KETIDAKADILAN DI STANDAR GANDA
Pada masalah standar ganda memang dirasakan terasa ada ketidak adilan antara pria dan wanita. Salah satunya: bila pria sudah dalam keadaan tidak perjaka sebelum pernikahan dianggap suatu permasalahan yang biasa. Tapi bila wanita sudah dalam keadaan tidak perawan sebelum pernikahan akan sangat dirasakan tabu dan akan terjadi permasalahan yang serius atau besar. Image "wanita liar" akan menempel dengan sendirinya.
Saya sangat berharap tulisan ini bisa menjadi sebuah diskusi yang positif diantara kita. Ini adalah masalah yang sangat mendasar, vital, dan sensitif. Masukkan dari teman-teman terutama yang dari fakultas psikologi sangat saya harapkan.
Ada beberapa pertanyaan berkenan dengan hal itu, yaitu: Bagaimana masalah tidak perjaka dan tidak perawan sebelum masa pernikahan perlu dicermati.
Mungkin yang pertama adalah tentang latar belakangnya: perlu ditelisik karena faktor keluarga atau karena faktor perkembangan jaman? Kalau faktor keluarga, katakanlah adalah akibat dari suatu keadaan (broken home, salah mendidik, dan sebagainya). Kalau karena faktor perkembangan jaman, itu adalah akibat dari kemauan orang yang bersangkutan sendiri. Efek dari adanya pergaulan bebas.
Kalau dari kemauan dari diri sendiri bisa jadi karena yang bersangkutan pernah mendapat stimulan sebuah hubungan sex baik karena dipaksa atau karena sebuah hubungan yang berawal dari hubungan suka sama suka alias dilakukan secara sukarela.
Berdasarkan standar ganda tadi, bagi si pria, ketika tiba di masa pernikahan biasanya tidak terlalu mendapatkan masalah yang berarti, karena memang susah membedakan bagaimana yang masih perjaka dan mana yang sudah tidak perjaka. Sedang bagi si wanita, bila sudah tidak perawan akan menjadi masalah yang serius. Bila si suami mengetahui hal ini, situasinya akan menjadi ramai. Menjadi runyam. Memang bagi si suami ada yang bisa membedakan mana yang perawan dan yang tidak perawan. Namun ada pula dia tidak bisa membedakan keduanya. Namun dengan perkembangan internet yang sudah demikian canggih seperti sekarang ini informasi perbedaan tersebut akan sangat mudah dicari. Walaupun toh ada juga seorang suami yang karena saking sayang dan cintanya kepada si wanita tadi, dia sama sekali tidak mempersalahkan istrinya masih perawan atau tidak perawan. Apalagi mahkota keperawanan bisa saja robek bukan karena pernah berhubungan sex, tapi karena hal lain. Namun mungkin masih ada saja suami "yang masih mempunyai pikiran yang masih sangat kolot dan keras dalam berprinsip".
Mungkin ada yang berpendapat begini: "Seorang wanita, sekotor apapun masa lalunya, namun masa depannya belum ternodai". Itu betul. Sangat benar. Sebentar, saya pernah menulis begini:
Seorang karyawan sering (lebih tepatnya: terkadang) datang terlambat. Bukan karena dia seorang pemalas. Dia terpaksa terkadang datang terlambat karena ada hal yang harus dia kerjakan dan tidak bisa dia tinggalkan. Tapi dia konsekuen: misalnya dia terlambat datang setengah jam, maka dia dengan sukarela akan pulang dengan waktu yang lebih dari setengah jam biasanya. Demikian juga bila terlambat datangnya satu jam dan sebagainya. Untungnya , si bos yang memang orang yang sangat bijaksana sehingga memperbolehkan, (karena secara hitungan waktu dia juga tidak rugi), dengan catatan setiap karyawan tadi terlambat datang si karyawan melubangi sebuah kayu dengan paku yang telah dipersiapkan. Si karyawan setuju. Jadi begitulah: setiap karyawan itu datang terlambat dia menancapkan sebuh paku lalu dicabut lagi sehingga kayu itu berlubang.
Genap sebulan ternyata terdapat ada 13 lubang. Si bos kemudian menjelaskan: itu sebuah pelajaran berharga bagi si karyawan (bagi kita juga), BAHWA SEKECIL APAPUN KESALAHAN YANG PERNAH KITA PERBUAT dan bahkan mungkin kita sudah meminta maaf dan menggantinya maka kesalahan itu (yang kita perbuat) TETAP SAJA MENINGGALKAN BEKAS. Dan itu tidak akan mudah hilang. Akan diingat terus.
Maka bisa dipahami bila sebuah kesalahan dapat mendatangkan perasaan traumatik bagi yang pernah melakukan atau bagi orang yang menjadi obyek kesalahan. Dan perasaan traumatik tersebut bisa juga menghantam orang yang menjadi pasangannya.
Intinya: Apakah pasangannya bisa memaafkan kesalahan atau tidak masa lalu pasangannya? Saya pernah menjumpai seorang suami yang dapat melupakan kesalahan istrinya di masa lalu dan dapat menerimanya sebagai "seorang istri yang seutuhnya" yang sangat dia cintai dan sayangi serta dihargainya. Namun mungkin masih ada juga seorang suami yang sudah tahu masa lalu istrinya yang buram tidak menceraikannya tapi istrinya diperlakukan dengan seenaknya alias tidak dihargainya.
Saya tidak tahu apakah seorang istri dalam posisi demikian (tahu suaminya sudah tidak perjaka) akan bertindak sebaliknya atau tidak?
Have a nice day.
Notes: blog GUNO HRD diusahakan setiap hari ada tulisan baru. Terima kasih.
Posting Komentar untuk "KETIDAKADILAN DI STANDAR GANDA"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.