TATA CARA PENYELESAIAN DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL
Sebenarnya timbulnya masalah ini tidak dikehendaki oleh semua pihak. Dengan kata lain, semua pihak sudah berusaha untuk menghindari agar permasalahan ini tidak timbul. Namun apa daya, situasi dan kondisi yang tidak diinginkan terkadang memang tidak dapat dihindari. Apalagi kalau sampai masalah itu sampai melibatkan banyak pekerja, pasti banyak ramainya. Dapat memicu timbulnya demo.
Sebenarnya bila selama ini Perusahaan dapat berjalan dalam keadaan normatif dapat meminimalisasi timbulnya permasalahan ini. Setiap perkembangan Perusahaan sebaiknya perlu diberitahukan kepada para pekerja melalui perwakilan mereka yang diwadahi oleh Serikat Pekerja. Tidak perlu penjelasan berupa jumlah uang tapi cukup berupa grafik. Intinya masalah naik turunnya pendapatan perusahaan dapat diketahui dan dipahami oleh para pekerja. Sehingga para pekerja tahu prosesnya perjalanan perusahaan. Tidak misal tiba-tiba perusahaan mengatakan bahwa perusahaan rugi atau tidak punya uang. Itu akan mengagetkan para pekerja. Menimbulkan berbagai spekulasi, sekaligus berpotensi menimbulkan kegelisahan yang pada akhirnya berujung adanya rasa ketidakpercayaan dan ketidakpuasan kepada perusahaan. Rasa ketidakpuasan dapat menjadi bola salju yang semakin membesar.
Menangani timbulnya perselisihan diantara pengusaha dan pekerja (Perselisihan Hubungan Industrial) langkah pertama yang perlu diambil adalah diadakan dialog antara pengusaha dan pekerja. Pihak pengusaha biasanya diwakili oleh Manajer HR, sedang pihak pekerja diwakili oleh Serikat Pekerja (SP). Keadaan ini disebut perundingan bipartit.
Bila gagal melaksanakan perundingan bipartit, salah satu pihak dapat mencatatkan perselisihan mereka ke instansi ketenagakerjaan terkait untuk meminta keterlibatannya menyelesaikan perselisihan. Setelah pencatatan, instansi ketenagakerjaan pertama-tama wajib menawarkan kepada para pihak untuk memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase. Kesempatan itu diberikan hanya dalam waktu 7 hari kerja. Jika setelah lewat waktu para pihak tidak juga memilih baik konsiliasi maupun arbitrase, intstansi ketenagakerjaan tersebut melimpahkan penyelesaian perselisihan mereka kepada Mediator untuk Mediasi.
Penyelesaian melalui Mediasi dilakukan oleh Mediator yang berada di setiap kantor instansi ketenagakerjaan Kabupaten atau Kota. Dalam waktu 7 hari kerja setelah instansi ketenagakerjaan itu menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan, Mediator yang ditunjuk harus sudah mengadakan penelitian tentang duduk perkaranya dan segera bersidang.
Dalam sidang Mediasi, Mediator dapat meminta keterangan dari saksi maupun saksi ahli. Mediator juga dapat meminta pihak-pihak lainnya untuk dimintai keterangannya guna menyelesaikan perselisihan. Mereka yang diminta oleh Mediator untuk memberikan keterangannya wajib memberikan keterangan itu termasuk membukakan buku dan menunjukkan surat-surat terkait perselisihan. Dalam sidang Mediasi, Mediator wajib merahasiakan semua keterangan yang diminta.
Jika dalam sidang Mediasi tercapai kesepakatan, maka kemudian dibuat Perjanjian Bersama (PB) diantara para pihak dan disaksikan Mediator. Perjanjian itu kemudian didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak mmembuat Perjanjian Bersama. Setelah didaftarkan, para pihak mendapatkan akta bukti pendaftarannya yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Perjanjian Bersamanya.
Sebaliknya, jika sidang Mediasi tidak mencapai kesepakatan, Mediator mengeluarkan anjuran tertulis sebagai opsi penyelesaian. Anjuran tertulis itu harus sudah disampaikan kepada para pihak dalam waktu 10 hari kerja sejak sidang Mediasi pertama dilaksanakan. Terhadap anjuran itu para pihak harus sudah memberikan jawabannya juga secara tertulis kepada Mediator, apakah mereka menyetujui atau menolak anjuran yang diberikan – juga dalam jangka waktu 10 hari kerja.
Jika para pihak menyetujui anjuran tertulis, dalam waktu 3 hari kerja Mediator harus sudah selesai membantu mereka membuat Perjanjian Bersama secara tripatrit. Perjanjian Bersama baik dari bipatrit maupun dari tripatrit kemudian didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak membuat Perjanjian Bersama. Sebagai bukti pendaftaran, para pihak akan memperoleh akta bukti pendaftarannya yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Perjanjian Bersamanya. Jika salah satu pihak tidak melaksanakan Perjanjian Bersama, dan hal itu mengakibatkan kerugian pihak lainnya, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
Sebaliknya, jika pihak yang berselisih tidak memberikan pendapatnya mengenai anjuran tertulis, maka pihak tersebut dianggap menolak anjuran. Terhadap penolakan anjuran, salah satu pihak atau keduanya dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan mereka dengan mengajukan Gugatan Perselisihan Hubungan Industrial ke Pengadilan. Di sidang Gugatan Perselisihan kembali dianjurkan untuk ada perdamaian dari ke dua belah pihak. Bila tidak tercapai perdamaian dilanjutkan sidang sampai timbulnya keputusan sidang.
Sudah selesai? Belum. Harus menunggu terbitnya Surat Keputusan Eksekusi sebagai kekuatan hukum. Dengan demikian pihak yang menang harus bersabar menunggu terbitnya surat ini. Cepat atau lambatnya terbit surat ini tidak bisa diprediksi. Yang repot bila sudah terlanjur membayar Pembela tapi Surat Keputusan Eksekusi belum terbit juga. Ini yang payah.
Bertempur di Pengadilan seperti bertempur dalam peperangan, perlu ada pengaturan bagaimana seninya berperang.
Have a nice day.
Posting Komentar untuk "TATA CARA PENYELESAIAN DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.