TIDAK TERDUGA
Terus terang saya merasa salut kepada teman yang pintar menulis cerita pendek, cerita bersambung, bahkan novel. Karena menulis sebuah cerita fiktif sangat diperlukan talenta dan keteguhan kosentrasi apalagi dalam menggali imajinasi dari berbagai materi dari sebuah judul. Membuat sebuah cerita fiktif entah itu berupa cerita pendek, cerita bersambung, atau novel tetap harus bermuatan data riil terkait dengan tempat yang dipakai dalam cerita.
Saya sendiri lebih nyaman dan senang menulis berdasarkan fakta riil meskipun juga disisipi tulisan hasil berimajinasi sendiri. Namun saat saya sekolah di sekolah lanjutan atas saya penah membuat sebuah cerita pendek. Pendek sekali. Sebuah tulisan fiktif. Saya tulis lagi ya? Tapi jangan ditertawakan lho, please..
TIDAK TERDUGA
Hari Minggu pagi ini aku jadi pergi ke Solo. Sebenarnya aku tidak ada rencana pergi ke Solo tempat kakek dan nenek bertempat tinggal. Mereka memang asli orang Solo.
Di Semarang aku sendiri mempunyai banyak kegiatan baik di tempat kerja, di kampus, di organisasi bahkan di rumah. Jadwal sudah kususun untuk bulan ini termasuk acara di hari Minggu.
Tiga hari yang lalu ibu sudah memberitahuku bahwa mungkin aku akan diminta pergi ke Solo karena ada acara syukuran menyambut bayi pertama putra dari tanteku yang bungsu. Sebenarnya ibu mengatakan akan pergi sendiri ke Solo bila kesehatannya tidak terganggu. Sedang ayahku sudah meninggal pada lima tahun yang lalu. Dan ternyata pada hari ini kesehatan ibuku terganggu, jadi tidak memungkinkan untuk pergi ke solo. Sedang adik lelakiku ada jadwal show main band bersama grupnya.
Bus yang kami tumpangi dalam keadaan tidak penuh penumpang ketika berangkat dari terminal. Cukup banyak penumpang tapi tidak terlalu penuh. Biasanya akan terisi tambahan di halte atau di beberapa titik tertentu.
Suasana di dalam bus cukup panas karena matahari dapat dengan bebas memancarkan sinarnya karena di langit tidak ada awan sedikitpun. Belum lagi ditambah keramaian dengan adanya aksi para pengamen yang naik bergantian di titik halte atau di tempat pengambilan penumpang. Tidak semua pengamen bersuara jelek meskipun kebanyakan mereka terlihat asal mengeluarkan suara. Sudah bersuara jelek fales lagi. Irama lagu dan suara penyanyinya saling bekerjaran. Seperti berkendara tanpa memperdulikan rambu-rambu lalulintas. Saling menyalip. Untung kalimatnya lucu. Jadi lumayan untuk hiburan.
Meskipun bus jurusan Semarang Solo dan sebaliknya ada tersedia banyak sekali, tetapi penumpang tidak pernah sepi. Berdasarkan fakta banyak pekerja atau penduduk di kota besar banyak yang berasal dari Solo dan sekitarnya. Dan itu sampai ke Sragen, Karanganyar, Wonogiri, Klaten, Boyolali, dan sebagainya. Konon setiap sepuluh menit berangkat satu bus jurusan Semarang Solo dan sebaliknya. Jumlah penumpang dan bus jurusan Semarang Solo dapat dikatakan paling menjuarai dibanding jurusan kota yang lainnya.
Ketika bus sampai di ABC Salatiga seperti biasanya bus berhenti untuk mengambil penumpang. Ada beberapa penumpang yang naik. Diantaranya seorang wanita yang sebaya denganku. Karena sebelahku kosong maka kupersilahkan duduk di tempat itu. Dan tentu saja wanita itu mau karena tempat duduk di tempat lain sudah terisi penuh. Terdengar kernet bus berteriak memberi aba kepada sopir untuk berangkat lagi.
Daripada sepi kuajak bicara wanita itu.
"Mau ke Solo mbak?" Tanyaku sambil tersenyum.
"Iya." Jawabnya pendek. Tapi pakai senyum juga.
"Masih kuliah ya?" Tanyaku lagi.
"Iya." Jawabnya pendek lagi. "Tapi sambil kerja," Tambahnya.
"Wah, kita sama dong." Balasku sambil tersenyum.
