Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KEKUATAN PERCAYA KEPADA TUHAN. BAGAIMANA DENGAN ANDA??

Gus Baha, seorang ustadz terkenal di Indonesia, dalam sebuah ceramahnya  melempar pertanyaan: “Mengapa orang itu kalau berjalan sampai menabrak tiang atau tersandung batu?”

Itu karena dia memang di buta (tidak tahu) atau tidak fokus (misal karena saking asyiknya memperhatikan gadis yang cantik yang sedang lewat). 

Begitu juga: “Mengapa manusia tidak tahu (mengenali) alam akherat?” 

Jawabnya itu tadi: buta (tidak tahu) atau tidak fokus (hanya fokus asyik memikirkan masalah keduniaan).

Padahal iman kepada hari akhir itu adalah termasuk rukun iman yang hukumnya wajib meyakini. 


Kita tentu sering diherankan dengan mukjizat. Padahal mukjizat itu hal yang biasa bagi Tuhan yang maha kuasa. Bagi para Nabi hal itu sudah diketahui dan diyakini. Jadi tidak heran bila sebuah mukjizat terjadi. Karena mudah saja bagi Tuhan untuk melakukan sesuatu yang aneh dan luar biasa seperti yang kita sebut sebagai mukjizat tersebut. Jadi itulah sebabnya imannya kita dan imannya para Nabi itu berbeda. Kalau kita manusia biasa seringkali “berpegangan kepada logika”, sehingga kalau ada kejadian di luar itu (logika) kemudian dikatakan sebagai Mukjizat: Air laut bisa terbelah, menghidupkan orang mati, membelah bulan, Nabi Ibrahim dibakar tidak mati, dan sebagainya. Di masa Nabi Muhammad dikisahkan ada sahabat yang pada suatu saat bersedia memberikan makanan tapi hanya cukup untuk 6 orang, setelah didoakan oleh Nabi ternyata bisa untuk memenuhi untuk 3 ribu orang.

 

Tanpa disadari kita yang “sering bahkan terlalu berpegang pada logika.” Padahal logika terkadang malah dapat membuat “buta” akal kita. Kita menjadi serasa terpenjarakan oleh pemikiran yang kerdil dan tidak cerdas.  Padahal juga pemahaman akal yang diorientasikan dengan pemahaman orang yang satu dengan orang yang lain dapat berbeda.

  

Yang paling menohok dari pesan Gus Baha adalah: Di akherat nanti, kenangan yang terindah kita ketika hidup di dunia adalah sujud. Karena sujud adalah merupakan bukti kepercayaan dan penyerahan jiwa dan raga kita kepada Tuhan yang maha kuasa.

 

Di riwayat lain disebutkan juga ketika kita dapat memberikan kemanfaatan kepada orang lain.

 

Guno Display

Pertanyaannya: Sudahkah kita melakukan itu?


Karena ke duanya akan memberikan POWER YANG LUAR BIASA ketika kita hidup di akherat nanti.

 

Di pemaparan, di slide sering digambarkan hubungan manusia dalam dunia kerja sering diwujudkan dalam bentuk lingkaran. Tapi di kehidupan nyata bisa saja hubungan itu berwujud abstrak, meskipun kita punya wujud dan punya hakikat. Begitu juga dengan Tuhan.

 

Di hubungan kerja yang terjadi adalah hubungan transaksional. Apakah hubungan dengan Tuhan juga merupakan hubungan transaksional?

 

Seperti yang kita tahu pada umumnya ketika orang berbuat baik orang tersebut berharap mendapatkan pahala. Padahal mendapat pahala atau tidak itu teserah Tuhan. Merupakan hak preogratif Tuhan.  Tergantung dari dapat tidaknya Rahmat dari Tuhan.

 

Mungkin ada yang menjawab: hubungan dengan Tuhan harus dilandasi dengan tawakal (bersandar diri) kepada Tuhan. Pertanyaannya: dengan tawakal yang bagaimana?  Jawab: Tawakalnya jangan kamuflase. Hanya pura pura. Cintanya hanya sewaktu butuh saja. Bukan begitu. Jadi tawakalnya harus bersandar kepada cinta. Cinta penuh kasih kepada Tuhan.

 

Ada satu contoh, dan ini sering terjadi. Ada orang yang sering meninggalkan ibadah. Padahal orang yang berbuat demikian pasti punya iman. Setidaknya masih mempunyai rasa iman. Singkatnya, sudah meninggalkan ibadah tapi tuntutannya tetap ingin masuk surga atau kebutuhannya minta dipenuhi. Apakah itu sesuatu yang adil bagi Tuhan? Tentu saja tidak bukan?  Itu bukti tidak ada rasa cinta kasih kepada Tuhan.

