KONSISTEN ATAU TIDAK KONSISTEN ADALAH SEBUAH PROBLEMA (TERUTAMA DALAM MEREKRUT CALON PEKERJA BARU)
Ini adalah sebuah problem para Manajer HRD. Sebenarnya sebuah problem yang sederhana, namun dapat pula dipahami sebagai problem yang tidak sederhana. Bahkan oleh pihak luar yang bersangkutan dengan adanya masalah ini menjadi masalah yang sangat berat dan serius. Bahkan dapat membuat stres berat.
Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa salah satu tugas bidang HRD adalah merekrut calon pekerja baru. Dan perekrutan itu sangat bergantung kepada kebutuhan bahkan juga bergantung pada besarnya anggaran perusahaan. Dan di luar sana sebenarnya sudah banyak pilihan kita akan memakai jasa perusahaan konsultan atau membeli aplikasi untuk perekrutan mencari sumber daya manusia terkait untuk dipergunakan sebagai calon pekerja baru di perusahaan kita. Mereka menawarkan tentang cara membuat asesmen (hiring plan), pilihan alat ukur psikologis (itelegensi, kepribadian, kepemimpinan, motif), Applicant Tracking System, dan sebagainya, yang kesemuanya bertujuan untuk mengurangi banyaknya administrasi rekrutmen yang memusingkan. Dengan kata lain untuk memahami lebih dalam sesuai hasil asesmen yang sudah diambil oleh kandidat yang akan kita ambil sebagai calon pekerja baru. Tentunya sudah melalui screening.
Yang sering membuat masalah salah satu contohnya adalah tentang akan merekrut calon pekerja baru untuk level lulusan SMA sederajat. Mengapa dibutuhkan yang level SMA sederajat? Karena berdasarkan jobdesk yang ada pekerjaan itu cukup ditangani oleh mereka yang lulusan dari level SMA sederajat. Lagipula itu karena sudah disesuaikan dengan kekuatan anggaran perusahaan.
Namun pada kenyataannya, biasanya, timbul permasalahan yang sangat rumit. Karena begitu berita lowongan kerja dibuka maka masuklah banyak pelamar dari berbagai jenis. Mulai dari yang sudah pernah bekerja (dengan berbagai level pendidikan), juga dari mereka yang baru lulus dari level sarjana. Padahal yang semula dicari adalah cukup hanya dari lulusan level SMA sederajat.
Padahal seperti yang kita ketahui, terlepas dari level pendidikan, kualitas sumber daya manusia tidak hanya ditentukan kecakapan teori dan praktik, melainkan juga motivasi kerja, tanggung jawab, serta sikap yang bersangkutan. Dan jangan lupa, penyeleksian mencari calon pekerja baru dari lulusan SMA sederajat tidak pasti lebih mudah dari penyeleksian calon pekerja dari level lulusan sarjana.
Di satu sisi, mengetahui mempunyai banyak pesaing tentu saja membuat para lulusan SMA sederajat menjadi pasrah. Menjadi mati kutu. Merasa kalah sebelum perang. Di sisi lain, para lulusan sarjana juga merasa kuatir jangan-jangan pihak HRD konsisten hanya mencari yang lulusan SMA sederajat seperti informasi lowongan kerja yang disebarkan. Padahal mereka sudah siap mental untuk turun level di kelas lulusan SMA sederajat. Memang pada umumnya lulusan SMA sederajat dihargai dengan gaji per bulan sesuai upah minimum yang berlaku di daerah itu, sedang lulusan sarjana menerima gaji lebih di atas itu.
Di sinilah letak kebingungan Manejer HRD: Akan tetap konsisten mencari lulusan SMA sederajat ataukah menerima lulusan sarjana yang mau dengan menerima gaji upah minimum sebulan? Kan lumayan. Tentu saja.
Padahal sebuah pilihan membawa sebuah konsekuensi. Bagaimana pun setiap orang apalagi dilihat dari level pendidikan pasti mempunyai kekurangan dan kelebihan sendiri.
Bersikap konsisten atau tidak konsisten adalah sebuah problem tersendiri. Dalam hal apapun. Semuanya juga akan membawa sebuah konsekuensi sendiri. Padahal sebuah keputusan yang diambil tentu sudah melalui tahapan demi tahapan yang serius. Bahkan sangat serius. Mulai dari perencanaan, pengumpulan data, informasi, pengujian pendapat, sampai mengeksekusi keputusan.
Apabila kita tidak bersikap konsisten, maka kita perlu mencurigai diri kita sendiri. Apa yang terjadi dengan diri kita? Mengapa kita harus bersikap ragu-ragu? Apalagi kalau ujung-ujungnya hanya mencari yang menguntungkan. Hei, bukankah sebelum mengambil keputusan kita sudah berencana akan mengambil sesuatu yang menguntungkan? Haruskah kita akan menjilat ludah kita sendiri? Serendah itukah kehormatan kita?
Padahal kalau kita mau berpikir dan melihat lebih jauh ketika kita dapat berkontribusi ikut mengentaskan jumlah pengangguran di level SMA dan sederajat, kita telah berkontribusi besar kepada masyarakat dan negara. Kita harus mempunyai prasangka yang baik bahwa mereka hanya bisa sekolah di level SMA sederajat karena keadaan ekonomi keluarga. Bahwa mereka ingin mendapatkan pekerjaan juga karena mereka memiliki keinginan untuk membantu meringankan ekonomi keluarga. Bukan karena malas melakukan kuliah.
Dengan demikian bila kita konsisten untuk bersikap proposional kita sebenarnya tidak merugikan siapa-siapa. Kita tidak mendzolimi orang yang akan mencari nafkah sesuai dengan level yang dimilikinya. Sebaliknya bila kita bersikap tidak konsisten alias plin-plan kita kelak juga akan dihadapkan kepada sebuah pertanggungjawaban.
Tanpa bermaksud mengecilkan arti yang lain sebaiknya kita bersikap konsisten. Ini demi kebaikan semua pihak. Level yang lain nanti juga akan mendapatkan jatahnya sendiri. Kita juga akan dikenal sebagai orang yang bersikap konsisten. Teguh berpendirian. Sesungguhnya kehormatan diri kita terletak di situ.
Have a nice day.
Notes: Silahkan di klik tanda tiga baris di sebelah kanan atas lalu muncul kata ARSIP lalu di klik akan muncul pilihan bulan kapan tulisan dimuat. Terima kasih.
Posting Komentar untuk "KONSISTEN ATAU TIDAK KONSISTEN ADALAH SEBUAH PROBLEMA (TERUTAMA DALAM MEREKRUT CALON PEKERJA BARU)"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.