Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

ESENSI MENYIKAPI HARI RAYA IDUL FITRI

Hari Raya Idul Fitri telah tiba. Akhirnya Hari Kemenangan itu insya Allah telah kita dapatkan. Tapi apakah ini berarti kita telah selesai melakukan sebuah perjuangan? Belum.


Sebelumnya, seperti yang kita ketahui bersama, ada perbedaan pendapat dalam menentukan tanggal 1 Syawal sebagai tahun baru Hijriah. Dan mereka yang berbeda pendapat itu sangat gigih dalam hal berpegang dalam keyakinan dan kemantapannya.


Dan menurut saya yang bodoh ini, letak esensinya bukan itu.  Bukan pada kapan sebuah hari Idul Fitri ditentukan. Itu hanya masalah teknis saja dan pengukurannya bisa saja saling berbeda. Pertanyaannya (dan ini yang paling penting): Kita mau berbuat apa di hari Idul Fitri itu dan setelahnya.

 

Dan seperti yang saya tulis tadi, Idul Fitri adalah hari kemenangan dan insya Allah kita sudah dapat meraih kemenangan itu. Dan apakah itu berarti perjuangan sudah selesai? Belum.


Guno Display

Kita masih menghadapi banyak hari yang lain yang mungkin tidak kalah ngeri dan sadisnya dari hari-hari Puasa yang baru kita lalui. Dan mau tidak mau, suka tidak suka, harus kita hadapi.


Yang lebih penting, kita harus selalu menjaga jangan sampai kita jauh dari Rahmat Allah SWT. 


Kita ini bukan siapa-siapa, serta tidak dapat berbuat apa-apa tanpa ada pertolongan dari Allah SWT.


Yang penting kita harus sekuat tenaga untuk selalu berusaha senantiasa berbuat baik kepada siapa saja, kapan saja dan dimana saja.


Kemampuan berbuat baik pada dasarnya tentu dapat dilakukan oleh setiap orang karena setiap orang pada dasarnya baik. Hanya masalahnya mau berbuat baik atau tidak? 


Bahwa kebaikannya dapat terlihat atau tidak oleh orang lain apalagi oleh orang banyak tentu tergantung dari situasi dan kondisi yang ada. Kebaikan yang dilakukan orang biasa tentu tidak sama untuk diketahui dibanding oleh apa yang dilakukan oleh seorang tokoh nasional atau internasional karena tokoh berkelas demikian tentu menjadi sorotan orang banyak. Sebaliknya, apa yang jika dilakukan tentang suatu keburukan, juga pasti akan dapat dilihat oleh orang banyak. Intinya: Kesempatan yang dipunyai oleh orang biasa dan seorang tokoh tentu tidak sama.


Kebaikan atau keburukan juga dilihat dari siapa yang mengatakan termasuk tentang penilaian kebaikan dan keburukannya di mana. Dengan demikian menjadi sangat relatif. Apa yang dikatakan seseorang tidak dapat mewakili pendapat orang banyak.


Terkadang seseorang tidak terlalu urusan apakah kebaikannya dipersepsikan atau diapresiasikan dengan baik oleh orang lain. Dia hanya berpikir bahwa dia telah berbuat baik. Bahwa perbuatannya itu direspon atau disanjung oleh orang lain dia tidak peduli. Dia hanya berpikir telah berusaha memberikan manfaat dan berkontribusi yang baik kepada orang lain. Dia hanya berpikir berbuat baik adalah sebuah vitamin tersendiri bagi dirinya agar ke depan lebih sehat dan dapat berbuat kebaikan lagi lagi.


Sekali lagi, pada dasarnya setiap orang bisa dan berpotensi dapat berbuat baik. Masalahnya ada yang mau berbuat baik secara spontan, ada pula yang hanya menunggu untuk diminta atau diperintah. Di tahap inilah yang dirasa penting di luar kebaikan apa yang akan dilakukannya.

Guno feed


Jadi mari berbuat baik dengan tanpa diminta oleh orang lain. Kebaikan apapun yang anda berikan akan terasa berharga dan itu dapat mengangkat nilai anda sendiri, meskipun kebaikan itu terasa biasa-biasa saja.


Kebaikan itu indah. Tapi dapat membahagiakan orang lain itu sangat lebih indah. Mari kita membuat Allah SWT tersenyum kepada kita.


Have a nice day.



NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.

Guno Artikel

Posting Komentar untuk "ESENSI MENYIKAPI HARI RAYA IDUL FITRI "