Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kontradiksi ada di sekitar kita

 Baru-baru ini nama Reynard Tambos Maruli Tua Sinaga, seorang mahasiswa Indonesia yang mengambil Program Doktor di Unversity of Leeds di kota Leed Inggris menjadi terkenal di seantero dunia, karena telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh Pengadilan Manchester dengan dakwaan telah melakukan pemerkosaan terhadap 48 pria Inggris dalam kurun waktu dua setengah tahun mulai bulan 1 Januari 2015 hingga 2 Juni 2017. Pengadilan Manchester membagi kasus ini ke dalam empat fase dengan 159 tuduhan, 136 kasus pemerkosaan, 14 kasus penyerangan seksual, 8 kasus percobaan perkosaan dan satu kasus lainnya. Tak ayal sebutan Setan Predator Sex telah disandangnya. Lebih parahnya lagi menurut penilaian hakim dia tak pernah menunjukan rasa penyesalan selama menjalani persidangan. Selain menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup, Hakim Godard memutuskan bahwa permohonan pengampunan hanya bisa dilakukan Reynard setelah menjalani 30 tahun masa penahanan. Sejarah mencatat dia Pemerkosa paling produktif dalam sejarah hukum Inggris, bayangkan 190 orang diyakini polisi Inggris sebagai korban perkosaan yang dilakukan oleh Reynard ini.


Tak pelak lagi, mass media menjadi riuh, pun begitu dalam berpendarnya di kehidupan manusia. Ada masyarakat yang menjadi korban, ada yang sekedar menyimak berita yang tersaji, demikian pula ada pihak keluarganya yang ikut menderita. Di sisi lain ada  juga yang menjadi repot menangani permasalahaan yang ditimbulkan. Dalam pergaulannya di masyarakat, apapun ulah manusia yang telah dilakukan pasti berefek kepada yang lain, entah itu perbuatan yang bersifat kepahlawanan atau sebaliknya menjadi pecundang. Kado yang diterimapun tentu berbeda bentuknya: pujian atau cemoohan. Enak dan tidak enak. Kontradiksi. Padahal awalnya bisa bermula dari hal yang sama: kebutuhan dan kepentingan orang yang bersangkutan, lebih tepatnya untuk suatu keadaan yang dikarenakan untuk memenuhi apa yang diinginkan oleh manusia. Padahal kondisi ini bisa dibagi lagi: kebutuhan penting, mendesak, tidak begitu penting, sama sekali tidak penting.

Memang ini agak susah dinalar, masa depan yang menjanjikan tiba-tiba menjadi musnah. Sangat disayangkan memang. Tapi tentu akan menuai cibiran bila tindakan keji itu sudah didasari niatan yang tidak benar, apalagi tidak logis. Dalam pergumulannya dengan berbagai masalah kehidupan dunia, banyak hal yang dilakukan oleh manusia. Ada yang biasa-biasa saja artinya bisa diterima akal, ada yang aneh, bahkan ada yang dinilai ekstrem. Ada yang butuh kecerdasan ada yang tidak. Itu karena ada hal-hal dalam masalah yang dihadapi ada yang perlu benar-benar menguras pikiran, tenaga, bahkan uang, jadi perlu dipelajari bahkan ada yang perlu disiasati. Tapi ada pula yang berbekal tidak serius, sembrono bahkan terlalu gegabah. Untuk itu, demi majunya peradaban memang diperlukan manusia-manusia cerdas, berintelgesia tinggi, dan berjiwa besar. Nyatanya toh kejadian tragis di atas terjadi juga. Dimana orang pintar cerdas otaknya dikuasai atau disetir justru oleh hawa nafsu yang yang berlevel rendah, alias otaknya di dengkul. Menjijikkan. Masa depan yang seharusnya cemerlang tidak seimbang dengan beratnya hukuman yang diperoleh atau  diterima yaitu dipenjarakan berkurun waktu yang sangat lama sekali. 

Guno Display
Banyak analisa dan hepotesa atas kejadian ini. Tapi satu hal yang disepakati oleh umum bahwa tindakan ini sangat bodoh dan gegabah karena masa depan yang seharusnya bagus tergantikan dengan masa depan yang suram dan penuh cemoohan. Alibi memenuhi kehendak sendiri betul bagi dia tapi sangat salah bagi orang lain mengingat tujuan hidup tidak bisa diukur hanya dari tingkah laku yang sembarangan, apalagi secara bebal. Kehendak sendiri yang ngawur.

