Beberapa waktu yang lalu di periode pertama di masa kepemimpinannya, di media sosial pernah beredar video yang memperlihatkan Presiden Jokowi menumpahkan kejengkelannya di hadapan para Menteri kabinetnya. Bisa kita lihat disitu bagaimana ekspresi wajah beliau yang tampak jengkel dan menahan amarah di hadapan para bapak dan ibu Menteri. Kekecewaan pak Presiden pada saat itu terkait dengan penanganan pandemi Covid 19 yang masih dianggap biasa-biasa saja, tidak ada progres yang signifikan. Hal ini bisa dilihat dari realisasi anggaran Kementerian Kesehatan yang masih 1,53%. Lalu penyaluran Bansos yang belum 100%. "Saya harus ngomong apa adanya tidak ada progres yang signifikan. Tidak ada," ujarnya. Ditambahkan, "Sekali lagi, langkah-langkah extraordinary ini betul-betul harus kita lakukan. Dan saya membuka yang namanya entah langkah politik, entah langkah-langkah kepemerintahan. Akan saya buka. Langkah apa pun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita. Untuk negara. Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya," tandasnya.
Belum lagi berdasarkan penuturan pihak Organisation for Economic Co-operation and Development beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi mengingatkan bahwa perekonomian dunia terkontraksi minus 6 hingga 7,6 persen. Bank Dunia pun sudah minus 5 persen. Akan tetapi, Presiden Jokowi melihat masih ada anggota kabinet yang tidak khawatir sehingga bekerja biasa-biasa saja. Tidak ada tindakan luar biasa untuk mengantisipasi krisis. Presiden Jokowi marah saat Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada 18 Juni 2020 yang lalu. Video rekaman saat Jokowi marah diunggah akun Youtube Sekretariat Presiden pada hari Minggu 28 Juni 2020.
Tentu saja peristiwa ini mendapat komentar dari berbagai kalangan, entah itu politikus, tokoh masyarakat, tokoh kalangan dunia usaha, atau masyarakat biasa. Bahwa disampaikan dengan mendapat tanggapan dengan persepsi yang begini atau begitu, itu wajar-wajar saja. Bagaimanapun kita tahu bahwa yang berkomentar juga ingin menyampaikan pendapatnya sendiri. Bahwa ada pernyataan yang dirasa pro kontra itu menunjukkan bahwa kita memang terdiri dari berbagai latar belakang dan kita hidup di alam demokrasi. Bahkan di mata acara di stasiun televisi swasta yang terkenal semacam Mata Najwa yang dipandu Najwa Shihab di Trans 7 dan di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang dipandu Karni Ilyas di TV One juga menayangkan masalah itu.
Seperti mereka, kita sebagai rakyat biasa mungkin juga terhenyak dengan adanya peristiwa itu. Sebuah peristiwa langka yang di era jaman perintahan yang dulu-dulu tidak ada. Memang kita pernah melihat ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan arahan penutup dalam rapat kerja bersama para Menteri dan pejabat daerah tahun 2011. Di sela-sela sambutan penutupan, SBY sempat menegur peserta yang ketiduran. Tapi baru menegur. Yang memarahi langsung kepada para Menteri karena penangan suatu masalah yang dianggap tidak memenuhi harapan, belum pernah.
Jangan salah, kita tidak merasa senang dan gembira bahwa ada peristiwa para Menteri dimarahi, atau mungkin merasa dipermalukan. Hanya dalam hati kecil kita berbisik “Keadilan telah datang.” Kita merasa lega. Diakui atau tidak, sebagai rakyat kecil selama ini kita “merasa” (pakai tanda petik) diperlakukan tidak adil dibanding dengan yang golongan masyarakat yang di atas sana. Dan ternyata tidak. Peristiwa di atas memberitahu kita bahwa yang di atas sana mendapat perlakuan yang sama ketika bertindak tidak benar. Dan tentu saja apa yang dilakukan Presiden mendapat penilaian dan apresiasi dari kita. Meski hanya sebagai rakyat kecil kita juga bisa dengan bijak dalam menilai bahwa apa yang dilakukan Presiden Jokowi itu wajar, lumrah saja, dan sudah seharusnya begitu, karena bagaimanapun para Menteri adalah dipilih dan merupakan pembantu kerja Presiden. Jadi wajar bila Presiden merasa jengkel. Para Menteri, mereka adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi dan mempunyai jabatan yang tinggi pula yang tentu saja Presiden sangat berharap mereka bisa bekerja dengan bagus dan serius, dengan segenap totalitas yang ada, karena bagaimanapun mereka sudah ditunjang oleh segenap sarana dan prasarana yang ada. Dan tentu saja mereka bergaji tinggi dibanding masyarakat biasa.
