Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

CERITA TENTANG CERITA

Anda pasti pernah menonton film, atau membaca novel. Disitu anda tentu mendapati sebuah cerita yang menarik. Atau mungkin sangat bagus. Atau biasa saja. Atau bahkan buruk menurut anda. Tidak salah bila anda menilai sebuah tontonan secara subyektif, karena jalinan cerita itu memang ditawarkan kepada anda. Bukankah anda telah membayarnya?

 

Tapi jangan lupa, bagi si pembuat cerita tentu cerita yang dibuat tersebut juga ditujukan ke publik (orang banyak), sehingga perlu meminta pendapat publik. Meski banyak alasan spesifik, pendapat publik sangat diperlukan untuk bahan evaluasi, menghitung untung rugi (finansial dan yang lain), terkait prestise, penampilan, penghargaan, untuk berkompetisi, dan lain sebagainya. Pendapat publik dinilai secara kolektif. Meskipun tentu saja pendapat pribadi juga sangat dihormati.

 

 Cerita bisa dimulai dari keadaan yang sederhana, kemudian ada masalah, timbul konflik, timbul situasi yang menegangkan, bila perlu membingungkan, situasi konflik tambah panas, kemudian mereda, naik lagi, reda lagi, semakin mereda, dan selesai atau malah berakhir dengan ending yang meninggalkan pertanyaan. Atau kadang alur cerita dibalik. Dari yang semula timbul banyak delima, banyak konflik kemudian mereda, kadang timbul konflik lagi, berputar, mereda, dan setelah itu selesai. Ada juga cerita yang berakhir dengan nada break: menghentak atau bersambung.

 

Cerita dapat dikatakan bagus bila di situ banyak menyuguhkan alur cerita yang misterius, mecenggangkan, banyak hal yang tak terduga, bergelombang, berkelok, adanya teori konspirasi, atau adanya adegan yang spetakuler, menampilkan kemajuan tehnologi, dan sebagainya. Tema cerita bisa yang sederhana saja, menggigit, atau di luar dugaan, atau yang sedang atau yang pernah terjadi atau bercerita tentang masa depan. Bukan tidak mungkin cerita yang disuguhkan bisa menjadi inspirasi, motivasi, ajang diskusi, sekedar opini, atau sudah dapat diduga, atau berakhir dengan tanpa dugaan. Sebuah cerita film atau novel yang bukan merupakan dokumenter atau kisah nyata adalah hasil dari hasil imajinasi, rekaan, atau khayalan. Meskipun sangat mungkin semua itu bisa saja terjadi di alam nyata. Bahkan kita sendiri bisa mengalaminya. Dengan kejadian yang tidak sama persis tentunya.

 

Sebuah cerita bisa tersimpan di alam bawah sadar. Membuat potensi emosi. Bahkan bisa merubah karakter kita. Sebuah cerita menodong pendapat kita. Memaksa kita berasumsi, berpersepsi. Atau bahkan memvonis. Menilai. Kekuatan cerita bukan terletak pada kisahnya tapi pada maknanya. Kekuatan cerita tak sekedar "menawarkan" tapi "melibatkan" asumsi si pembaca atau penontonnya. Bahkan memenjarakan. Ketika faktor asumsi terlibat, urutan selanjutnya adalah faktor emosi. Bahkan bukan tidak mungkin dapat memunculkan halusinasi. Sebuah cerita yang baik dapat memunculkam para epigon.


Sebuah cerita yang baik bukan "menggurui" tapi "menyodorkan permasalahan". Bahwa sebuah cerita bisa memberi ending, atau apapun penyelesaiannya audiens diberi kesempatan untuk membuat ending menurut versi mereka sendiri meski dalam hati. Sebuah cerita menawarkan sebuah ilham bukan mendekte. Sebuah opini. 

Guno Display

 

Malah di dunia bisnis kekuatan cerita bisa digunakan untuk menciptakan branding. Adalah Dr. Ganjar Candra Permanato, Msi, CMA, yang mengatakan itu. Dia mengatakan: Metode bercerita atau story telling merupakan metode yang cukup efektif dalam menarik perhatian audiens. Dimana melalui sebuah cerita, ikatan emosional dengan audience pun akan terbentuk. Di dunia bisnis sendiri, metode bercerita bisa digunakan pemasar untuk menarik perhatian konsumen dan pelanggannya. Tidak hanya itu, metode bercerita juga bisa menjadi media sebuah merek untuk memenangkan sebuah kompetisi dengan kompetitor. Story telling merupakan materi yang harus dikuasai oleh pemasar, untuk membangun emotion, involvement serta enggagement pada merk. Kreativitas dan inovasi harus selalu diasah dalam internal perusahaan. Ada 5S yang bisa memunculkan sebuah cerita. Pertama, Sensitivity to find the unique stories; kedua, Scriptwriting; ketiga, Salience aspects for framing; keempat, Share to the right target (consumer and influencer); dan terakhir Survey the results.  

