Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

7 KESALAHAN DALAM MELAKUKAN ASESMEN SDM

Ini adalah merupakan tulisan teman baik kami yang bernama Amelia Hirawan Direktur Sinergia Consultant  Representatif Points of You ™ Indonesia dimuat di Buku PHRD I,  yang juga telah melalang buana di beberapa negara lain. 

Saya tidak merubah (menambahi atau mengurangi redaksi tulisannya).


Saya hanya akan menggarisbawahi sikap perusahaan sebagai pengguna jasa perusahaan asesmen yang saya ketahui berdasarkan pengalaman yang ada. 


Bravo sist. Amelia. Salam saya untuk keluarga tercinta di rumah ya? 🙏

*****


“Ibu, tolong nanti pada saat asesmen, sampaikan pada peserta bahwa ini bukan penilaian SDM ya. Dibilang apa gitu ya… soalnya nanti kalau mereka tahu ini asesmen, mereka jadi tidak mau mengikuti.”


Demikian pesan seorang pemilik bisnis pada kami, 2 hari sebelum pelaksanaan asesmen berlangsung. Nah, apa yang membuat pemilik bisnis ini sungguh khawatir ? Bukankah aneh jika pelaksanaan asesmen dibilang bukan asesmen? Terus harus dibilang sebagai apa?


Hal-hal semacam ini bukan pertama kali saya hadapi. SDM resisten terhadap proses penilaian yang dilakukan oleh perusahaan. Kadang mereka mengikuti, namun tidak bersungguh-sungguh. Posisi asesmen ternyata tidak hanya menjadi momok bagi SDM yang mau dinilai, namun malah juga menjadi momok bagi manajemen yang melakukannya. 


Untuk itu, dalam artikel ini saya membahas 7 Kesalahan dalam Melakukan Asesmen SDM. Kesalahan-kesalahan ini saya temukan dari hasil analisa melakukan asesmen SDM selama hampir 20 tahun pada lebih dari 500 perusahaan. Semoga, hal-hal ini tidak terjadi di perusahaan Anda 


Tujuan yang tidak jelas

Apa tujuan Anda melakukan asesmen? Untuk evaluasi-kah, promosi dan mutasi, mengetahui potensi SDM Anda secara keseluruhan, hendak menyusun talent pool, atau hingga pengembangan organisasi? 

Guno Display

Tidak jarang, evaluasi SDM menjadi hal paling sering yang menjadi tujuan. Ingin tahu apakah SDM yang bersangkutan sudah bekerja dengan baik atau belum, sudah bekerja sesuai KPI atau belum. Namun sesungguhnya, fungsi asesmen tidak hanya itu. Asesmen memiliki rentang tujuan mulai dari pengukuran itu sendiri, hingga pengembangan organisasi. Coba sekarang kita lihat tingkatan asesmen berikut ini:

Ability Test 

Disini pengukuran yang dilakukan hanya dengan satu metode saja, namun biasanya terdiri dari beberapa asesor. Metode yang sering digunakan adalah interview yang dilakukan oleh beberapa interviewer – dari HRD, manager terkait, dan direktur atau pemilik usaha. Biasanya tidak ada feedback yang diberikan pada asese, hasilnya hanya keputusan diterima atau tidak saja. Meteode ini banyak ditemukan dalam proses rekruitmen dengan kandidat dari luar perusahaan.

Eksternal Recruitment

Tahap ini fasenya lebih kompleks, tes yang diberikan lebih bervariasi. Mulai menggunakan beberapa metode, mulai dari tes psikologis, interview, dan presentasi. Terkadang tesnya bida dilakukan dalam satu hari penuh. Biasanya digunakan dalam proses rekrutmen dimana kandidat masih berasal dari luar perusahaan. 


Asese juga tidak menerima feedback, hanya keputusan diterima atau tidak saja.


Internal Recruitment/ Promotion Assessment

Seperti yang kita ketahui, proses rekruitmen ini dapat dilakukan dengan mencari kandidat dari luar perusahaan atau dengan mencari kandidat internal dari dalam perusahaan atau yang juga disebut sebagai promosi/ mutasi. Dalam internal recruitment, diukur secara lebih spesifik target pekerjaan yang akan dinilai. Beberapa aspek dapat dikomunikasikan pada asese sebagai saran pengembangan. Namun tujuannya 75% masih untuk penilaian apakah asese layak dipromosikan atau tidak.


