya dilucuti, kancing baju dicabut, pedang militernya dipatahkan. Peristiwa ini dikenang sebagai “Degradation of Dreyfus”. Saat diarak oleh massa yang menghujat dia, Dreyfus teriak, “Saya bersumpah saya tidak bersalah, saya masih layak untuk mengabdi pada negara, Hidup Perancis. Hidup Angkatan Darat”. Tapi semua orang sudah tidak peduli dengan teriakannya, dan Akhirnya dia divonis penjara seumur hidup di Devil’s Island, pada tanggal 5 Januari 1895.
Mengapa serombongan orang pintar dan berkuasa di Perancis waktu itu begitu yakin bahwa Dreyfus bersalah? Dugaan bahwa Dreyfus memang sengaja dijebak, ternyata keliru. Para sejarawan meyakini bahwa Dreyfus tidak dijebak, dia hanya menjadi korban dari sebuah fenomena yang disebut “MOTIVATED REASONING”. Yaitu sebuah penalaran yang nampak sangat logis dan rasional, padahal semua itu hanyalah upaya mencari PEMBENARAN atas suatu ide yang telah diyakini sebelumnya. Tujuannya? termotivasi untuk membela atau menyerang ide tertentu, bukan mencari KEBENARAN secara jernih, dari pihak mana pun kebenaran itu berasal.
Maka kalau *orang sudah mengeras sikapnya untuk sangat pro/anti partai politik tertentu,* atau sudah terlanjur gandrung/benci sama seseorang, maka orang akan cenderung mengalami “motivated reasoning” ini. Apa pun pendapat orang lain yang dianggap musuh akan nampak salah di pikiran “rasional”. Karena memang itulah hebatnya otak, selalu bisa menemukan alasan rasional kenapa mereka salah, dan saya benar. Orang akan bisa mencari 1000 bukti yang membenarkan sikap itu. Bahkan hal2 yang sifatnya netral tiba2 jadi nampak sebagai “bukti” dari kebenaran sikap ini.
Kalau hati sudah dikuasai oleh cinta atau benci, dan berketetapan, pokoknya saya pro ini, anti itu, kita akan cenderung meyakini kebenaran segala pendapat yang mendukung pendapat kita, dan mengabaikan segala argumen yang berlawanan dengan keyakinan kita. Kita jadi kehilangan akal sehat yang adil dan proporsional dalam menyikapi segala hal. Para psikolog menyebut kesesatan pikir yang mewabah akhir2 ini: CONFIRMATION BIAS.
Fenomena confirmation bias dan motivated reasoning ini sudah sangat jamak ditemukan di sekitar kita, bahkan kadang kita pun ikut jadi pelaku utamanya. Karena hampir semua dari kita telah mengambil sikap untuk memilih partai tertentu, suka tokoh tertentu, punya agama/madzhab tertentu, bahkan mungkin menjadi anggota fanatik supporter klub sepak bola tertentu. Semua ini telah menjadikan kita secara otomatis mudah sekali terjebak dalam 2 kesesatan pikir di atas.
By the way, bagaimana dengan nasib Dreyfus? Adalah Kolonel Georges Picquart, yang walaupun dia juga anti Yahudi, mulai berpikir, bagaimana jika memang Dreyfus tidak bersalah? bagaimana jika karena salah tangkap, penjahat sebenarnya masih berkeliaran dan terus membocorkan rahasia militer Perancis pada Jerman? Kebetulan dia menemukan ada pejabat militer lain yang tulisan tangannya lebih mirip dengan surat yang ditemukan, dibanding tulisan Dreyfus. Singkat cerita, atas perjuangan Kolonel Picquard, Dreyfus baru dinyatakan tidak bersalah 11 TAHUN kemudian.
Yang paling menakutkan dari Motivated Reasoning & Confirmation Bias ini adalah, pelakunya seringkali tidak menyadari dan membela pendapatnya mati2an sambil menghujat pendapat lain yang berbeda, sehingga efeknya terjadi perang mulut, bahkan di beberapa negara, terjadi genosida, dan perang saudara.
Maka bagaimana caranya agar kita bisa berpikir lebih adil dan jernih?
Bagaimana agar kita selamat dari 2 sesat pikir di atas? agar kita bisa membuat prediksi yang akurat, membuat keputusan yang tepat, atau sekedar membuat good judgement?
Menariknya, ini tidak berkaitan dengan seberapa pintar atau seberapa tinggi IQ kita atau gelar akademis kita. Kata para ahli tentang “good judgment”, ini justru berkaitan erat dengan bagaimana anda “merasa” (how you feel). Berikut beberapa Tips untuk memiliki penilaian yang jernih:
1. Jangan Terlalu Emosional. Semakin kita emosional, semakin kita termotivasi untuk menyeleksi kebenaran. Semua argumen yang berlawanan akan cenderung kita abaikan. Sementara hoax-pun, asal cocok dengan selera kita akan buru2 kita yakini kebenarannya.
2. Pertahankan rasa Ingin tahu (Curiousity). Rasa penasaran ingin tahu ini akan membuat kita lebih ingin mengecek argumentasi dari dua kubu. Tidak cepat puas buru2 meyakini segala informasi yang masuk.
3. Milikilah hati dan pikiran yang terbuka (Open-Mind & Open-Heart), dengan begini kita akan cenderung mau mendengarkan dan berempati atas posisi masing2 dari dua kubu yang berseteru. Jangan menutup diri hanya mau menerima informasi dari pihak yang pro sama kita, dan langsung mencurigai, bahkan menolak berita dari semua yang kita anggap pro lawan kita.
4. Jadilah orang yang Independen (grounded). Jangan mudah anut grubyuk ikut2an pendapat seseorang atau satu kelompok. Jangan letakkan harga diri kita berdasarkan omongan orang lain tentang kita. Silahkan pro ini atau anti itu. Tapi jangan overdosis, sampai menganggap segala hal yang dari pihak kita pasti benar dan segala hal yang dari pihak lawan pasti salah.
5. Milikilah kerendahan hati (Humbleness) bahwa memang kita punya keyakinan tertentu tentang segala hal (politik, aliran pemikiran, dll) tapi dengarkan dengan empatik juga pendapat2 yang berlawanan dengan kita. Dan jika bukti2 menunjukkan kita memang salah, jangan sungkan2 untuk mengakui dan minta maaf.
*****
NB: Jadilah Follower blog ini dan berilah komentar. Silahkan sebar alamat sittus ini. Selama ada ide insyaallah ada tulisan baru. Terima kasih mengunjungi Perpustakaan kami.
Posting Komentar untuk "Berita hoax dan 5 tips untuk menghindari perangkapnya"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.