 

Kembali ke cerita film atau novel. Pada dasarnya sumber ide cerita dimulai dari sesuatu yang sederhana. Sebuah keluarga, perasaan cinta, petualangan, keserakahan, salah paham, itu dan dengki, ketenaran, dan sebagainya. Kemudian timbul permasalahaan, ada konflik, ada konspirasi, ada alternatif, penyelesaian yang dihadapkan pada kerancuan, dan sebagainya. Agar seru permasalahan dibuat semakin menggurita. Ruwet. Penyelesaiannyapun bertahap. Ada yang mudah, ada yang agak sulit, atau yang sangat sulit sekali. Yang mudah ditebak audiens, atau juga ada yang kelihatannya mudah ditebak tapi ternyata kejadian atau penyelesaiannya di luar dugaan. Kenapa begitu? Biasanya penonton sudah digiring opini dan perasaannya ke momen tertentu tapi kemudian tiba-tiba dibelokkan. Adanya kejadian semacam ini biasanya malah menjadi "kekuatan" sebuah cerita. Hikmahnya, ketika kisah hidup anda tiba-tiba berganti  atau menyimpang dari arah, jangan panik, berpikir tenang dan kendalikan perasaan. Ketika cerita berganti tentu ada hikmah dan sesuatu yang dapat dijadikan modal untuk menyelesaikannya. Kita harus lebih jeli, bersikap tenang dan berpikir cerdas. Yakinilah bahwa itu adalah jalan yang terbaik meskipun terlihat buruk secara kasat mata dan menurut keadaan pada waktu itu. Saya dulu pernah merasa kecewa ketika ditolak menjadi penyiar yang pada saat itu menjadi impian saya. Padahal kalau pada waktu itu diterima saya tidak menjadi seperti sekarang ini.


Sumber ide cerita bisa saja dimulai dari sesuatu yang sangat simpel, sederhana. Sebuah keluarga, misalnya. Sebuah komunitas kecil yang asumsi kita sudah mengatakan sebuah komunitas yang bahagia dan sudah seharusnya saling mendukung dan membahagiakan. Tapi  ternyata cerita berkata lain: mereka akhirnya saling membunuh, saling membenci, terceraiberai. Tentu saja pasti karena ada masalah. Biasanya ada keserekahan atau salah paham. Kemudian timbul konflik. Bila perlu ada teori konspirasi tadi. Main strategi. Konspirasi tingkat rendah dimakan konspirasi tingkat tinggi. Ular ketemu buaya. Saling menipu, saling menghasut. Memukul memakai tangan orang lain. Muka manis tapi kelakuan sadis. Agar seru ada saja hal yang tak terduga. Persoalan kemudian berputar dan memutar. Bisa saja berputarnya malah terbalik seperti pada umumnya. Yang menipu malah ditipu. Permasalahan bisa semakin mencekik, menggurita, bahkan menggoda. Itu baru dari sebuah keluarga, belum dari sebuah organisasi atau gank. Atau ada campur tangan dari pihak ketiga. Tentu saja semua alur cerita terserah dan ada di tangan Sang Sutradara dan Penulis Skenario.


Bagaimana dengan cerita kehidupan kita di alam yang sebenarnya? Cobalah melihat diri anda sendiri. Dimulai anda lahir. Meski bisa saja sejarah anda dimulai dari sebelum anda lahir. Ada sejarah yang tercatat dan mencatat. Ada fenomena yang terbentuk jauh di belakang sana. Ada blocking. Bisa dalam arti yang baik, buruk, atau biasa saja.


Kemudian timbul masalah. Konflik. Bagaimana cara anda menghadapainya? Mencari cara jalan keluarnya? Menyelesaikannya? Berkompromi dengan masalah? Sebuah cara bisa menjadi dasar dan bagian dari sebuah cerita. Bisa menjadi "modal" untuk berkisah. Bisa menjadi "alat tawar menawar".


