MENCAPAI PROFESIONAL ITU ADA TAHAPANNYA
Profesional= Komitmen + Konsisten + Kompeten.
Siapa sih yang tidak ingin mendapat predikat profesional? Banyak orang yang ingin disebut begitu. Profesional adalah sebuah sebutan penghargaan yang prestisius. Menempati posisi yang tertinggi. Tapi ada juga yang mengakui belum pantas disebut begitu. Ada juga yang merendah, meskipun sebenarnya dia cukup layak disebut sebagai insan yang profesional tapi dia tidak mau disebut begitu.
Itu dalam bahasa pergaulan di masyarakat, yang terkadang tidak luput dari sekedar basa-basi. Dalam kenyataanya, sebutan profesional memang ada dan itu ditunjang akan kemampuan seseorang. Keprofesionalan tidak bisa ditutup-tupi. Dia sangat jelas kelihatan dan bisa dinilai, tidak hanya sekedar dirasakan. Dan sebutan profesional adalah sebuah pengakuan dari masyarakat, bukan pengakuan dari seseorang.
Tolok ukurnya seperti rumus di atas. Itu atas hasil kesepakatan kaum praktisi, dan berlaku di berbagai bidang. Setiap orang bisa saja menjadi begitu dan bisa memenuhi syarat begitu. Bahwa itu tidak mudah, saya sangat setuju. Tapi itu bukan sesuatu yang rahasia, bukan sesuatu yang absurd, sesuatu yang mustahil, sesuatu yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Syarat utamanya: Ulet, rajin, dan telaten. Semudah itu? Tidak juga.
Pertanda orang profesional:
Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang pekerjaan; sangat menguasai peralatan yang digunakan; menguasai ilmu; Berpengalaman: punya kecerdasan, punya intuisi yang peka di bidangnya; Mampu menerapkan pengetahuan yang berkenaan dengan bidangnya; Sangat meyakini kebisaan yang dimikinya.
Menurut Harris (1950) ruang gerak seorang profesional akan diatur melalui etika profesi yang distandarkan dalam bentuk kode etik profesi. Pelanggaran terhadap kode etik profesi bisa dalam berbagai bentuk, meskipun dalam praktrek yang umum dijumpai akan mencakup 2 kasus utama, yaitu:
a. pelanggaran yang tidak mencerminkan respek terhadap nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh profesi itu. Memperdagangkan jasa atau membeda-bedakan pelayanan jasa atas dasar keinginan untuk mendapatkan keuntungan uang yang berlebihan ataupun kekuasaan merupakan perbuatan yang sering dianggap melanggar kode etik profesi.
b. Pelanggaran terhadap perbuatan pelayanan jasa profesi yang kurang mencerminkan kualitas keahlian yang sulit atau kurang dapat dipertanggung-jawabkan menurut standar maupun kriteria profesional
Modal mulanya yang terutama memang niat. Tapi tentu saja tidak cukup dengan itu. Harus mau terus belajar, belajar, dan belajar tiada henti. Membuka cakrawala wawasan dan terus berkembang. Pasang mata dan telinga. Otak dan hati yang siap mengolah. Mempunyai komitmen. Komit berarti tak kenal lelah. Terus melaju. Memang ada saatnya untuk refereshing, untuk jeda. Tapi bukan untuk berhenti. Ibarat mobil jangan sampai turun mesin. Di samping berbeaya mahal juga makan waktu yang relatif tidak sebentar untuk kembali siap pakai. Dalam refereshing pun kadang menemukan sebuah ide. Dan ide itu bisa karena sesuatu yang terjadi pada orang lain atau karena sebuah peristiwa. Ide bisa datang berseliweran. Jangan pernah menutup diri dari ide. Ide itu mahal. Jadi sangat disayangkan ketika dibiarkan lewat begitu saja. Komit tak pernah mengenal kata diam, dia bersifat dinamis bukan statis.
Komit adalah sebuah konsekuensi atas pilihan kita. Bila kita terganggu oleh suatu hal yang bisa membuat kita menyeleweng dari komitmen kita, bertanyalah kepada diri sendiri: Apakah ini merupakan masalah besar? Biasanya tidak besar dan hanya mencuri perhatian. Apabila ada masalah besar, bisa disiasati. Meskipun dengan jalan kompromi. Jadi apabila mengalami kesulitan cobalah membuat kompromi dengan masalah itu. Tak apa, karena kompromi adalah juga merupakan sebuah solusi. Kompromi tidak berati kita kalah, tapi berstrategi. Yang penting adanya masalah baru jangan sampai membuat kita keluar dari koridor dari komitmen yang ada. Justru jadikanlah dia untuk lebih mengayakan ide atau materi kita. Jadi penyemangat.
