SEJAUHMANA KITA MEMAKNAI TULISAN DI MEDIA SOSIAL
Saya mulai suka membaca saat kelas 3 Sekolah Dasar. Bahan bacaan yang saya suka majalah Bobo. Kebetulan ada tetangga yang berlanggan, jadi bisa pinjam. Ketika kelas 4 mulai tertarik dengan cerita bergambar atau komik. Pada saat itulah saya mengenal berapa tokoh super hero Indonesia seperti Gundala Putra Petir, Godam yang bisa terbang, Aquarius yang bisa hidup di air, Pangeran Melar yang tubuhnya memang bisa memanjang, dan Laba-Laba Merah. Dan memang benar bila ada dugaan bahwa para tokoh super hero tersebut dapat dikatakan sebagai para tokoh yang mengadopsi para tokoh super hero dari Amerika, meskipun tokoh hero Aquarius dan Pangeran Melar sepertinya merupakan para tokoh imajinasi dari para pengarang dalam negeri sendiri. Di sektor komik silat ada tokoh Si Buta Dari Gua Hantu dan Parmin alias Jaka Sembung. Dan sejak saat itulah saya mengenal tempat persewaan komik dan sering pergi ke sana.
Dari sektor Novel saya sempat membaca karangan Mira W, NH Dini, Motinggo Boesje dan Abdullah Harahap si Novelis khusus cerita horor. Penulis Novel yang lain tidak begitu mengenal. Dari informasi beberapa teman di kampung dan di sekolah ternyata ada juga penulis yang mengisahkan cerita dewasa yaitu Annie Arrow. Saya sendiri belum pernah membacanya namun nama novelis tersebut sangat terkenal di kalangan para remaja.
Oh ya, setelah lepas dari Majalah Bobo ketika menginjak masa remaja saya beralih ke Majah HAI dan Buletin Koran Monitor asuhan Arswendo Atmowiloto. Di Majalah HAI ada penulis wanita aktif yang bernama Leila S Chudori. Sedang Novelis kesukaan saya adalah Sidney Sheldon yang kisah dalam karyanya sering dibumbui berbagai intrik dan hal-hal yang mengejutkan, yang sulit ditebak alur ceritanya. Ditebak begini ternyata begitu, ditebak begitu ternyata begini. Kekuatannya dalam menulis mempunyai wacana yang luas, mampu menggiring opini pembacanya dan mendikte mereka. Begitu juga dengan gaya bahasa dan cara menulisnya.
Dalam menulis saya selalu berusaha mencampurkan berbagai pengalaman yang saya punyai. Tidak hanya di blog, bahkan ketika saya membangun komunikasi melalui dialog lewat tulisan di WA atau email. Di sana saya berusaha mencurahkan segenap intuisi daan feeling saya. Tentu sebisa yang saya bisa.
Setiap saya menulis saya selalu serius, meskipun materi tulisan itu bernada bercanda. Setiap saya menulis, saya selalu sekaligus menempatkan posisi saya juga sebagai seorang pembaca sehingga saya dapat mengoreksi kualitas tulisan saya bagi pembaca. Maka tidak aneh bila misal menulis tulisan yang lucu saya malah tertawa duluan, meski tulisan itu belum diunggah.
Keseriusan saya tidak hanya dalam menulis tapi juga dalam membaca. Oleh karena itu saya sering merasa kecewa bila sebuah grup WA profesional misalnya, malah sering didominasi oleh kalimat-kalimat bercanda. Kadang-kadang kalimat bercandanya terlalu kebangetan. Jadinya lalu lintas dialognya malah lebih lucu daripada lawakan Srimulat. Lho, jangan salah saya juga suka humor. Mempunyai sense of humor, karena kepandaian melakukan humor adalah sebuah kreatifitas. Humor dapat menyegarkan suasana. Tapi itu tadi, kalau tidak pada tempatnya malah berpotensi dapat merusak suasana. Menjadikan sebuah suasana yang ironis.
Bahkan ada media sosial perseorangan yang isinya curahan hati pribadi melulu, yang bahasanya sekarang ngeles, sepertinya tidak ada berita lain yang perlu diulas.
Belum lagi ada media sosial yang mestinya memuat berita hangat (media sosial tersebut sering menunggah berbagai berita baru), namun yang terjadi berita yang dimuat isinya malah sering diulang dan tidak ada ketegasan dalam isi beritanya.
Adanya berbagai hal itulah yang kadang membuat saya jenuh, dan frustasi. Mau tidak dibaca bagaimana, karena terpampang di depan mata. Mau tidak dibaca bagaimana, jangan-jangan ada berita baru yang ingin diasampaikan.
Cukup lama perang batin itu berkecamuk di dalam hati saya, yang kadang membuat saya meradang dan merasa malas untuk membuka internet. Hanya membuang enerji saja.
Namun setelah saya pikir dan renungkan, bukankah tindakan saya adalah sebuah tindakan yang kontra produktif? Sebuah tindakan yang tidak perlu? Sering tidak membuka internet malah merugikan diri saya sendiri alias membunuh proses kreatif yang selama ini selalu saya giatkan. Sering tidak membuka internet seperti saya sering tidak membuka jendela dunia.
Bagaimanapun kita wajib mengucap syukur karena kita masih dapat membuka internet. Negara kita masih aman tidak terkoyak oleh perang saudara atau adanya bahaya kelaparan atau tersebarnya wabah penyakit yang berbahaya. Bagaimana keadaan mereka sekarang?
Berbahagialah karena di negara kita, internet masih bisa kita nikmati. Di internet salu menawarkan kedinamisan, kekreatifan, dan semangat dalam penggunaan internet.
Kita tidak bisa hanya menuruti kemauan sendiri tanpa membandingkan dengan fakta keadaan di belahan bumi sana atau dengan apa yang terjadi di negara lain. Kita tidak bisa bertindak egois tanpa mau berkompromi dengan keadaan yang terjadi di sekeliling kita. "Kemarahan saya" tidak sebanding dengan kemanfaatan yang dapat saya peroleh dari berselancar di dunia internet, di dunia menulis. Bukankah saya selalu mengatakan bahwa dengan menulis itu sama saja saya bersilaturahmi dan belajar?
Sebuah makna harus dipandang secara luas, tidak boleh dalam arti yang sempit. Demikian juga dalam memandang dunia. Memandang kehidupan kita. Menjadi tua itu pasti, menjadi bijaksana adalah sebuah pilihan.
Have a nice day.
Notes: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.
Posting Komentar untuk "SEJAUHMANA KITA MEMAKNAI TULISAN DI MEDIA SOSIAL"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.