PENGURAI BEDA PENDAPAT: BERSEDIAKAH KITA UNTUK DAPAT MEMAHAMI?
Suatu hari seorang teman saya mencurahkan isi hatinya bahwa dia telah berbeda pendapat yang sangat tajam dengan istrinya. Dan itu sangat mengganggu perasan hatinya.
Saya tertawa mendengarnya. Saya sampaikan bahwa saya hampir setiap hari berbeda pendapat dengan istri saya dengan topik yang berbeda-beda. Dan kami sudah terbiasa dengan itu. Setelah itu ya biasa lagi, normal lagi, seperti tidak pernah terjadi apapun.
Sudah digariskan oleh Tuhan yang maha kuasa kita dilahirkan dalam keadaan kondisi dan situasi yang berbeda. Dengan demikian kita tercetak dari pengalaman dan latar belakang yang berbeda. Dilahirkan dalam keadaan kondisi dan situasi yang sama pun ternyata kita dapat berbeda pendapat dengan saudara kita. Pemikiran dan pengalaman pribadilah sebagai pemicunya. Manusia adalah produk pikirannya. Yang jelas, kita tidak dapat meminta dilahirkan dalam keadaan begini atau begitu, harus begini atau begitu, dan sebagainya. Kita adalah pihak penerima saja. Harus pasrah. Dan itu adalah bagian dari rasa keimanan kita kepada Tuhan yang maha kuasa. Sejauhmana kita menerima kadar ujian dariNya. Kaya, miskin, phisik yang cakap atau tidak, dan sebagainya, adalah ujian dariNya. Menghadapi kadar ujian dariNya menunjukkan kadar level dari diri kita.
Dengan pasangan hidup, yang setiap malam kita tidur bersama pun kita dapat berbeda dalam berpendapat, juga dalam beberapa prinsip. Tujuan bisa sama, sudut pandang bisa sama, rencana bisa sama, tapi sekali lagi, pendapat dan pemikiran kita dapat berbeda.
Jadi jangan kaget bila melihat suami istri yang semula terlihat hubungannya adem-adem saja, baik-baik saja, tiba-tiba ada pertengkaran hebat, ada pergeseran sudut pandang, yang pada ujung-ujungnya sulit didamaikan. Dalam rumah tangganya ada kebakaran hebat yang sulit dipadamkan.
Apalagi di dalam apa yang namanya organisasi atau partai, mereka yang semula tampaknya solid dan kuat, tiba-tiba menjadi retak bahkan ada yang sampai bercerai berai. Saling menyikut, saling menjegal, saling menghujat.
Hal ini dapat dimaklumi karena keterikatan emosional mereka sejatinya tidak sekuat dalam rumah tangga. Padahal yang namanya rumah tangga saja dapat bubar di tengah jalan. Dimana perginya "Sepemahaman yang di dikrarkan bersama?"
Sepahaman, seide, sevisi semisi, semula dikedepankan, dibanggakan. Setelah itu "pergi entah kemana?", menguap begitu saja. Perbedaan kebutuhan dan kepentingan mungkin yang menjadi biang keladinya. Perbedaan kebutuhan dan kepentingan dapat meluruhkan kesepahaman bahkan mereka yang dulnya sevisi semisi. Saya tidak tahu, semudah itukah kita tidak menghargai integritas diri kita sendiri? Semudah itukah kita menjilat ludah kita sendiri? Di mana sebenarnya letak kehormatan diri kita?
Kita pasti tahu, sebuah taman yang indah karena di sana ada beraneka bunga. Tidak dari yang sejenis saja. Tidak ada kesan monoton. Semuanya serba dinamis. Ada kreatifitas di sana. Perbedaan adalah rahmat. Adalah potensi. Segalanya adalah relatif. Dengan demikian, bila ada yang berpendapat paling benar dan bersikap kaku maka yang rugi adalah dirinya sendiri. Sebab, disamping mendapat "stempel buruk", dia tidak akan pernah mendapatkan "masukan berharga" dari pihak yang lain.
Tidak ada yang salah dengan perbedaan dari dan apa saja yang kita yakini. Setiap orang berhak untuk berbeda dalam hal apa saja. Jika perbedaan yang kita bawa sejak lahir adalah perbedaan yang tidak pernah kita minta atau tidak pernah kita pilih, maka perbedaan keyakinan, pendapat dan pandangan adalah perbedaan yang lebih bersifat pilihan. Tapi meski demikian, tidak jarang perbedaan justru melahirkan perpecahan, penindasan, konflik dan perang. Perbedaan yang seharusnya menjadi alasan kita untuk bersatu, justru menjadi penyebab lahirnya konflik dan pertikaian antar sesama manusia, yang pada gilirannya dapat menimbulkan korban dari mereka yang tidak tahu apa-apa. Banyak orang yang tidak bisa menyikapi perbedaan dengan bijaksana. Banyak yang mengira bahwa perbedaan berarti membedakan. Padahal tidak. Perbedaan dan membedakan mempunyai arti dan substansi yang memang berbeda.
Pendapat sifatnya subjektif, kita menilai sesuatu berdasarkan sudut pandang kita sebagaimana orang lain menilai sesuatu berdasarkan sudut pandangnya sendiri pula. Oleh karena itu, kita tidak bisa memaksakan pendapat kita untuk orang lain begitu pun sebaliknya, orang lain tidak bisa memaksakan pendapatnya bagi kita.
Kita berbeda, karena dengan perbedaan maka kita akan saling memahami satu sama lain, saling mengerti dan menghargai apa yang dimiliki orang lain. Saling memotivasi. Kualitas sesungguhnya dari manusia, bukanlah ditentukan dari warna kulit, bahasa, agama, kekayaan, tingginya pendidikan, atau bangsa. Kualitas dan nilai manusia sesungguhnya ditentukan oleh bagaimana dia bisa berbuat baik bagi sesama manusia, dapat bermanfaat, tanpa melihat adanya perbedaan. Mau saling memahami. Mau saling mengerti. Disitulah terletak kuncinya. Maka pertanyaannya: Bersediakah kita untuk memahami orang lain? Menerima pendapat orang lain? Gampang sekali bukan?
Have a nice day.
.
NB: Silahkan diklik gambar tiga baris sejajar cari kata ARSIP untuk mencari artikel yang lainnya. Terima kasih.
Intinya, kita tidak bisa memaksa pikiran orang lain untuk mengikuti kinginan kita. Biasa saja... kuat dilakoni, ora kuat ditinggal ngupi..
BalasHapusRingan sama dijinjing berat sama dipikul, orak kuat brokke.. hahaha..
Hapus