STANDAR GANDA ITU PERLU TERGANTUNG PENGGUNAANNYA
Anda pasti pernah mendengar istilah "Standar Ganda". Secara umum standar ganda adalah penilaian atau penunjukan sikap yang berbeda atas suatu kejadian yang sama. Secara negatif, orang yang melakukan standar ganda sebagai orang yang plin-plan. Tidak tegas. Tidak konsisten. Berpikir kesana kemari.
Biasanya standar ganda digunakan karena adanya kepentingan. Kepentingan tumbuh karena adanya kebutuhan. Dari keduanya bukan tidak mungkin menimbulkan pemikiran dan pemahaman.
Menurut Wikipedia, standar ganda adalah ukuran moral dengan membuat penilaian terhadap subjek yang berbeda, dinilai secara tidak sama dalam suatu kejadian atau objek serupa yang terkesan tidak adil dan tidak proporsional.
Fatalnya, Kaidah moral ini umumnya di Indonesia digunakan oleh sebagian masyarakat untuk mengadili perilaku sebagian masyarakat lain yang berbeda prinsip atau keyakinan atau aturan-aturan agama. Walaupun penilaian moral tersebut cenderung kepada keberpihakan atas kelompok, agama, dan ras.
Justifikasi atas standar ganda hanya bisa dirasakan secara moral, namun tidak bisa dijadikan sebagai justifikasi hukum.
Standar ganda diperkenalkan sejak tahun 1872 terhadap fakta struktur moral yang sering diterapkan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan bermasyarakat.
Penilaian standar ganda sering terjadi di masyarakat, dimana obyek yang berbeda dapat mendatangkan penilaian yang berbeda. Misalnya, seorang laki-laki yang mempunyai banyak pasangan dalam melakukan hubungan seks dianggap hebat, sementara seorang perempuan yang melakukan hal yang sama akan dianggap murahan. Contoh lainnya, perempuan sering dituntut tetap perawan pada hari pernikahannya, sementara laki-laki biasanya tidak dituntut seperti itu. Kalaupun laki-laki itu sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum hari pernikahannya, hal itu dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Tidak adil kan?
Membahas standar ganda antar gender memang tidak akan ada habisnya. Banyak sekali perbedaan perlakuan yang diberikan oleh masyarakat kepada laki-laki atau perempuan dalam kasus yang sama. Perlakuan standar ganda yang dekat dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemui saat perempuan memukul laki-laki secara sengaja. Biasanya perempuan akan menganggap itu sebagai bahan candaan yang lucu. Berbanding terbalik ketika laki-laki yang menyentuh perempuan, akan langsung dianggap sebagai pelecehan seksual. Hal ini sangat dirasakan tidak adil.
Dalam dunia perpolitikkan, spionase, bahkan dalam bahkan dunia bisnis banyak dirasakan penggunaan standar ganda ini. Tujuannya untuk mengecoh lawan, untuk mencari keuntungan. Mereka memakai topeng, bersikap plin plan. Mencari celah untuk mencari keuntungan. Bahkan dalam kehidupan pribadi juga. Tapi saya tidak mau membahas hal itu. Karena selain dapat menyentuh hal yang sensitif juga dapat mengundang polemik yang ramai dan tidak berujung.
Seperti yang sudah disinggung tadi penggunan standar ganda pada prakteknya selalu diorientasikan ke kepentingan pribadi yang dapat menguntungkan secara sepihak. Tidak tegas, tidak konsisten. Saya boleh begini, sedangkan kamu tidak boleh ikut begini.
Padahal bisa saja tidak harus begitu. Meskipun terasa kontroversial, nyatanya toh ada yang melakukan. Dan itu bukan karena demi kepentingan untuk orang yang bersangkutan, tapi malah justru untuk kepentingan orang atau pihak lain.
Sikap yang demikian diperlihatkan oleh seorang tokoh besar dunia. Seorang tokoh agama. Seorang yang agung dan dimuliakan oleh Tuhan.
Nabi Muhammad itu kalau urusan pribadinya amat sangat tidak ngotot alias sangat slow sekali. Kalau dihina, dia hanya tersenyum saja. Dilempari kotoran onta, malah beliau mendoakan orang yang melemparinya. Ada orang yang suka meludahinya. tapi ketika orang itu sakit, Nabi Muhammad malah menjenguknya.
Nabi itu kalau tidak ada makanan di rumah, ya sekalian puasa. Kalau kelaparan, cukup beliau mengganjal perut pakai batu. Banyak sekali riwayat Nabi Muhammad mengenai kewelas asihan beliau kalau menyangkut dirinya sendiri. Kalau ditulis mungkin akan menjadi buku yang berjilid-jilid. Tapi sebaliknya, kalau terkait nasib atau perasaan orang lain, Nabi Muhammad sangat peduli sekali, sangat tidak ingin orang lain mengalami kesusahan. Baik urusan sehari-hari apalagi urusan besar dunia-akhirat.
Saat ada anak kecil menangis, Nabi mempercepat shalat jamaahnya, barangkali ada anak yang mengalami suatu masalah, sekalian memberi kesempatan orang tua yang sedang jamaah bisa ngurus anaknya.
Kalau ada sedikit makanan di rumah, kebetulan ada peminta-minta, Nabi memberikan makanan tersebut meski konsekuensinya Nabi kelaparan sendiri di hari itu.
Bahkan saat nabi dianiaya para musyrik, dan malaikat menawarkan jasa untuk menghancur leburkan mereka, justru Nabi mendoakan mereka agar mendapat hidayah. Dianaya begitu malah memikirkan nasib yang menganiaya.
Yang paling fantastik, saat Nabi mengalami sakaratul maut, beliau justru memikirkan umat manusia dengan berkata: “Ummatii… ummatii… ”
Begitulah Nabi Muhammad melakukan standar ganda. Apa yang diperlakukan pada dirinya sendiri akan sangat berbeda dengan perlakuan beliau pada orang lain. Beda standar.
Kalau sebagian dari kita yang manusia biasa ini, memiliki standar ganda yang sebaliknya: kalau urusan pribadi dilebih-lebihkan, kalau soal nasib orang lain cukup sesempatnya, itu pun kalau iman sedang sedikit naik. Lebih sering tidak peduli. Benar begitu?
Have a nice day.
Notes: blog GUNO HRD diusahakan setiap hari ada tulisan baru. Terima kasih.
Posting Komentar untuk "STANDAR GANDA ITU PERLU TERGANTUNG PENGGUNAANNYA"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.