Dia juga tersenyum manis. Dilihat dari penampilannya dia gadis yang bersahaja. Tidak ada kesan berlebihan. Pembawaannya sangat sopan dan menghormati lawan bicara.
"Kuliah di jurusan apa mbak?"
"Psikologi."
"Wah sama lagi dong.." Kataku sambil tersenyum.
Dia juga tersenyum.
Sejenak kami terdiam. Kemudian..
"Boleh tahu namanya mbak?" Tanyaku lagi.
"Ratih Tunjung Sari."
Deg. Kali ini aku kaget. Kaget sekali malah. Rasanya seperti mimpi.
"Ratih Tunjung Sari si penulis hebat itu? Yang mempunyai banyak penggemar itu? Yang tulisannya seperti magnet itu?" Tanyaku serasa memberondong karena saking kagetnya itu.
"Iya." Jawabnya pendek dan tersenyum. Menunjukkan sebuah sikap yang sombong? Entahlah. Aku sungguh tidak tahu.
"Lho mbak Ratih Tunjung Sari tulisannya sangat menginspirasi lho? Di tulisannya pasti ada sesuatu lho? Mempunyai daya tarik yang aneh lho?" Kataku memberondong lagi.
Seperti biasa dia tersenyum manis.
"Wah tidak menyangka lho dapat bertemu dengan mbak Ratih Tunjung Sari di bus ini. Di perjalanan ini." Kataku lagi.
Aku melanjutkan kataku, "Mbak Ratih Tunjung Sari walaupun belum pernah mendapat penghargaan secara resmi tapi dari berbagai media sosial yang ada terlihat banyak sekali yang menyukainya. Penggemarnya bertebaran ada dimana-mana. Banyak yang kagum padanya." Kataku apa adanya. Info itu kubaca dari beberapa media sosial yang ada. Anehnya, meski namanya dikenal oleh banyak orang tapi dia jarang menunjukkan batang hidungnya.
"Karier menulisnya dimulai dari mana mbak?" Tanyaku ingin tahu.
"Ya biasa saja. Saat saya masih sekolah lanjutan pertama."
"Wah hebat sekali. Tidak pernah kursus ya mbak."
"Tidak pernah. Belajar sendiri saja."
"Wah hebat. Pasti banyak para pria yang mengejar ya mbak?" Tanyaku pengin tahu.
Dia tertawa pendek. "Para pria harus diberi pelajaran." Katanya.
"Lho maksudnya?" Tanyaku bingung.
"Ya agar mereka tahu bahwa kita sebagai wanita tidak mudah digampangkan." Katanya seolah memberi pesan.
"Setuju." Kataku. "Tapi kalau boleh tahu mbak sudah punya pacar belum?"
Dia tersenyum. "Banyak yang mengutarakan cinta tapi aku tidak mau."
"Wuih, gila benar. Sampai sebegitunya ya mbak? Banyak yang ngantri dong." Kataku bertambah kagum.
Tiba-tiba ada pesan masuk di HPku. Dari teman kuliahku menanyakan nomor induk kependudukanku untuk mengisi sebuah formulir di kampus. Kuambil dompetku untuk mengambil KTP. Ketika aku memegang ktp tiba-tiba bus berhenti menyentak rupanya sedang berusaha untuk mengerem mendadak untuk menghindari agar tidak menabrak sebuah kendaraan yang tiba-tiba mogok di tengah jalan.
Tentu saja KTPku terjatuh. Dan wanita itu yang mengambilkan.
"Wah terima kasih mbak." Kataku tulus.
Wanita itu tidak menjawab. "Saya akan turun di sini". Katanya.
"Lho mbak kan akan ke Solo? Ini baru sampai di daerah Boyolali?"
Tanpa memandangi wajahku wanita itu berkata, "Tidak apa. Kakak saya akan menjemput."
"Lha mending minta di jemput di terminal sekalian saja to mbak?" Kataku lagi.
"Tidak. Turun di sini saja." Dia berkata begitu dan memberi perintah kiri kepada kernet bus. Dan tanpa basa basi lagi dia langsung turun dari bus.
Wanita yang aneh, pikirku. Wanita yang misterius. Ah, perjalanan kali ini telah membawaku pada sebuah pengalaman yang sungguh tidak akan terlupakan. Sebuah pengalaman yang sangat unik sekali.
Oh ya, para pembaca belum tahu namaku ya?
Baiklah. Perkenalkan, namaku adalah: RATIH TUNJUNG SARI.
NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.
Posting Komentar untuk "TIDAK TERDUGA "
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.