Potential Assessment Center

Tahap ini memiliki tujuan yang lebih tinggi, tidak hanya sekedar mencari SDM saja untuk mengisi kekosongan posisi yang dibutuhkan. Namun 50% kini sudah memiliki tujuan pengembangan. Ada tujuan pemetaan potensi SDM yang dapat digunakan hingga beberapa waktu ke depan. Misalnya perusahaan akan membuka cabang baru di tahun depan, pemetaan sudah dilakukan dari sekarang, agar kandidat terkait dapat dilatih dan dikembangkan dulu kompetensinya. Maka dalam proses ini, biasa asese mendapat feedback secara lebih lengkap agar yang bersangkutan juga dapat mempersiapkan dirinya.

Career Development & Assessment Center

Tingkatan ke 5 ini sudah memiliki target pengembangan yang lebih terarah. Ada suatu target pengembangan organisasi yang sudah ditentukan. Sehingga hasil asesment diharapkan menghasilkan kelemahan (developmental need) dan kekuatan (strengths). Di tahap ini, 75% tujuannya sudah untuk pengembangan. Setelah asesment dilakukan, feedback secara menyeluruh diberikan pada asese termasuk coaching/ counseling untuk pengembangannya.


Development Center

Development Center adalah tingkatan tertinggi dari proses asesment. Seringkali perusahaan mengaitkannya dengan keberadaan Talent Management. Ada seorang klien bertanya, “Berarti kita memantau perkembangan SDM ini hingga orang per orang ya, Bu?” Benar sekali. Memang orang per orang karena setiap SDM adalah unik. Tentunya kita tidak melakukan serentak pada seluruh SDM, namun mereka yang memiliki talenta menonjol bisa kita prioritaskan. 100% proses asesmen ini ditujukan untuk pengembangan, terutama pada pengembangan kompetensi. Proses development center ini sudah pasti membutuhkan elemen pembelajaran yang lebih detail. Karena feedback dari hasil asesmen menuntuk asese maupun manajemen untuk melakukan langkah nyata untuk memenuhi target yang sudah disusun.


Standar pengukuran belum ada

Masih ingat saat kita sekolah dulu? Proses pembelajaran akan diukur setiap akhir catur wulan atau akhir semester. Inilah asesmen yang kita jalani saat itu. Pada saat kita menerima hasil asesmen, yaitu raport, kita lihat disitu ada dua kolom. Kolom pertama adalah nilai actual yang kita hasilkan, kolom kedua adalah nilai standar yang diharapkan, atau nilai rata-rata kelas. 


Nah, begitu pula dalam organisasi, nilai standar yang diharapkan  inilah yang diterjemahkan dari Key Performance Indicator. Tanpa KPI, bagaimana mungkin Anda memiliki standar pengukuran yang jelas?

Persiapan yang minim

Persiapan disini adalah segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan asesmen itu sendiri. Misalnya:

Persiapan alat ukur

Ada begitu banyak alat ukur. Biasanya memang dari psikologi. Banyak HRD non psikolog seringkali dipusingkan karena tidak paham alat tes yang tepat. Sering juga HRD non psikolog menggunakan alat ukur hanya karena ini alat ukur warisan dari HRD sebelumnya, padahal tidak benar-benar menguasai cara pakainya. Penggunaan alat ukur yang tidak tepat inilah yang bisa jadi masalah dikemudian hari. Karena alat ukurnya tidak tepat, maka hasil pengukuran pun bisa salah. 


Persiapan asesor

Keahlian asesor disini juga penting. Semakin cakap asesor, semakin dia peka dan tajam dalam menganalisa hasil-hasil dari pengukuran yang dilakukan. Apabila asesor juga tidak menguasai alat ukur, dia juga tidak dapat menganalisa dengan tepat. Sering orang menyepelekan asesor ini, padahal performa asesor kadang bisa membiaskan persepsi asese juga. Jika asese tahu bahwa asesornya tidak kompeten, maka asese juga tidak akan bersungguh-sungguh dalam menjalani proses asesmen.


Persiapan teknis operasional

Ini memang persiapan teknis. Mulai dari penjadwalan, persiapan ruangan, lampu, suhu ruangan, air minum, kemudian juga alat-alat tes dan kelengkapan lainnya. Suhu ruangan misalnya, ruang yang terlalu dingin atau terlalu panas bisa saja membuyarkan konsentrasi asese dalam menjalani proses asesmen. Sederhana, namun dampaknya signifikan.


Single Tools & Single Assessor

Ini adalah pemahaman yang perlu dimiliki oleh HRD. Menggunakan satu alat ukur saja untuk menilai seseorang bukanlah hal yang tepat. Menggunakan beberapa alat tes sesungguhnya membantu kita mendapatkan hasil yang obyektif. Demikian juga jika analisa dilakukan oleh beberapa asesor, maka dapat mengurangi subyektivitas. 

