Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Daya upaya kita

 Tempat tinggal saya di gang 5 masjid di gang 8. Tapi setiap sholat subuh, magrib dan isya selalu saya usahakan bisa ikut sholat makmun di masjid. Ketika saya sedang sakit, saya ya tetap begitu. “Mbok sholat di rumah saja mas? Masjid kan jauh..”, kata beberapa tetangga yang kasihan melihat saya yang sedang sakit jalan saja timik-timik.


Jauh? Kata batin saya. Itu masih dekat ya.  Saat saya sudah di kubur,  itu baru jauh. Bahkan tidak mungkin lagi bisa sholat di masjid. Jadi selama kita masih hidup di dunia, ya relatif masih dekat. 
Jalan semakin timik-timik insyaallah akan menambah pahala kita. Bukankah setiap langkah kita ke masjid akan diperhitungkan oleh Alloh SWT. Semakin timik-timik ya pahalanya akan semakin banyak. Menghitungnya lebih dari pakai sistem kwadrat malah. 

Dengan sedang menderita sakit tentu orang melihat saya mengalami banyak kekurangan. Tapi saya melihatnya itu justru sebagai kelebihan. Bayangkan, masih bisa mengikuti kegiatan yang ada seperti biasa, otak juga masih jalan. Menulis atau mencover permasalahan yang ada bisa. Tidak lagi gesit, itu mungkin permasalahan yang ada. 

Rasa mau, menjadi kata kunci itu yang  saya pegang untuk menjalankan apa saja. Tentu saja sebatas kemampuan. Rasa sakit, saya syukuri kalau itu ternyata menjadi lebih mendekatkan diri kepada Alloh daripada rasa nikmat dan sehat yang malah bisa menjauhkan diri kepada Alloh. Rasa sakit, itu menandakan saya masih hidup. Yang lain masih bisa jalan seperti biasa. Panca indra saya jalan. Makan juga jalan.Sabar itu menandakan hati dan otak saya masih waras dan bisa bersinergi. Jika mereka saling selip bahaya. 

Bia tanda lampu kedap kedip sudah menyala, saya harus waspada. Tidak bisa pura2 tidak tahu. Bahaya yang sesungguhnya ketika bahaya tidak dianggap lagi bahaya. Kata2 ini saya ingat betul. Saya resapi benar. Masa ubyang-ubyung sudah lama lewat, biarkan yang muda gantian yang menikmatinya. Kita harus tahu diri. Dunia terus berputar menjalankan perintah  Tuhan. Kita juga mestinya iya. Kita masih  bisa hidup 25 tahun lagi itu sudah sangat luar biasa. Bisa kumpul2 dengan keluarga selama itu. Bagaimana kalau tidak sampai 25 tahun lagi?  

Penilaian orang itu relatif. Penilaian Tuhan itu pasti. Coba amati uang seratus ribu rupiah. Di dunia, uang seratus tibu yang halal bentuknya ya begitu, uang yang haram bentuknya ya begitu. Halal dan haramnya tidak kelihatan. Hanya uangnya yang kelihatan. Di akherat nanti,  haral haramnya yang kelihatan, uangnya tidak kelihatan. Wujud uangnya adanya hanya di jaman duluuu, ketika ada di dunia .





*****

NB: Jadilah Follower blog ini dan berilah komentar. Silahkan sebar alamat sittus ini. Selama ada ide insyaallah ada tulisan baru. Terima kasih mengunjungi Perpustakaan kami.

 

Posting Komentar untuk "Daya upaya kita"

Guno Display
Guno feed
Guno Artikel