Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menghadapi dunia yang semakin runyam

  



Banyak rumah besar TAPI Keluarganya makin kecil.
Gelar makin tinggi TAPI Akal sehat makin rendah.
Pengobatan makin canggih TAPI Kesehatan makin buruk.
Bisa travelling keliling dunia TAPI Tak kenal dengan para tetangga sekampung.
Penghasilan bertambah TAPI Tak ada ketentraman jiwa.
Kualitas ilmu tinggi TAPI Kualitas emosi rendah.
Manusia makin banyak TAPI Masa kemanusiaan makin menipis.
Pengetahuan makin bagus TAPI Kearifan makin berkurang.
Perselingkuhan makin marak TAPI Kesetiaan hampir punah.
Batnyak teman di dunia maya TAPI Tak punya sahabat sejati.
Minuman keras makin banyak TAPI Air bersih makin berkurang.
Pakai jam tangan mahal TAPI Selalu kekurangan waktu.
Ilmu semakin tersebar TAPI Adab dan akhlak makin lenyap.
Kitab Suci banyak dihafal TAPI Sedikit sekali yang mengamalkan.
Belajar semakin mudah TAPI Guru makin tak berharga.
Teknologi informasi kian canggih TAPI Fitnah dan aib makin banyak tersebar.
Orang yang sedikit ilmu banyak bicara TAPI Orang yang banyak ilmu pada diam.

 

Tulisan itu bukan karangan saya. Tapi saya kira kita semua setuju bahwa itu adalah sebuah potret secara umum pada masa kini. Sesuatu yang ironis. Sesuatu yang tragis. Di satu sisi menunjukkan suatu kemajuan di sisi lain menunjukkan suatu kemunduran. Ke dua sisi menunjukkan sesuatu yang bertentangan. Tidak hanya sekedar bertabrakan. Kontra produktif.

 

Di satu sisi menunjukkan suatu rasa kepedulian, disatu sisi menunjukkan suatu rasa keacuhan atau ketidak pedulian. Di satu sisi menunjukkan suatu kecerdasan, di satu sisi menunjukkan suatu kebodohan. Di satu sisi menjukkan suatu kemuliaan, di satu sisi menunjukkan suatu kebebalan.

 

Jaman semakin maju tapi dekadensi moral mengikuti. Ini menunjukkan bahwa fenomena berbanding terbalik masih saja ada, bahkan di jaman semoderen seperti sekarang ini. Meskipun sebenarnya fenomena seperti di atas mestinya tidak perlu terjadi, tapi apa daya, justru manusia yang menghendaki.

 

Guno Display

Kemajuan jaman yang menyebabkan kehidupan yang semakin kompetitif, yang menyebabkan persaingan semakin ketat, yang menyebabkan kesempatan untuk maju yang semakin susah, membuat manusia membuat strategi dan bersikap mementingkan diri sendiri dan mengacuhkan orang lain.

 

Orang berlomba-lomba menumpuk harta kekayaan karena mereka pikir harta kekayaan adalah jaminan masa depan mereka. Adanya harta kekayaan membuat mereka merasa nyaman dan aman. Dapat memupuk dan menjunjung prestise mereka. Membentuk keluarga bahagia dan sejahtera adalah fokus perhatian mereka. Urusan yang lain-lain masa bodoh. Acuh. Urusannya sendiri-sendiri adalah prinsip dan logika yang mereka pakai. Segala "argumentasi yang masuk akal" siap mendukung pendapat ini.

 

 

Keluarga adalah nomor satu. Sebuah kesadaran yang menjadi suatu keyakinan yang sangat diyakini. Keluarga harus bahagia dan sejahtera, bila perlu kaya. Bermanfaat bagi orang lain? Itu urusan nanti. Toh infak (berderma) sebesar 2,5% sudah setiap tahun dikeluarkan. Untuk yang lain, oke, tapi nanti ya, setelah kebutuhan keluarga terpenuhi semua. Itu saja masih ditambah "kalau ingat." Itulah potret keluarga masa kini. Egois. Jadi kalau ada anggota keluarga yang mengajak untuk bersikap egois hati-hati..