 

Kalau hubungan dengan Tuhan dianggap sebuah hubungan transaksional, maka akan repot jika Tuhan juga bersikap transaksional. Dikisahkan oleh Gus Baha, Tuhan bertanya kepada seseorang: “Mengapa kamu berada di Surga?” Kemudian dijawab oleh orang itu: “Karena saya telah beribadah selama 80 Tahun.” Maka bisa sajaTuhan  lantas berkata: “Ya sudah, kamu berada di Surga selama 80 tahun saja.”  Lalu orang itu bertanya: “Lho, menagapa hanya 80 tahun saja?” Jawab Tuhan: “Ya karena kamu hanya mengandalkan ibadah selama 80 tahun.” Oleh karena jangan sekali-kali mengandalkan ibadah kepada Tuhan, tapi mintalah selalu Rahmat dari Tuhan. Karena lamanya ibadah tidak akan dihitung.

 

Saya pernah mengalami peristiwa yang menggilakan. Dan saya yakin anda juga akan berpikir begitu. Terserah anda percaya atau tidak, silahkan. Semula saya juga kaget setengah mati, tapi akhirnya ya harus disadari untuk diterima saja.

 

Lebih dari 10 tahun yang lalu saya ditipu mitra kerja sekitar 300 juta rupiah lebih. Bagi saya itu sebuah jumlah yang sangat besar dan sempat mengganggu neraca keuangan saya sampai down, pontang panting.

 

Ternyata di waktu yang hampir bersamaan seorang teman saya seorang pengusaha Event Organizer  ketipu enam ratus juta rupiah. Sedang teman di Bali  seorang supplier roti, tertipu satu milyar rupiah lebih. Tapi ke dua teman saya ini terlihat begitu tegar menghadapi masalah itu. Dan sampai sekarang masih tetap eksis.

 

Memang masalah mendapat atau kehilangan rejeki adalah juga hak prerogatif Tuhan yang maha kuasa. Semudah itu kita mendapatkan, semudah itu kita kehilangan. Kita tidak bisa berbuat apa-apa. Itu memang sebuah ujian. Barangkali ada yang bilang itu karena tidak canggihnya kita. Tapi nyatanya di jaman sekarang masih ada yang ketipu sekian juta atau sekian miliar rupiah dengan cara yang sama sekali tidak canggih.

 

Intinya, sejauh mana, keyakinan kita kepada Tuhan. Bagi saya tidak perlu harus melihat mukjizat yang seram-seram. Yang biasa saja. Melihat langit, matahari, bulan, bintang, gunung, laut, adalah mukjizat dari Tuhan . Artinya, yakin kalau Tuhan itu berseta kekuatannya itu ada.

 

Jadi bila anda sudah pernah diberi pelajaran oleh Tuhan dengan pengalaman yang menggilakan, maka ketika menghadapi permasalahan yang biasa-biasa saja sudah tidak kaget, seperti: dibenci orang, dimusuhi orang, difitnah orang, sampai dicaci orang, itu rasanya sudah biasa saja. Natural. Semakin kita didzolimi, insya Allah ada orang yang mau menanggung segala dosa kita.

 

Solusi memang tidak langsung datang, tapi perlahan. Itu sangat tergantung kekuatan keyakinan kita kepada Tuhan. Di dalam kesempitan sesungguhnya ada kemudahan, itu firman Tuhan di dalam Al Qur'an. Jadi ya mengalir saja. Terakhir, saya mendapat hiburan dari Tuhan: dapat menyalurkan hobi (menulis) sambil mencari uang.

 

Bagi Tuhan tidak ada yang sukar. Mudah saja. Tinggal berkata: kun faya kun. Selesai.

 

Yang sukar adalah kita kita. Percaya saja kepadaNya saja susahnya minta ampun.

 

Guno feed

Padahal setelah kehilangan uang, ujian tidak berhenti sampai di situ. Kita harus mampu menjawab beberapa pertanyaan Tuhan:

 

1. Apakah kita mampu menghilangkan rasa dendam alias mampu memaafkan?

 2. Apakah kita lantas akan mudah mencurigai orang alias gampang berprasangka buruk?

 3. Apakah kita lantas menjadi terlalu penuh perhitungan alias menjadi kikir, tidak mau bersedekah?

 4. Apakah kita masih punya rasa percaya diri untuk tetap menjadi wirausaha?

 5. Apakah kita masih bertakwa kepada Tuhan? 


Have a nice day.




NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.


 



Guno Artikel

Posting Komentar untuk "KEKUATAN PERCAYA KEPADA TUHAN. BAGAIMANA DENGAN ANDA??"