Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BUKAN BAKAT TAPI MENYAMPAIKAN ASPIRASI

Mengapa saya menulis?  Ya, karena saya ingin menulis. Itu saja.


Tidak karena bakat? Tidak. Seperti sukses, untuk dapat sukses tidak butuh bakat. Tidak ada sukses yang memerlukan bakat, tapi perlu adanya perjuangan keras. Perlu diperjuangkan. Seperti pelukis, saya meyakini untuk dapat menjadi seorang pelukis perlu perjuangan. Perlu usaha keras. Terus berlatih. Itu kuncinya.


Bakat mungkin berperan. Tapi saya berpendapat bakat dipahami sebagai ketertarikan yang tiada henti. Mungkin pendapat saya ini salah. Atau mungkin anda mempunyai pendapat lain? 


Padahal ketertarikan bisa konsisten, bisa berubah. Mungkin bakat tidak ya? Entahlah. Tapi di sisi lain saya percaya, bahwa bakat bukanlah sebuah mitos. Bakat adalah sesuatu yang riil. Bakat mengandung suatu kekuatan. Tapi menurut saya, kalau bakat tidak diasah ya percuma.


Ketika anda menulis, dapat ditebak: Karena menuruti kata hati. Dan itu berarti mengabaikan tentang kebisaan, apalagi bakat. Menuruti kata hati terkait dengan kepuasan hati. Mungkin kepuasan belum terpenuhi karena hasilnya masih jelek. Dan karena menuruti kata hati maka sangat mungkin tindakan itu akan diulangi lagi, lagi, dan lagi. Menuruti kata hati tidak hanya di bidang kepenulisan. Melukis, menyanyi, menari, bahkan melawak dan sebagainya. 


Karena menuruti kata hati sebaiknya langsung jalan saja. Yang jelas jangan sampai menabrak aturan dan undang-undang yang ada. Dan harus kita sadari apa yang kita lakukan itu adalah bagian dari sebuah komunikasi.


Menuruti kata hati adalah menuti diri kita sendiri. Diawali berkomunikasi dengan diri kita sendiri. Dari mulai kita akan mencurahkan apa, kalau dibuat begini pantas atau tidak, hingga keputusan apa yang akan kita buat.


Datangnya kritikan harus kita anggap sebagai masukkan. Datangnya kritikkan menandakan ada perhatian kepada hasil kita. Bahwa kritikan itu dirasa sopan atau tidak, itu tidak penting. Kritikan jangan dilayani secara konyol. Itu akan menurunkan "nilai" kita.


Ketika karya kita dikagumi oleh orang lain, jangan membuat besar kepala. Kekaguman sebenarnya juga merupakan masukan. Kita menjadi tahu apa yang dimaui oleh orang lain. Tapi hati-hati jangan sampai rasa kekaguman menjadi unsur yang mendekte kita serta membelokkan rasa seni kita. Artinya demi menuruti kemauan pemerhati kita malah mengungkung daya kreasi kita sendiri. Apalagi bila hanya demi uang mengakibatkan  mematikan aspirasi seni kita sendiri. Itu sebuah pengkhianatan kepada diri kita sendiri.


Jangan salah, dalam menulis, meskipun konteksnya menuruti kata hati, bisa saja ide tema datang karena melihat karya tulisan orang lain. Kemudian ketika kita menulis sampaikan apa yang menjadi pendapat kita. Berikan wacana baru.


Memang dalam menulis kita harus terus memperkaya perbendaharaan kata kita. Caranya dengan mengamati dan menyeleksi apa yang lewat di depan kita. Sehingga pada saat menulis bisa saja harus mempertimbangkan banyak hal. Namun pada akhirnya para pembaca yang akan menilai kepiwaian kita.  


Penilaian pembaca tidak hanya kepada penyusunan kalimat tapi juga kepada kejelian pemilihan materi. Sebagai penulis kita harus jeli memilih dan memilah topik yang menarik. Secara umum ada anggapan topik yang baik adalah yang sesuai dengan golongan pembaca yang kita hadapi. Tapi pada kenyataannya bisa saja topik yang kita ajukan tidak sama dengan golongan pembaca yang kita hadapi namun justru mendapat respon yang sangat bagus. Dulu ada yang menyarankan saya untuk memakai bahasanya anak muda. Saya angkat tangan karena tidak bisa. Saya bisa menjadi mati kutu. Menjadi tidak berkembang.


Intinya: Berbeda terkadang malah menjadi menarik. Dan untuk maju tidak harus menuruti penggemar kita. Maaf.




 NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.




















Posting Komentar untuk "BUKAN BAKAT TAPI MENYAMPAIKAN ASPIRASI "

Guno Display
Guno feed
Guno Artikel