PASAL NO WORK NO PAY DIHILANGKAN?
Belum lama ini kelompok buruh kembali memperjuangkan kepentingan buruh yaitu berusaha menghilangkan pasal tentang No Work No Pay di Undang-undang Ketenagakerjaan (Cipta Kerja).
No work no pay artinya "Tidak bekerja tidak dibayar". Prinsipnya no work no pay sebagaimana yang dulu diatur dalam Pasal 93 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah pekerja/buruh tidak masuk kerja karena kemauan sendiri, bukan perintah pengusaha.
Lalu bagaimana jika tidak boleh bekerja karena perintah pengusaha? “Buruh yang tidak dibolehkan bekerja karena keinginan pengusaha, maka upah buruh wajib dibayar,” kata Hakim Ad Hoc PHI Jakarta periode 2006-2016 itu di sela-sela Diskusi Hukumonline 2022 bertema ”Tata Cara Melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sesuai dengan Peraturan di Indonesia”, Selasa (06/12/2022) tempo hari.
Masalah upah adalah masalah yang sangat sensitif. Bila masalah ini tidak berjalan dengan baik atau lancar, maka sangat berpotensi mengundang keributan yang tentu saja diawali dengan protes keras. Tidak peduli itu masalah tentang upah bulanan atau upah lembur.
Namun bisa saja terjadi ketika lembur namun barang bakunya tidak ada dikarenakan para truk pengangkut barang baku itu terjebak pada kemacetan yang sangat parah di sebuah jalan di kota. Tentu saja ini juga di luar perkiraan pengusaha dan pekerja. Ini sebuah kejadian yang sama sekali tidak dikehendaki bersama. Para pekerja praktis tidak dapat bekerja karena barang baku yang akan dikerjakan tidak ada. Mau menunggu sambil tidur, para pekerja juga merasa tidak enak.
Bila dalam keadaan demikian para pekerja tetap dibayar. Bahwa akan dibayar sesuai dalam keadaan para pekerja sedang bekerja atau dalam keadaan menganggur itu tergantung kesepakatan para pekerja dan pengusaha. Biasanya pemberian upah dalam bentuk insentif.
Bila dicermati, apa yang tertera dalam undang-undang sudah bersikap proposional alias tidak berpihak sana-sini. Karena keadaan sebenarnyalah yang dipakai menjadi rujukan.
Jika bunyi pasal tersebut dihilangkan begitu saja justru akan menjadi rancu dimana pihak pengusaha berpotensi dapat dirugikan karena bisa saja itu menjadi peluang bagi para pekerja untuk sering membolos tidak masuk kerja dengan berbagai alasan termasuk dengan alasan sakit, dimana ijin sakitnya diragukan meskipun ada surat dokternya. Dengan sering membolosnya para pekerja tentu merupakan pukulan tersendiri bagi para pengusaha.
Bila terjadi hal seperti yang demikian tentu devisi HR juga kerepotan, karena devisi HR selalu berdiri di tengah antara pengusaha dan pekerja. Padahal dapat dikatakan devisi HR adalah polisinya Perusahaan. Harus dipahami bahwa yang namanya perusahaan itu ya terdiri dari perusahaan dan pekerja. Tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Mereka adalah sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Bila dipahami yang namanya kelompok buruh tentu memperjuangkan kepentingan para buruh. Namun memang sebaiknya tidak bersikap apriori. Harus dapat melihat dan menilai secara objektif, bukan subyektif. Harus dapat bertindak secara adil dan bijaksana. Bagaimanapun pengusaha juga bekerja dalam rangka mencari nafkah untuk dia dan keluarganya. Secara makro, pemerintah akan kesulitan mengundang pengusaha untuk menjadi investor. Ganjalannya adalah adanya regulasi yang dirasa menyulitkan mereka.
Kontribusi yang baik harus berdasarkan atas integritas yang baik. Kita harus dapat hidup berdampingan secara baik. Tidak bisa menjalani kerja dengan saling mencurigai apalagi saling merugikan. Harus selalu dapat menyodorkan fenomena win-win solution.
Have a nice day.
NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.
Posting Komentar untuk "PASAL NO WORK NO PAY DIHILANGKAN?"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.