SUKA INTERMEZZO = SUKA NARSIS?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), narsistik atau narsis adalah kepedulian yang berlebihan pada diri sendiri yang ditandai dengan adanya sikap arogan, percaya diri, dan egois.
Sedang menurut wikipedia Narsisisme (dari bahasa Inggris) atau narsisme (dari bahasa Belanda) adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan. Orang yang mengalami gejala ini disebut narsisis (narcissist). Istilah ini pertama kali digunakan dalam psikologi oleh Sigmund Freud dengan mengambil dari tokoh dalam mitos Yunani, Narkissos (versi bahasa Latin: Narcissus), yang dikutuk sehingga ia mencintai bayangannya sendiri di kolam. Ia sangat terpengaruh oleh rasa cinta akan dirinya sendiri dan tanpa sengaja menjulurkan tangannya hingga tenggelam dan akhirnya tumbuh bunga yang sampai sekarang disebut bunga narsis.
Sifat narsisisme ada dalam setiap manusia sejak lahir, bahkan Andrew Morrison berpendapat bahwa dimilikinya sifat narsisisme dalam jumlah yang cukup akan membuat seseorang memiliki persepsi yang seimbang antara kebutuhannya dalam hubungannya dengan orang lain.
Narsisme memiliki sebuah peranan yang sehat dalam artian membiasakan seseorang untuk berhenti bergantung pada standar dan prestasi orang lain demi membuat dirinya bahagia. Namun apabila jumlahnya berlebihan, dapat menjadi suatu kelainan kepribadian yang bersifat patologis. Kelainan kepribadian atau bisa disebut juga penyimpangan kepribadian merupakan istilah umum untuk jenis penyakit mental seseorang, di mana pada kondisi tersebut cara berpikir, cara memahami situasi dan kemampuan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi normal. Kondisi itu membuat seseorang memiliki sifat yang menyebabkannya merasa dan berperilaku dengan cara-cara yang menyedihkan, membatasi kemampuannya untuk dapat berperan dalam suatu hubungan.
Seseorang yang narsis biasanya terlihat memiliki rasa percaya diri yang sangat kuat, tetapi apabila narsisme yang dimilikinya sudah mengarah pada kelainan yang bersifat patologis, maka rasa percaya diri yang kuat tersebut dapat digolongkan sebagai bentuk rasa percaya diri yang tidak sehat, karena hanya memandang dirinya sebagai yang paling hebat dari orang lain tanpa bisa menghargai orang lain. Selain itu, seseorang dengan sifat narsis yang berlebihan memiliki kecenderungan untuk meninggikan dirinya di hadapan orang lain, menjaga harga dirinya dengan merendahkan orang lain saat orang lain memiliki kemampuan atau hal yang lebih baik darinya, bahkan tidak segan untuk mengasingkan orang lain untuk memperoleh kemenangan. Beberapa teori yang berlaku saat ini menyatakan bahwa penyebab narsisme dipengaruhi beberapa hal seperti faktor biologis dan genetik, faktor sosial, dan faktor psikologis seseorang.
Bukan merupakan rahasia lagi bahwa media sosial "merupakan sebuah tempat" yang dekat dan mudah untuk melampiaskan rasa narsis seseorang. Tidak peduli dia adalah pria atau wanita, tidak peduli dia berumur berapa dan berpendidikan apa, dan sebagainya. Anehnya, mereka yang sering narsis di media sosial bisa jadi orangnya malah pemalu di dunia nyata. Dia adalah "orang yang tertutup." Bahkan bisa jadi orang yang terlihat sebagai "orang yang ramah" atau "yang paling ramah" di sebuah komunitas sebuah media sosial ternyata dia adalah orang yang mempunyai potensi emosian di dunia nyata. Bila perlu orangnya jutek dan galak. Saya tidak tahu apakah ini dapat disejajarkan dengan pendapat: "antara teori dan prakteknya itu lain".
Harus diakui karakter orang di dunia nyata bisa terbentuk akibat sentuhan beberapa pengalaman hidup, merupakan sekumpulan berbagai efek dan stimulan sesuatu perbuatan yang pernah dia rasakan, atau adanya segala obsesi atau opini yang tertumpuk pada pemikirannya. Dan dunia media sosial memang bisa jadi adalah lain dengan dunia nyata. Apakah mungkin seperti yang orang bilang: "Dunia ini adalah panggung sandiwara" lantas media sosial adalah "panggungnya panggung sandiwara?" Entahlah. Masih harus diuji bahwa dunia media sosial adalah suatu tempat yang cocok dan nyaman untuk "tempat persembunyian".
Secara umum banyak manusia yang ingin menunjukkan "siapa dirinya" di seputar lingkungannya di tempat dia berada. Dimulai dari tingkat yang paling dasar, seperti di: rumah, kampung, tempat menimba ilmu, sebuah organisasi, tempat kerja, sampai di lingkungan yang terjauh, yaitu media sosial.
Media sosial yang difasilitasi internet adalah sebuah media "yang dekat tapi jauh, sekaligus, yang jauh tapi dekat", dimana secara geografis berada di kota, negara atau bahkan di benua lain, namun dia dapat direngkuh hanya melalui hp atau komputer kita. Simpel. Mudah. Dan tentu saja terasa nyaman.
Saya tidak tahu persisnya, apakah ada hubungannya antara narsis seseorang, katakanlah di media sosial atau di mana saja "identik" dengan unjuk kebolehan (baca: kopetensi) seseorang. Sebab harus diakui unjuk kredibilitas tidak bisa lepas dari persemaian reliationship, sebuah hubungan simbiosis yang baik dari sebuah pertemanan yang nyaman dan adem. Sebuah pertemanan yang baik adalah merupakan prolog yang dibutuhkan dari unjuk kredibilitas. Tentu saja unjuk kredibilitas tidak dapat dimulai hai dari sebuah nyinyiran atau sekedar penebaran dan penyebaran citra semata. Unjuk kredibilitas perlu saksi dan bukti.
Sebenarnya di dunia maya, di media sosial yang lalu lintasnya begitu cepat, rapat dan padat sangat ditunggu kehadirannya insan yang berkredebilitas. Hal itu sangat wajar mengingat di media sosial sangat dinanti hadirnya sebuah informasi yang valid, serta dapat dipercaya. Yang masuk akal.
Tapi jangan salah, mereka yang "lebih suka menjadi penonton" bisa jadi malah mempunyai kompetensi yang hebat. Mereka yang suka diam dan memperhatikan serta mencermati malah merupakan insan yang hebat. Jujur saja, itu yang terkadang membuat "saya takut" memberi kamentar atau mengunggah sebuah postingan.
Bagi sebagian besar orang, mengunggah sebuah postingan dimaksudkan sebagai "sebuah hiburan". Dan itu memang boleh saja. Esensinya media sosial memang hadir "lebih" sebagai dunia hiburan. Toh orang juga membutuhkan sebuah hiburan. Sebuah intermezzo. Jadi apakah bagi yang sering melakukan intermezzo sama dengan suka narsis? Monggo, silahkan dinilai sendiri.
Have a nice day.
Notes: blog GUNO HRD diusahakan setiap hari ada tulisan baru. Terimakasih.
Posting Komentar untuk "SUKA INTERMEZZO = SUKA NARSIS?"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.