Selain itu kita menjadi tahu, bahwa ternyata para Menteripun ada yang bekerja ala kadarnya. Artinya bisa menganggap tidak serius atas penanganan sebuah peristiwa yang dianggap sangat serius oleh atasannya yaitu Presiden. Pekerjaan semacam itu kalau dalam bahasa jawa di tataran rakyat biasa disebut “leda-lede”. Mungkinkah para Menteri yang terhormat itu bekerja secara leda-lede? Semoga saja tidak, karena bahasa bekerja leda-lede berkonotasi bekerja secara ogah-ogahan. Dan bisa menjurus ke penilaian mental seseorang.
Di sisi lain, di tahun 2019 Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 30 tentang Penilaian Kinerja PNS. Aturan ini memuat mekanisme bagaimana Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak bekerja sesuai target bisa dikenakan sanksi administratif hingga pemecatan. Menukil laman Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, penilaian dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS. Sesuai bunyi Pasal 4 PP, penilaian dilakukan berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan. Sistem Manajemen Kinerja PNS mengatur proses penilaian yang terdiri dari perencanaan kinerja, pelaksanaan, pemantauan kinerja, dan pembinaan kinerja, penilaian kinerja, tindak lanjut dan Sistem Informasi Kinerja PNS.
Perencanaan Kinerja terdiri atas penyusunan dan penetapan SKP dengan (Sasaran Kinerja Pegawai) dengan memperhatikan Perilaku Kerja. SKP tentu berbeda sesuai jenjang jabatan PNS. Penilaian SKP akan dilakukan oleh pejabat penilai kinerja PNS. Hasilnya akan menentukan penghargaan atau hukuman yang akan diberikan. Pejabat penilai kinerja memberi penilaian dengan bobot yang berbeda.
Masalah dan penanganan antara Menteri dan Pegawai Negeri memang berbeda masalah antara yang satu dengan yang lain. Tapi dari ke dua paparan di atas menunjukkan bahwa Presiden Jokowi tidak main-main dalam menangani ke dua pihak yang selama ini digambarkan “berkedudukan enak” oleh masyarakat bawah. Mereka juga menghadapi konsekuensi yang serius bila dalam menunaikan kerjanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Presiden Jokowi menunjukkan tidak ada yang enak dan kebal dari sangsi dari hasil kerja yang sangat tidak memadai. Presiden Jokowi ingin menunjukkan bahwa ada keadilan di seluruh masyarakat Indonesia. Tidak ada istilah dipilah-pilah atau dipilih-pilih. Semuanya mempunyai kedudukan yang sama. Adakah ini seperti yang diramalkan Indonesia akan kedatangan Ratu Adil? Entahlah. Yang penting, semoga di masa depan Indonesia akan mempunyai pemimpin yang berkarakter demikian.
Pemilik negara adalah rakyat. Terserah golongan Rakyat Besar atau golongan Rakyat Kecil. Semuanya Rakyat. Yang mayoritas yang mana, yang minoritas yang mana, anda tahu sendirilah. Ketika mereka beranakcucu, bergenerasi, maka generasi baru merekalah yang mewarisi negeri ini. Yang Rakyat Kecil tidak kalah sensitifnya dari Rakyat besar, meski fasilitas dan kepunyaan pribadi yang berupa jabatan dan harta berselisih sangat banyak. Harus diakui, Rakyat Besar dan Rakyat Kecil mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan. Tapi maaf, saya tak hendak mengulas tentang perbedaan. Karena sebagai sama-sama Rakyat kita lebih memiih tentang persamaan. Misal: dalam membela Negara. Ini sangat wajar, sebab bagaimanapun merekalah pemilik sah Negara ini. Untuk itu diharapkan tidak ada perbedaan sikap dalam mendepankan keadilan.
