Pemanfaatan ber WA grup bagi kita
Seniman panggung. Adalah sebuah penyematan gelar prestise bagi mereka yang sukes membawa diri ber-action di atas panggung. Atraksi pembawaannya di atas pangung sangat memukau, membuat tekesima. Menghipontis semua orang. Membuat haru, membuat senang, bahkan bisa membuat menangis. Ada juga yang bisa membuat pingsan. Taruhlah nama Elvis Presley, Michael Jackson, atau artis-artis dari mancanegara yang lain. Mereka banyak jumlahnya. Dari Indonesia pun ada. Tak hanya artis penyanyi atau film dan teater. Bahkan tokoh agama pun ada. Taruhlah almarhum KH Zaenudin MZ. Saat berdakwah tutur katanya bisa membuat menangis pendengarnya.
Dalam berdakwah, berpidato, atau menulis, esensinya sama: Menyampaikan sesuatu secara runut, menggugah, penuh kata-kata yang menyentuh, menarik simpati, masuk akal, menghidupkan logika - melogikan hidup, komplit, terasa ada strategi dalam penyampaiannya. Nada bicaranya bisa datar, melambung, menukik, menohok. Semua bisa direngkuh, disampaikan dengan manis. Maka apa yang disampaikan akan mempunyai daya magis, daya pesona, yang sulit diurai dan dicerna oleh otak manusia. Apa yang disampaikan akan bermain di dalam hati, bahkan bisa dibawa ke alam bawah sadar. Bisa dipastikan orang seperti ini pasti mempunyai banyak penggemar, yang jumlahnya ribuan dan akan terus bertambah. Dan bisa saja para pengemar ini kelak menjadi fanatik. Bagi kita yang orang awam mungkin (hampir pasti) berpendapat bahwa punya banyak penggemar yang fanatik pasti sangat senang karena disukai banyak orang. Ke sana ke sini diikuti dan di sorak-sorai sanjungan oleh sekian banyak penggemar. Diidolakan dan dipuja. Benarkah demikian? Ternyata tidak juga. Banyak artis top dunia yang merasa hidupnya jusru terkekang, terbelenggu, tidak leluasa. Hidup serasa dibatasi, serasa dipenjara. Kemana-mana dikuntit. Jangan harap bisa jalan-jalan santai sendirian. Atau rilek menikmati makanan di pinggir jalan, atau menonton bioskiop di gedung pertunjukan. Bahkan kehidupan pribadinya terus menerus di sorot, di kritik, atau bahkan disumpah-serapahi bila dianggap tidak benar oleh mereka, atau dicemooh bila tidak sesuai keinginan penggemar. Bahkan sejarah mencatat ada artis atau tokoh yang dibunuh oleh seorang penggemarnya. Mereka adalah "kepunyaan penggemar". Penggemar punya obsesi. Bahkan halusinasi. Ini semua membuat sang idola harus berhati-hati.
Dalam kemajuan tehnologi seperti sekarang ini: di facebook, WhatsApp, Twitter, likendl, Instagram, blog, dan lain-lain bisa memunculkan sosok idola yang kedatangannya selalu ditunggu-tunggu. Ini bisa karena soal wajah, sosok orangnya, atau hasil karyanya. Yang terakhir ini bisa bermacam-macam wujudnya. Bahkan hanya karena sebuah tulisan. Padahal dalam tulisan, coretannya bisa saja sebenarnya tidak spetakuler, alias biasa-biasa saja. Sederhana. Topiknya umum. Tapi caranya bertutur kata dalam tulisan terasa begitu mengigit. Mencerdaskan. Bikin orang terkesan, geregetan. Tulisannya bisa "mencuri" perhatian orang. Membuat orang takjub, terkesima, tersihir.