Komit seperti sebuah janji, sebuah pilihan, sebuah penyerahan hati, sebuah eksisitensi diri, sebuah tanggung jawab. Harus mantap. Siap berbeda dengan pendapat orang lain, meskipun tidak harus begitu. Komit sesungguhnya adalah sebuah perjuangan. Perlu kosentrasi dan fokus, perlu tenaga ekstra, dan bukan berarti menutup diri. Tetap terbuka dengan pendapat orang lain. Siap mendengarkan. Siap berdiskusi. Siap belajar. Siap membangun jaringan. Komit adalah kata hati, tapi mata dan telinga harus tetap dibuka. Juga otak dan hati. Dengan komit kita berusaha untuk terus berjalan lurus. Komit adalah sebuah nilai.
Adapun pertanda orang yang mempunyai komitmen adalah sebagai berikut: Berpegang teguh terhadap sesuatu baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain, mempunyai tujuan atau goal tertentu yang ingin dicapai, bila terkait perjanjian akan aktif terlibat dalam suatu komitmen dan bertanggungjawab dengan isi perjanjian, mempunayi kesetiaan (loyalitas) terhadap tujuan yang ingin dicapai.
Mempunyai konsistensi. Konsisten adalah sebuah keteguhan. Konsisten adalah penjaga komitmen. Dia akan membunyikan alram ketika komitmen mulai tidak komit. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Konsisten berarti: tetap (tidak berubah-ubah); taat asas; ajek; selaras; sesuai, contohnya: perbuatan hendaknya sesuai dengan ucapan. Jadi jika kita uraikan, Konsisten dapat berarti sifat yang selalu memegang teguh pada prinsip yang telah dicanangkan dalam diri seseorang. Tidak mencla-mencle, tidak berjalan zig-zag. Itu bisa membingungkan orang lain. Bahkan diri sendiri.
Harus diakui hidup di dunia ini penuh kedinamisan, penuh pilihan. Dan wajar saja ketika kita memilih yang lebih enak, lebih gampang. Lebih simpel. Lebih murah. Akibatnya, disadari atau tidak, kita jadi gampang untuk tidak konsisten. Alasan umum yang sering dipakai: Hidup hanya sekali, kenapa pilih yang ribet? Padahal dalam menjalani hidup berlaku teori barbel: Semakin berat beban yang kita angkat sesungguhnya kita semakin kuat.
Tuhanpun tahu hidup ini sangat berat, begitulah sepenggalan syair lagu Utha Likumahua dalam lagu Esok Kan Masih Ada. Dan itu benar. Konsisten sangat dihargai oleh banyak manusia begitu juga oleh Tuhan. Konsisten adalah memendam sebuah keyakinan, yakin atas keniscayaan, sebuah permata di antara emas yang berceceran. Konsisten adalah rutinitas. Kegagalan yang sesungguhnya adalah ketika kita berhenti dari sesuatu. Alasannya lebih ke pribadi, bukan unsur yang lain. Mungkin yang datang yang lain itu, adalah hanya sebuah alternatif, atau jangan-jangan hanya sebagai penghibur diri? Lantas kita dengan mudahnya bilang: Apa yang kemarin itu sebenarnya bagus, tapi berhubung ribet, jadi ya begitulah.. Intinya: Ya jadi tidak konsisten. Ada yang kalah dalam dirinya. Oleh siapa? Oleh dirinya sendiri.
Konsisten, keteguhan, tahan banting, adalah sebuah upaya. Bisa jadi kelak menjadi sebuah karakter. Sebuah budaya dalam diri seseorang. Konsisten adalah sebuah harga diri.
Pertanda orang yang konsisten: Sangat menyadari susahnya memulai langkah, tapi itu tidak menyurutkannya dalam menapaki langkah dan tidak membiarkan orang lain untuk mengubah keputusannya; Sangat menyadari bahwa segalanya harus melalui proses dan itu sangat penting. Mungkin perjalanannya tidak secepat yang diharapkan tapi itu tidak membuat berputus asa. Apalagi ada pikiran untuk berhenti: Mempunyai pendirian yang teguh. Meski tahu bahwa kegagalan bisa saja terjadi karena kurangnya pengalaman dan ilmu; Pantang menyerah dan menelan ludah kembali; Selalu siap untuk diandalkan.
Kemudian mempunyai kompetensi. Kompeten adalah ketrampilan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik. Kompeten sangat terkait dengan unjuk kerja. Pekerjaan yang dimaksud adalah bukan harus dan hanya bagi pekerjaan yang berkesan tinggi, berkelas, atau moderen dan ribet, bisa juga yang terlihat sederhana dan ringkas.