Dari penayangan video kemarahan Presiden Jokowi seperti tersebut di atas, yang kita dapati tidak hanya kemarahan itu sendiri tetapi menunjukkan sudah adanya keterbukaan informasi. Ini sesuatu yang sangat menggembirakan sekali karena sudah menunjukkan adanya keterbukaan. Meski keterbukaan atau transparansi sudah digaungkan sejak jamannya reformasi, namun kemajuan adanya keterbukaan baru dirasakan kali ini. Memarahi Menteri mungkin selama ini dianggap tabu bila diketahui oleh masyarakat umum. Namun kali ini malah dibuka oleh Staf Kepresidenan untuk diketahui masyarakat. Memarahi tentu berorientasi karena adanya kesalahan. Kita jadi tahu bahwa ternyata banyak para Menteri Kabinet sekarang ini yang cara bekerjanya tidak bagus, tidak solid, tidak prima. Padahal mereka bergaji tinggi yang dibayar oleh uang rakyat. Kita tidak habis pikir, bagaimana mereka bisa bekerja semacam itu? Kalau itu dinilai sebagai semacam kemarahan yang penuh kepurapuraan, tidak mungkin. Presiden Jokowi mempertaruhkan kredebilitas beliau dalam mengunggah video itu. Bahwa unggahan video itu mengundang berbagai persepsi dan penilaian berbagai pihak adalah wajar. Bukankah ada asap karena ada api? Apalagi pelaku utama ini adalah Presiden, orang pertama di negeri ini.
Informasi kedua adalah pandemi atas wabah Covid 19 ini adalah bukan masalah main-main. Harus semakin ketat dalam menangani. Kita sebagai rakyat yang juga menjadi korban ancaman harus juga lebih serius membantu pemerintah untuk menangani masalah ini. Apalagi Covid 19 tidak hanya mengancam nyawa tapi juga terbukti mempersulit masyarakat dalam hal mencari nafkah. Lebih jauh, dunia usaha memang juga berakibat menanggung kelesuan akibat pandemi Covid 19 ini. Dengan demikian memang harus gencar sekali dalam memeranginya. Oleh karena itu sangat diharapkan partisipasi masyarakat untuk bersama-sama pemerintah menciptakan suasana suasana normal lagi (new normal).
Informasi ketiga bahwa perekonomian dunia terkontraksi minus 6 hingga 7,6 persen. Bank Dunia pun sudah minus 5 persen. Sebagaimana dikatakan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu di Liputan6.com mengatakan diketahui belum pernah Bank Dunia mengalami minus hingga 7 persen. Sehingga sebagai dampak resesi global banyak masyarakat yang tidak bisa bekerja dan terancam sumber pendapatannya. Jika tidak diantisipasi segera maka berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian dan sistem keuangan secara keseluruhan. Untuk mencegah itu seluruh dunia mengambil langkah luar biasa untuk menyelamatkan manusia dan ekonominya. Stimulus fiskal dalam jumlah yang sangat besar disiapkan. Singapura, Amerika, Malaysia mengeluarkan stimulus fiskal lebih dari 10 persen dari PDB nya masing-masing.
Selain sandang, pangan, papan, informasi adalah juga kebutuhan utama Rakyat. Informasi adalah juga merupakan hak mereka. Dan karena namanya “hak” maka harus wajib diberikan. Tidak usah ditambahi, tidak usah dikurangi. Informasi bisa menghilangkan rasa haus dan dahaganya kebutuhan rohani. Apalagi di jaman moderen ini. Di jaman kemajuan tehnologi seperti sekarang ini. Ketika informasi disembunyikan, Rakyat semakin serasa dibodohi. Merasa telah dirampas sebagai haknya. Prie GS, seorang Budayawan kota Semarang mengatakan, “Rakyat tidak cukup diberi makan, tapi juga perlu diberi informasi. Kedudukan roti tidak lebih tinggi dari kebutuhan atas informasi. Tidak mengapa lapar roti, sepanjang tidak lapar informasi. Lapar ditengah kejujuran lebih menguatkan ketimbang kenyang hasil kebohongan. Setelah utang informasi, ada utang lain yaitu utang keadilan. Kerugian atas uang tidak sedramatik rugi keadilan. Rugi uang mudah dilupakan, tapi rugi keadilan akan berbuntut panjang. Orang yang mengikrarkan “saya dizalimi” adalah pihak yang sudah merasa di puncak penderitaan dan siap mengibarkan bendera perang.” Nah.
Have a nice day.
NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.
Posting Komentar untuk "PEMILIK NEGARA, SIAPA DIA?"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.