Semua orang pasti bisa menulis. Tapi tentu menulis yang tidak hanya sekedar menulis, tapi menulis "yang berisi", yang bisa membuat opini, yang bisa mempunyai daya magis, yang bisa meyakinkan orang, sudah pasti itu bukanlah suatu hal yang mudah. Oleh karena itu apabila ada yang bisa melakukannya, predikat "hebat" akan segera disandangnya. Diidolakan. Tulisannya akan selalu ditunggu-tunggu. Di setiap penampilannya si "aktor" akan dicermati. Dinanti. Diapresiasi. Si "aktor" bisa berbuat apa saja, menumpahkan segala hal. Tapi ya tetap ada koridornya.
Di facebook, blog. twitter, Instagram, likendl, email, seseorang bisa menjadi "aktor" seperti yang dimaksud di atas. Bisa action. Bisa menjadi "si pengambil hati". Di media-media tersebut kemungkinan ini sangat dimungkinkan. Tidak menutup kemungkinan seseorang untuk berkreasi positif, mengembangkan talenta, baik berupa foto atau tulisan. Bahkan di youtube sekarang ada vlog (video blog). Penonton sudah ada. Tinggal menghubungkan selera dengan orang banyak. Meskipun harus diakui khususnya para pembaca terdiri dari bermacam-macam latar belakang, baik itu budaya, pendidikan, umur, dan agama. Namun bagi "aktor" yang bisa bermain watak, fleksibel, multi talenta, dapat bermain intens, semua itu tidak menjadi masalah. Panggung medsos berada dalam genggamannya. Tapi ada juga dalam ber-WA seseorang malah menjadi "demam panggung", sadar dilihat oleh banyak orang, polahnya menjadi salah tingkah, postingannya terlihat lucu, kaku, dan payah. Tidak mutu. Malah mungkin tidak bermanfaat baik bagi dirinya sendiri apalagi bagi orang lain.
Intinya: di media sosial (medsos) kita bisa "action" bermain secara cerdas. Kita tentu sangat ikut prihatin bila kemajuan tehnologi (baca: medsos) hanya dimanfaatkan hanya untuk berabasa-basi. Tidak serius. Tidak bernilai. Tidak untuk mempertajam talenta dan kompetensi kita. Tapi untuk kegunaan yang biasa-biasa saja. Untuk selfi, untuk pamer, untuk bersombong ria. Lebih parah lagi bila untuk menyebarkan berita sampah, tidak mutu. Untuk memfitnah atau berbohong. Ngeri.
Contoh tragis misalnya, di facebook, di sana jelas terulis: "Apa yang Anda pikirkan?" Kalau kita lihat kebanyakan yang diposting (diunggah) adalah foto diri, foto dengan keluarga atau teman-teman, sedang liburan, beli barang baru, makan di restoran, acara ulang tahun, pernikahan, membahas hal-hal yang tidak perlu, berita hoax, dan lain-lain yang intinya tidak mutu atau tidak bermanfaat bagi orang lain.
Apakah itu salah? Tidak ada yang menyalahkan. Hanya tidak pas saja dengan apa yang ditanyakan. Jadinya ya lucu saja. Slenco, bahasa jawanya. Anehnya banyak orang yang melakukannya seperti tidak berdosa. Bahkan ada merasa bangga. Puas, bisa pamer.
Apakah disadari, unggahan yang bermaksud pamer apalagi memfitnah orang atau berbohong (hoax), nanti meskipun kita sudah meninggal postingan atau unggahan itu akan mendatangkan siksa setiap kali dilihat orang? Sebaliknya akan mendatangkan pahala bila postingan atau unggahan kita itu bermanfaat bagi orang lain setiap dilihat orang? Jadi, semakin banyak dilihat postingan (unggahan) kita, akan semakin banyak pula kita akan mendapatkan siksa atau pahala. Tergantung dengan niat apa postingan itu kita unggah. JADI BERHATI-HATILAH DALAM MENGUNGGAH ATAU MEMOSTING SESUATU.