Memang peristiwa ini agak susah dinalar secara akal sehat meskipun yang namanya kemungkinan akibat perbuatan baik dan buruk selalu saja bisa terjadi dalam kehidupan di dunia ini, dan konsekuensinya jelas. Kecemerlangan masa depan yang terpampang di depan mata, musnah dalam sekejap mata karena kesenangan di dapat dalam waktu yang relatif singkat. Jangan salahkan Tuhan karena manusia juga diberi otoritas untuk menentukan pilihan dan melakukan tindakan yang baik atau buruk. Tuhan sekedar menuruti, konsekuensi silahkan ditanggung sendiri. Dalam kasus ini (dan di beberapa kasus lain) Iblis hanya membumbuhi, si manusialah yang menjadi pemicu segalanya. Ide hanyalah sarana pendukung. Dan eksekusi atas perbuatan adalah menjadi pengetuk palu, terjadinya akad perbuatan.
Kita baru sadar bahwa kecerdasan saja ternyata tidak mampu menjamin keberhasilan hidup kita. Padahal seperti yang kita tahu kecerdasan selalu diunggul-unggulkan atau dibangga-banggakan sebagai pencapaian tertinggi manusia, apalagi di jaman sekarang ini. Keegocentrisan mendorong manusia menggunakan segala potensi yang ada baik yang berbentuk material dan non material untuk mencapai keinginannya. Sayangnya efek antara keinginan yang sesaat atau yang berjangka lama tidak terpikirkan secara sungguh-sungguh. Demikian pula efek kembali ke dirinya akan berupa kado pencapaian yang istimewa atau justru menjadi sebuah bumerang yang sangat menyakitkan.

Untuk itulah sangat diperlukan pertimbangan yang teramat sungguh-sungguh, utamanya untuk berorientasi pada hasil. Bila ada suatu keinginan, ada pertanyaan besar yang harus selalu disampaikan kepada diri sendiri: "Apakah tindakan ini penting?". Bila ya, segera laksanakan!. Bila tidak, segera tinggalkan!. Selain itu observasi secara pengetahuan dan norma-norma yang lain dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan, misalnya norma agama dan norma kemasyarakatan.

Dalam menjalani hidup, ternyata kita membutuhkan keseimbangan dalam hidup kita: Kecerdasan (IQ), Emotional intelligence, Adversity (kegigihan, fighting spirit, risk taking) dan Spirituality (ketenangan diri, kemampuan me-manage stress dalam kehidupan). Meskipun ini menjadi rumus baku memang tidak mudah dalam menjalankannya. Utamanya dalam rangka membendung datangnya cobaan yang datang bertubi-tubi berselimutkan suatu kebutuhan dan kepentingan. Namun dalam berkehidupan bermasyarakat faktor attitude-lah yang primer diutamakan, karena bagaimanapun unsur kelakuan yang dapat menimbulkan gesekan langsung. Itu bisa terkait perhitungan menguntungkan atau merugikan masyarakat lain atau bahkan diri yang bersangkutan sendiri. Kecerdasan bukanlah segala-galanya. Sangat salah bila kita hanya bersandar dengan itu.

Dalam konteks perbuatan kontradiksi adalah sesuatu yang bertolak belakang. Lawannya adalah harmonisasi. Kontradiksi  menimbulkan terjadi adanya sesuatu yang bertentangan, sedang harmonisasi  terjadi adanya penyesuaian. Dalam menapaki kehidupan, kontradiksi sebenarnya adalah suatu hal yang wajar. Kontradiksi harus dimaknai sebagai perlunya ada dialog karena ada suatu potensi yang berbeda, kemudian diselaraskan untuk menjawab solusi dan dalam melakukan eksekusi (keputusan). Misal yang paling gampang: hati saya mengatakan ingin main ke rumah kakak tapi kondisi tubuh saya sedang sakit sehingga timbul kontrakdisi anatara keduanya. Untuk itu perlu ada dialog untuk diselaraskan guna mencari solusi yang berujung pada suatu pengambilan sebuah keputusan. Dengan demikian sebuah kontradiksi tidak menimbulkan kendala, dan kondisi kontradiksi justru menjadi rujukan untuk saling menyelaraskan untuk menghasilkan sesuatu yang positif dan tegas. Dalam menjalani hidup dan berolah pikir pilihan manusia sudah jelas: Menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa adalah pilihan.


Guno feed


*****
NB: Jadilah follower blog ini. Beri komentar dan silahkan disebarkan. Selama ada ide insyaallah setiap hari Minggu ada tulisan baru. Untuk mempermudah mencari blog ini, simpanlah situsnya dengan cara di bookmark. Terimakasih telah mengunjungi perpustakaan kami.  Kontradiksi

Guno Artikel

Posting Komentar untuk "Kontradiksi ada di sekitar kita"