Kompeten bisa berarti: piawai, kapabel, lihai, ahli, mahir, mengusai sesuatu. Terlihat berat ya? Kompeten memang bukan sesuatu yang instan. Butuh proses, butuh tahapan. Perlu banting tulang. Tapi semua itu bisa dilakukan. Tidak tergantung pada kecerdasan tapi pada usaha yang keras. Terus belajar, berlatih, berlatih, dan berlatih. Jiwa kompeten harus dibangun dalam diri kita. Tidak ada yang mengenal dengan baik diri kita selain diri kita sendiri dan Tuhan.
Langkah pertama, pacu terus passion anda. Semangat harus menyala terus. Tapi tidak terus ngawur. Harus terjaga dan terarah. Langkah ke dua, teruslah berobservasi. Jangan cepat puas dengan apa yang sudah anda miliki. Perkembangan dunia semakin cepat. Dari mulai tehnologi, bisnis, budaya, hingga yang hanya berupa berita hoax. Alhasil kita harus persesuasif. Kita sendiri harus siap berubah. Tidak harus di jalan yang lama. Yang penting jadi kompeten. Tidak perduli anda adalah sarjana lulusan dari bidang tertentu. Anda harus berani berubah jalur kalau harus memang begitu. Tidak perlu gengsi. Anda justru akan turun gengsi bila tidak bisa survive. Mandek, menggeletak, terus mati.
Langkah ke tiga: Investasikan waktumu, uangmu, intelgensimu, pengetahuanmu, atau apa saja, sehingga kelak menjadi suatu tabungan yang berharga, suatu kekuatan yang maha dahsyat. Di masa kini banyak bersliweran informasi, baik yang bersifat berita atau ilmu pengetahuan yang berbau kekinian maupun ilmu pengetahuan yang dulu tapi terus berkembang dan dikembangkan. Jangan malu untuk belajar dari orang lain. Apalagi ini jaman internet, segala bentuk informasi tersedia dan tersaji di depan mata. Sangat kebangetan bila anda malas membukanya. Selalu hauslah akan pelajaran. Jangan pernah berhenti belajar karena kehidupan tidak pernah berhenti memberikan pelajaran.
Langkah ke empat: Jangan pernah merasa alergi terhadap kritik. Muhammad Ali si petinju legendaris dan sering tak terkalahkan tetap mempunyai seorang pelatih. Padahal kalau si pelatih itu diajak bertanding dengan si pelatih ya si pelatih jelas akan kalah. Muhammad Ali membutuhkan seorang pelatih karena dia membutuhkan seorang penilai dalam bertinju. Di evaluasi, dinilai dari yang terburuk sampai yang terbaik dari apa yang telah dilakukan. Bahkan tidak hanya dalam hal bertinju tapi di bidang kehidupan yang lain juga. Kritikan akan mengayakan ilmu anda. Lawan debat adalah kawan dalam berdiskusi.
Langkah ke lima: Kompeten anda akan bernilai ketika bisa bermanfaat bagi orang lain. Percuma bila kompetensi anda hanya berguna bagi anda sendiri. Itu bisa dikatakan tidak bernilai apa-apa. Atau dijual dalam arti yang sebenarnya. Kompetensi anda bernilai materialistis.
Jadi menjadi profesional tidaklah gampang, meskipun bukan mustahil untuk diraih. Jalan berliku, penuh tantangan, bertahap, dan perlunya berinventasi adalah sebuah keniscayaan dan pasti terjadi. Teruslah berimprovisasi. Teruslah mengembangkan diri anda. Pertajam keprofesinalan anda. Menjadi profesional bukanlah titik akhir, anda bisa menjadi lebih hebat: Mega Profesional. Tingkatkan performa anda. Ingat, dunia selalu ada perubahan. Kejarlah ilmu sampai ke liang kubur.
Tidak perlu menegakkan dada ketika kita menjadi profesional. Nilai diri kita tidak hanya terletak pada keprofesionalan. Banyak hal yang dinilai dari diri kita. Memang profesional bisa menjadi pembeda, dan please, jangan terjebak pada hal-hal remeh yang justru bisa menumbangkan harga diri kita. Tegarlah pada hal-hal yang dapat memberikan kontribusi yang positif sehingga menjadi sesuatu yang bernilai secara positif di mata manusia dan Tuhan. Dan jangan lupa untuk selalu merendahkan diri. Buatlah Tuhan untuk tersenyum kepada kita.
NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar untuk mencari artikel selanjutnya. Terima kasih.
Posting Komentar untuk "MENCAPAI PROFESIONAL ITU ADA TAHAPANNYA "
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.