Harus diakui diantara media sosial seperti tersebut di atas, WhatsApp yang paling banyak digunakan. Itu bisa dimaklumi karena penggunaan atau cara operasionalnya sangat mudah. Hampir mirip ber-sms. Apalagi ada fitur gambar (foto) dan video. Tambah mengasyikkan tentu. Dalam ber WA tentu sudah banyak dipakai untuk membuat grup. Ini memang dirasa sangat efektif dan efisien untuk perusahaan atau organisasi-organisasi kemsyarakatan atau antar anggota keluarga. Berita yang disampaikan akan cepat dilihat dan direspon. Tak hanya berita, tapi bisa berupa foto, video, bahkan musik mp3. Di perusahaan akan sangat berguna bagi pelaksanaan tugas-tugas perusahaan, demikian pula yang untuk organisasi maupun silaturahmi antar anggota keluarga. Yang sangat dicermati jangan sampai dalam bermedsos (termasuk WA), justru terjadi hal-hal yang tidak diinginkan: berbuat sombong, pamer, menyakiti perasaan orang, menipu, menghasut, mefitnah, selingkuh, salah paham, mengambil keuntungan (utamanya materi), dan sebagainya.
Yang pernah saya lakukan dalam ber WA grup:
1. Di komunitas kami, kaum profesioanal Manajer HRD: Perhimpunan HRD Jawa Tengah, pernah diadakan acara "BintangTamu" yaitu di tanggal tertentu yang disepakati (biasanya hari Jum'at malam Sabtu jam 20.00 sampai dengan jam 22.00 WIB, si Bintang Tamu diinvite ke dalam grup, setelah selesai mengobrol di lepas atau dikeluarkan. Bahan obrolan bisa dimulai dari yang ringan-ringan saja: kota asal, keluarga, hobi dan lain-lain, baru kemudian masuk ke hal-hal yang substansial. Formatnya si Bintang Tamu ditanyai atau malah bertanya untuk meminta saran dan masukan. Bila waktunya tidak mencukupi ya janjian lagi akan disambung kapan lagi. Profesi Bintang Tamu bisa dari berbagai kalangan yang terkait dengan profesi kami. Malah pernah mengundang seorang ahli mendidik anak.
2. Bila ada anggota yang berulang tahun atau mendapat prestasi tertentu kita beri ucapan selamat secara beramai-ramai.
3. Setiap Minggu malam jam 20.00 WIB saya adakan acara Tembang Kenangan. Tidak harus lagu jaman dulu karena sekarang banyak para Manajer HRD di grup kami bergenerasi milenial (kelahiran tahun 1980 - 2000). Bisa lagu Indonesia atau barat, tapi yang jelas berjenis pop. Bukan ndangdut atau campursari atau yang lain.
4. Ini belum pernah saya lakukan, tapi sangat mungkin untuk dilakukan. Misal anda akan melakukan reuni dengan teman-teman SMP atau SD, SLTA. Keberadaan mereka sekarang tentu sulit dilacak sehingga susah diketahui. Mau diiklankan pasti berbeaya mahal, dan juga belum tentu dilihat orang. Maka dengan membuat pengumuman dan meminta tolong disebarkan di WA grup yang anda ikuti, insyaallah akan ketemu teman-teman yang kita cari. Pengumuman itu misal berbunyi begini dan diunggah di grup yang kita ikuti: Pengumuman, kami dari SMP X Semarang angkatan lulusan tahun 1979 akan mengadakan reuni pada tanggal sekian dan ada Grup WA Alumni SMP X angkatan lulusan '79 bisa menghubungi Retno (misal) di nomor WA sekian. Kepada bapak ibu yang ada di grup ini dimohon bantuannya bila kenal dengan teman-teman kami tersebut. Terima kasih. Semoga amal baik bapak ibu mendapat pahala dari Tuhan yang maha kuasa.
Selamat mencoba..
NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.
Posting Komentar untuk "Pemanfaatan ber WA grup bagi kita"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.