Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

CALLED PLONGA-PLONGO BUT GOOD JOB

Mari kita sikapi tulisan ini dengan bijak, cerdas dan berprasangka yang baik.


Kata plonga-plongo tiba-tiba menjadi terkenal dan viral di media sosial. Plonga-plongo adalah bahasa jawa yang mempunyai konotasi yang tidak baik, sangat jelek. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tertulis plonga-plongo artinya mulut ternganga, tercengang. Kalau didiskrepsikan adalah orang yang bodoh karena tidak tahu apa-apa dan hanya bisa menoleh kanan dan kiri dengan mulut ternganga. Sungguh kasihan sekali karena dia mewakili gambaran orang yang berkelas rendah secara intelektual. Padahal bisa saja yang terjadi malah sebaliknya, sebenarnya dia orang yang sangat cerdas, tidak banyak omong, berpikiran maju, kreatif, konstruktif, progresif, dan berpandangan jauh kedepan, pendapatnya melesat bagai anak panah yang menyeruak meninggalkan pemikiran umum. Dia bersikap begitu hanya karena terpaku kesan fisik yang terlihat oleh mata kita. Dan celakanya kita begitu saja percaya pada penglihatan mata kita. Kemudian dengan gampangnya menghakimi seseorang dengan seenaknya. 


Guno Display

Kita tentu setuju dalam menilai eksistensi seseorang tidak hanya berdasarkan fisik, pada pakaian apa yang dipakai, bahkan dari gelar kesarjanaan yang dia sandang. Saya mempunyai beberapa teman yang kalau dalam perkumpulan umum (kecuali di perkumpulan para akademisi) mereka bersikeras  tidak mau mencantumkan gelar kesarjanaan yang dipunyainya. Tidak penting, kata mereka. Hanya malu-maluin saja, kata yang lain. Yang penting dapat memberikan kontribusi positif. Karena mereka menyadari bahwa diantara yang hadir mungkin ada yang lebih canggih dan keren daripada mereka. Dan memang sebenarnya seperti itulah keadaannya, bahwa eksistensi orang tidak bisa diukur dari apa yang hanya dilihat oleh mata telanjang. Dan sesungguhnya semakin orang yang mempunyai sifat yang rendah hati semakin tinggi derajatnya di mata Tuhan.

Saya juga menjadi tertegun dan bingung seolah tidak percaya kalau predikat ini disandangkan ke seorang Simbol Negara. Seorang Kepala Negara. Padahal untuk menjadi Simbol Negara jelas urusannya tidaklah gampang. Perlu perjuangan yang sangat keras. Bayangkan, satu banding sekian ratus juta orang.  Namun sebagaimana yang kita ketahui bersama beliau adalah seorang yang rendah hati, seorang pekerja keras, dan sangat dicintai oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Hal itu dapat dilihat di berbagai media sosial. Kehadirannya selalu diserbu oleh publik. Pria, wanita, tua muda, bahkan yang masih  berusia nak-anak. Saya tidak tahu apakah seorang Simbol Negara yang akan datang juga akan mempunyai jiwa yang besar serta bermental yang kuat, mau, sabar dan legowo diberi predikat yang seperti melecehkan itu. Tak pelak, Simbol Negara yang dimaksud tadi menjadi parameter untuk orang yang menjadi Simbol Negara selanjutnya.

Kelebihan beliau yang lain adalah memang dalam hal kesederhanaan, kesopanan dan kejujuran. Sejak menjabat sebagai pucuk pimpinan tingkat kota, banyak para investor yang dengan sukarela berdatangan karena beliau adalah merupakan sosok figur orang yang jujur dan apa adanya. Para investor tersebut merasa aman dan nyaman karena bekerjasama dan berurusan dengan orang yang notabene dapat dipercaya.

Bagi beliau tidak sekedar masa depan Negara kita tidak hanya memerlukan idealisme yang bagus tapi juga kerja nyata yang dapat dirasakan dan dinikmati kemanfaatannya secara bersama. Intinya, beliau bukan seorang tukang ngomong tapi tukang kerja. Kerja keras lagi.

Latar belakang beliau yang  sebagai seorang pengusaha telah menempanya menjadi  seorang yang yang biasa me-manage, mengelola, memotivasi bergerak cepat sat- set, dan mempunyai tujuan dan  target yang masuk akal, serta dapat menghasilkan keputusan yang logis, yang win-win solution.

Banyaknya predikat negatif yang dialamatkan kepada beliau, bukannya dianggap remeh tapi dijadikan cemeti, introspeksi dan motivasi untuk tetap bersikap tegas dan tegar untuk melangkah kedepan. Beliau tahu persis bahwa derajatnya tidak akan turun dengan adanya penempelan berbagai predikat yang aneh, lucu dan konyol itu. Perhitungan berbanding terbalik nampak jadi nyata, semakin dirinya dilecehkan oleh segelintir orang kehormatan dirinya semakin tinggi serta dipuji dan dielu-elukan oleh  banyak orang. Toh masyarakat akan dapat menilai mana yang benar dan mana yang salah. Semakin berat beban barbel yang bisa kita angkat, sesungguhnya kita semakin kuat.
Bahkan banyak para pemimpin negara yang menaruh hormat dan salut akan keberhasilan kepemimpinannya di sebuah Negara yang banyak sekali jumlah penduduknya. Dan sesungguhnya bila kita ikut memberikan predikat yang jelek berarti kita juga ikut menorehkan sebuah catatan  sejarah yang jelek kepada Negara kita sendiri. 

Komentarnya  ketika diminta untuk mau memimpin Negara  selama 3 periode, tidak membuatnya merasa besar kepala, salah tingkah dan sombong. Dengan gaya yang sangat santai seperti biasanya beliau berkata: "Ada 3 golongan orang yang mengusulkan begitu: Menampar saya, menjerumuskan saya, atau hanya sekedar mencari nama."

Sebagai manusia beliau memang bukan orang yang sempurna. Karena beliau sangat menyadari hanya Tuhan saja yang Maha Sempurna. Namun beliau menyadari adalah tidak mungkin untuk dapat menuruti dan memuaskan semua pihak. Dan kita juga tahu menuruti kemauan satu RT di kampung saja  susahnya minta ampun. Padahal ini sebuah Negara besar.

Dan kita tahu, setiap orang mempunyai strategi. Punya target. Apalagi ini seorang Kepala Negara. Dan sekali lagi, yang perlu diingat bahwa orang yang tampak bodoh belum tentu dia bodoh.

Guno feed
Saya jadi ingat kisah yang dikisahkan oleh Gus Baha dalam sebuah ceramah pengajiannya. Adalah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang digambarkan sebagai seorang yang bodoh dan mungkin plonga-plongo. Setiap Nabi hendak bertamu ke rumahnya, Nabi sampai 3 kali mengucapkan salam karena salam yang pertama dan kedua tidak langsung dijawabnya. Baru salam yang ke 3 dia menjawabnya. Ketika para sahabat lain menanyakan kepadanya mengapa dia melakukan itu, dengan santai dia menjawab, "Itu memang saya sengaja. Lha kan seperti yang kita ketahui bahwa barang siapa orang yang mendapat salam dari Nabi akan mendapatkan satu berkah dari Allah SWT. Nah, berarti saya mendapat 3 berkah dong, sedang kalian hanya mendapatkan satu saja, hehehe.."

Plonga-plongo ternyata bisa menjadi is the best.

Have a nice day.



NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.
NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.
Guno Artikel

2 komentar untuk "CALLED PLONGA-PLONGO BUT GOOD JOB "