Tuhan sebagai Sutradara sekaligus Penulis Skenario tentu sudah mempunyai plot cerita tentang kehidupan kita. Sudah mempersiapkan segalanya. Malah sudah memodali kita. Apapun itu. Baik yang terihat "menyenangkan atau yang menyusahkan". Kita tinggal melaksanakan. Berpasrah diri. Ketika kita diberi kemudahan rejeki dengan enaknya kita berkata "Tuhan sayang pada kita", ketika kita diberi kesusahan rejeki dengan enaknya kita berkata "Tuhan tidak sayang pada kita'. Padahal keduanya adalah "ujian" dimana disana tersembunyi makna, ujian, pendidikan, memberi kemanfaatan, referensi, dan keberkahan Tuhan. Apapun yang kita terima harus bisa menjadi ridho Tuhan bukan untuk dibanggakan atau berkeluhkesah.


Segalanya terserah Tuhan? Padahal kita punya persepsi. Toh kita juga yang menjalani. Kita yang berusaha. Kita "merasa punya kewenangan" untuk berusaha dan menentukan langkah. Hati-hati bila sudah sampai di sini. Iblis bisa bermain di sini. Yaitu ketika kita mempertanyakan takdir Tuhan, mempertentangkan kemauan Tuhan dan kemauan kita. Iblis merasa suka bila kita berani membangkang Tuhan (seperti yang dia lakukan dulu). Iblis jadi punya teman kelak di neraka. Padahal Tuhan selalu dan sudah mempunyai Blueprint kita. Seharusnya disingkronkan. Disesuaikan. Menjadi motivasi dan menjadi pembelajaran bagi kita.


Ingat: Ketika kita berjalan ke arah Tuhan, Tuhan berlari ingin memeluk kita. Jangan pernah ada hal-hal sepele yang menjadikan penghalang bagi Tuhan untuk memeluk kita, seperti: sombong, serakah, kikir, suka bohong, menipu, fitnah, mengadu domba, dan sebagainya.


Hidup di dunia, bumi sebagai panggungnya. Kita beradu peran di situ. Menjadi diri sendiri, kadang menjadi diri orang lain. Beracting secara sesungguhnya atau dengan penuh kepura-puraan. Semuanya demi kepentingan dan kebutuhan kita. Manusia berebut untuk bergerak, merangsak ke depan. Ada yang saling menginjak ada yang melangkah dengan menjaga kehormatan. Punya rasa malu menjadi batasan. Meski ada frasa "sandiwara" tidak berarti segalanya harus bersandiwara, tapi bersungguh-sungguh. Konteks "sandiwara" karena pada dasarnya setiap manusia mengedepankan kepentingannya terlebih dahulu dari manusia yang lain. Karena "menumpuk" lantas menjadi "berserakan" begerak kesana kemari untuk memenuhi kepentingannya sendiri-sendiri, jadilah semacam bersandiwara antara yang satu dan yang lainnya.


Hidup sebagaimana alam semesta yang bergerak, semua mematuhi perintah dan kehendak Tuhan. Walau seharusnya harus dipahami dan diimani begitu, tapi juga harus diyakini bahwa Tuhan juga memberikan kewenangan kepada kita untuk berikhtiar, untuk merubah nasib. "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka." (Al Qur'an: Ar-Rad (13). Kita harus cermat. Penuh kehati-hatian serta kemantapan. Mempersiapkan diri untuk melaksanakan adegan yang baik, biasa, atau buruk. Tidak perlu terburu-buru. Tidak usah kagetan. Tidak perlu ada retake. Kejadian jangan ditentang, tapi boleh disiasati. Tunjukkan kepada Tuhan bahwa kita juga melakukan ikhtiar, sambil tidak lupa meminta petunjuk, bimbingan, perlindungan, kekuatan dan petolongan Tuhan. Sudah siapkah anda untuk melakukan action? Tuhan wait and see untuk melakukan penilaian. Memberi imbalan. Dan ingat, ukurannya bukan berhasil atau tidak, tapi Tuhan meridhoi (memberkahi) atau tidak? 


Have a nice day 

 


Guno feed



NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari yang lainnya. Terima kasih.



 

 

 

 

 

 

Guno Artikel

Posting Komentar untuk "CERITA TENTANG CERITA "