Sebagai contoh, saat kami mengukur pola dan kemampuan pengambilan keputusan seseorang, kami menggunakan minimal 3 alat ukur. Pertama, Decision Making Inventory™ sebagai tes psikologisnya. Kedua, untuk mengukur akurasi hasil tesnya, kami memberikan group exercise pada asese menggunakan dBooming – sebuah permainan untuk mengetahui dan melatih kemampuan pengambilan keputusan. Ketiga, kami memperkuat hasil analisa dan kesimpulan kami dengan metode wawancara menggunakan Coaching Game. 

Perpaduan ketiga metode tersebut dapat membantu asesor untuk mendapat hasil yang terpercaya.


Lemahnya kolaborasi antar alat tes

Kemampuan asesor untuk memilih rangkaian alat ukur juga menjadi kendala yang sering ditemukan. Kadang saya mendapati tes yang digunakan sudah banyak, namun kolaborasi antar alat tes ini tidak digunakan untuk mengukur kompetensi yang sama, namun berbeda-beda. Sehingga analisa yang dihasilnya tidak saling memperkuat.


Assesse & User tidak melakukan saran rekomendasi

Guno feed

Kesalahan proses disini sebenarnya sudah pada tahap eksekusi. Hasil asesmen idealnya menunjukkah hal-hal yang perlu ditingkatkan oleh asese. Saran pengembangan ini perlu dioperasionalkan – ada contoh perilakunya, sehingga mempermudah asese untuk melakukan pengembangan diri. Nah masalahnya adalah, komitmen untuk belajar dan memperbaiki diri ini seringkali lemah. Alasannya banyak, entah kesulitan membagi waktu, lupa, tidak tahu caranya, dan sebagainya. Namun hasil asesmen jika tidak dibarengi dengan tindakan nyata, selamanya hanya akan menjadi data saja. Inipun perlu komitmen dari kedua pihak, dari asese melakukan pengembangan diri, dari atasannya membantu asese, mengawal agar pengembangan diri asese sesuai dengan target kompetensi yang diharapkan.


Hasil asesmen tidak terintegrasi dengan fungsi Human Capital lain

HC Practitioner, seperti kita ketahui dalam sharing saya mengenai Human Capital System, ada lima area Human Capital. Setiap bagian pada hakekatnya bukan bagian yang terpisah, namun saling terkait dan saling mendukung. Nah saying sekali jika hasil asesmen hanya digunakan sebagai hasil penilaian kinerja. Kita dapat mengorelasikannya dengan kenaikan jabatan, promosi, system kompensasi dan benefit, juga bisa menjadi dasar pengembangan materi pelatihan dan pendampingan. Jika Anda ingin belajar lebih dalam mengenai hal ini, Anda dapat ikuti workshop/


Nah, saya berharap bukan Anda yang melakukan satu atau beberapa kesalahan dalam proses asesmen diatas. Namun jika hal tersebut masih menjadi tantangan, yuk kita diskusikan bersama Paguyuban HRD Jawa Tengah. 


Salam sukses 

Amelia Hirawan

Direktur Sinergia Consultant 

Representatif Points of You ™ Indonesia.

*****


Ada beberapa dilema yang sering dihadapi oleh pengguna jasa perusahaan assessment.

1. Budget mereka terbatas. Sehingga mereka memilih tema yang singkat, efektif dan efisien. Misalnya yang hanya berlangsung satu hari atau lebih parahnya lagi yang hanya sekian jam. Bagi mereka karyawan tidak bekerja adalah merupakan kerugian yang sangat besar. Lantas dengan kondisi semacam itu asesmen yang bagaimana yang didapat?

2. Pihak perusahaan asesmen pun biasanya menawarkan mau model asesmen yang bagaimana? Tapi kalau pihak perusahaan user menghendaki yang seperti diatas tadi, perusahaan asesmen juga bingung kuatir tidak dapat memberikan hasil yang maksimal.

3. Biasanya karyawan malas mengikuti asesmen karena mereka merasa hanya begitu-begitu saja. Monoton, katanya. Apalagi bila mengharuskan adanya riset tindakan dari para peserta. Mereka pada malas-malasan untuk melaksanakannya. Lagipula yang mereka butuhkan adalah "pembelajaran" bukan "pelatihan". Mereka membutuhkan sebuah wacana baru. Sesuatu yang menyegarkan.


Have a nice day.



NB: Sumber Amelia Himawan. Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.



Guno Artikel

Posting Komentar untuk "7 KESALAHAN DALAM MELAKUKAN ASESMEN SDM"