 

 

Padahal yang diinginkan Tuhan adalah bagaimana agar dapat memberikan  bermanfaat, bukan sejahtera dan kaya. “Sebaik-baik manusia adalah yang dapat memberikan manfaat.” Karena ketika kita bisa memberikan manfaat akan menimbulkan rasa bahagia. Jiwa menjadi ringan. Nyaman. Tenang. Tidak saja hidup di dunia ini, tapi hidup di alam sana kelak. Memberi adalah sifat Tuhan. Kita memang bukan Tuhan, tapi memberi dengan iklas dapat juga kita lakukan. Hanya keserakahan dan kurang berpikir panjang serta kebebalan kita yang menghalang-halangi kita untuk berbuat dapat memberikan manfaat.

 

 

Untuk menyikapi masalah ini mari kita urai secara proposional dan obyektif. Persaingan semakin ketat dan tajam bahkan kejam di dunia, itu betul. Keluarga adalah urusan nomor satu, itu benar. Masa depan anak-anak adalah sangat penting, itu tidak salah.

 

 

Bahwa persaingan semakin ketat dan tajam bahkan kejam di dunia mari kita hadapi dengan sabar dan penuh rasa kepercayaan dan kepasrahan kepada kekuasaan Tuhan). Tidak perlu dihadapi dengan gugup dan keinginan harus begini atau harus begitu. Perbanyak doa dan berusaha. Jangan menyerah mencoba, jangan mencoba menyerah. Tuhan sangat menghargai usaha yang kita lakukan. Jangan bermimpi kehidupan kita akan maju bila malas berusaha. Tuh kan, bermimpi saja tidak boleh.

 

 

Bahwa keluarga adalah nomor satu, sekarang terserah anda pilih menomorsatukan (perintah) Tuhan atau keluarga? Maaf, saya tidak bermaksud mengajari mari kita menelantarkan keluarga kita, tapi marilah kita bersikap proposional. Menyelamatkan keluarga harus dalam konteks menuruti perintah Tuhan. Kita siap mengurusi keluarga tapi jangan berkutat pada sifat egoistis. Memang benar di jaman susah ini sifat materialisme itu sangat perlu, tapi jangan terperangkap di dalamnya. Apalagi diperdaya, diperbudak oleh harta. Dulu, Nabi Ibrahim lebih memilih perintah Tuhan untuk menyembelih putra kesayanganya, demi menyelamatkan keluarganya kelak di alam sana.

 

 

Guno feed

Bahwa masa depan anak-anak itu sangat penting, siapapun akan berpendapat begitu. Tapi perlu diingat bahwa anak bukanlah beban tapi berkah. Anak adalah penerus sejarah kita. Secara biologis juga mengatakan begitu. Mewarisi anak tidak harus berupa harta yang banyak, tapi membentuk cara sikap berpikir dan bertindak yang benar. Mempunyai cara berpikir yang benar dan bertindak tepat adalah lebih berguna demi masa depan anak. Mempunyai cara berpikir benar dan bertindak tepat dapat mencetak karier yang bagus bagi anak dan mencari posisi dan hartanya serta menyelamatkan mereka hidup di dunia dan di alam sana.

 

 

Menyikapi masalah kehidupan di dunia tidak harus muluk-muluk tinggi, tapi yang realistis dan terjangkau. Setiap orang mempunyai kemampuan dan kesempatan yang berbeda dan relatif. Yang pasti usahakan jangan berbuat sesuatu yang ironis dan dapat berakibat tragis dan vatal untuk kita dan keluarga kita. Bahwa kita dikenal sebagai pemberi manfaat itu lebih mulia dibandingkan dengan sekedar pemberi uang yang tidak jelas asal-usulnya.

 



   NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.


Guno Artikel

Posting Komentar untuk "Menghadapi dunia yang semakin runyam"