Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SEMUA TERGANTUNG NIATNYA, SOAL TAKDIR TERSERAH TUHAN SAJA

Semua tergantung niatnya. Saya kira anda setuju. Dan itu pula saya kira yang dimaui oleh Tuhan. Tapi ya memang ada tatacaranya. Misal anda mau sholat Asar kok lupa atau keliru membaca niat sholat Dhuhur, asal saat itu anda betul-betul lupa, Tuhan akan mengampuni kesalahan anda. Tapi bila tiba-tiba anda teringat kalau tadi salah niat, dan waktu sholat Asar belum habis, anda harus segera mengulanginya. Kalau teringatnya setelah waktu sholat Asar sudah lewat ya apa boleh buat..


Lain lagi bila MISAL anda lupa membaca Surah Al Fathehah, terus nyelonong baca Surah Al Iklhas, itupun asal-asalan,  ya tidak boleh. Surah itu baku. Seperti jumlah sholat wajib. Diciptakan oleh Alloh SWT dalam bentuk paket. Ada maksudnya,  ada tujuannya, bahkan kadang ada kisahnya. Tidak bisa dipisah-pisah. Dicampur aduk semau gue adalah dosa. Disamping itu menunjukkan yang bersangkutan tidak ada niat untuk menghafal surah kalaupun alasannya lupa.

Terkait frasa “tergantung niatnya”, seperti diskusi tentang koperasi tempo hari di komunitas kami, ya itu memang juga tergantung niatnya. Walau yakin kalau MISAL koperasi itu salah karena kegiatan simpan pinjam (karena dianggap riba), kalau di sisi lain  inginnya menolong orang, mengapa tidak? Lho, kegiatan koperasi tidak semuanya bersifat riba lho. Jual beli barang ya tidak riba. Jual baju, alat tulis, alat rumah tangga, pulsa, dan sebagainya. Ada juga kok koperasi yang tidak melayani simpan pinjam. Hanya jual beli barang dan jasa. Tapi namanya ya tetap koperasi. 

Guno Display
Bagaimana dengan Bank? Saya tidak tahu persisnya. Yang jelas, nyatanya dalam kehidupan sehari-hari kita secara pribadi dan perusahaan tidak lepas dari denyut nadi kerja Bank. Minimal ATM (tabungan) kita punya. Jadi apakah anda akan mengatakan bahwa Bank itu haram begitu saja? Apakah anda siap berkonsekwensi? Tidak mempunyai simpanan di Bank? Ya monggo saja. Setiap orang punya prinsip yang berbeda, dan itu sah saja.

Dulu saya pernah dicurhati teman yang bekerja jadi Manejer HR di sebuah hotel. Dia bilang mau keluar. Dia bilang kok rasanya tidak nyaman rasanya. Menurut dia rasanya gajinya ada yang dari hasil transaksi haram yaitu hasil jualan dari minuman keras. Memang hotelnya banyak disinggahi orang asing. Dan tahu sendirilah kebiasaan mereka. Tapi tentu tidak semua tamu asing begitu. Saya bilang kalau rasanya tidak nyaman ya bagaimana lagi. Tapi kita adalah orang profesional, saya kira cari kerja di tempat lain banyak kok yang membutuhkan. Dan ternyata  dia betul keluar dari kerja dari hotel. Padahal dia kerja di hotel yang sangat besar, mapan dan bonafid. Sekarang bekerja di sebuah pabrik. 

Bagi orang lain, mungkin punya pemahaman yang berbeda. Pokoknya saya niat ingsun bekerja cari nafkah untuk keluarga, bahwa orang lain mau begini begitu ya terserah saja.

Pernah juga seorang teman yang  bekerja di Rumah Sakit, mencurahkan isi hatinya. Ini malah terasa aneh lagi. Keluhannya  hampir seperti itu, yang intinya tidak nyaman. Dia merasa gajinya seperti mengharap dari orang yang sedang menderita sakit katanya. Semakin banyak orang yang sakit, yang notabene adalah orang yang sedang susah karena sakit,  semakin banyak yang sakit, gajinya semakin survive, bahkan ke depan bisa bertambah lagi. Dengan kata lain, dia dapat gaji dari “di atas penderitaan orang lain”. Dan dia betul keluar dari pekerjaannya. Waduh.. Saya kira pemahaman ini perlu diluruskan. Di satu sisi mungkin, pemahaman seseorang itu memang benar. Di sisi lain, ada pemahaman yang salah.

Ada cerita lain lagi. Ada orang yang bekerja sebagai Masinis kereta api. Dia mengeluh karena selalu tidak pernah bisa melaksanakan sholat wajib tepat pada waktunya. Dia sangat takut itu akan mendatangkan amarah Alloh SWT di alam akhirat nanti. Niatnya sungguh bagus, dan itu sebenarnya ada solusi alternatifnya yaitu diqodlo atau dirangkap. Tapi ya memang itu tergantung pada berdasarkan kemantapan hati. Kalau sudah merasa tidak nyaman, mau bilang apa? Dia mau keluar dari pekerjannya. Dulu sewaktu muda,  semasa baru saja bekerja, tidak terpikirkan soal ini. Tapi sekarang serasa menghantui. Lagipula niat yang baik, kejadian sesudahnya belum tentu pasi akan baik,  meskipun ujung-ujungnya nanti insyaallah ya berakhir dengan baik seperti yang diniatkan pada  awalnya. Hasil yang baik itu akan terjadi di alam akhirat nanti. Dan semua itu tentu kembali ke ketentuan Tuhan. Dialah pemegang sejati atas otoritas dan takdir seseorang. 

Seperti misalnya nasib sungguh tak mengenakkan menimpa Moaz al-Kasasbeh, seorang pilot angkatan udara Yordania yang tertangkap dan dibakar hidup-hidup oleh ISIS. Di video yang diedarkan ISIS, Moaz tampak tegar dalam menghadapi proses kematiannya yang tragis. Padahal di mata teman-temannya banyak orang yang mengenal Moaz sebagai orang yang sangat baik. Santun dan taat dalam beribadah, dalam melaksanakan perintah Tuhan. Menurut keterangan istrinya setiap pagi hari dia pasti mengaji membaca paling tidak 10 lembar halaman Al Qur’an.

Guno feed
Nah. Sebuah niat haruslah beralaskan kosistensi. Tidak mencla-mencle. Itu suatu keharusan. Sadar akan konsekuensi, dan selalu siap menerima apa saja takdir dari Tuhan dengan tanpa mengeluh. Apapun yang akan terjadi. Sangat bulat dalam berserah diri. 




Notes: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lain. Terima kasih.

Guno Artikel

Posting Komentar untuk "SEMUA TERGANTUNG NIATNYA, SOAL TAKDIR TERSERAH TUHAN SAJA"