BAGAIMANA ANDA MENYIKAPI SEBUAH KETERPAKSAAN?
Dalam menjalani dunia menulis, ternyata saya harus melalui beberapa dimensi: Selain menjadi seorang penulis saya menjadi seorang pemikir, penata kalimat, pengamat, penilai, pengapreasiasi, motivator, dan penikmat. Tidak hanya siap menjadi diri sendiri, tapi saya juga harus siap menjadi orang lain. Alhasil, tidak hanya menjadi repot, tapi juga menjadi capai.
Dulu ketika saya sedang senang-senangnya menulis, ada seorang teman yang memberi masukan dengan berkata: "Tidak usah pakai banyak gaya, yang biasa saja." Saya tidak merasa tersinggung, tapi marah, karena apa yang dia sampaikan benar adanya. Saya merasa ditelanjangi. Saya malu. Saya bahkan tidak dapat menyembunyikan kesombongan yang sedang saya rasakan. Maklum, anak muda. Toh saya mempunyai argumentasi, ah persetan, yang penting yang membaca merasa senang hatinya. Itu saja masih ditambah alibi yang penting masuk logika.
Saya masih ingat, Prie GS seorang penulis dan budayawan dari Semarang pernah mengatakan, "Kebaikan itu butuh dipaksakan, kalau memang terpaksa itulah jalan satu-satunya. Jangankan yang menjalankan keterpaksaan. Bahkan yang memaksapun tak kalah menderita."
Dan kenyataannya memang begitu. Untuk melepaskan hasrat saya demi menyenangkan orang lain melalui tulisan saya, saya harus berjibaku peras keringat, bertingkah seperti orang gila ketika harus mengapresiasi dan menikmati hasil tulisan saya sendiri. Dan saya sungguh tidak yakin mereka, para pembaca yang notabene para penikmat tulisan saya itu, mengetahui hal ini atau tidak?
Ada yang dapat diambil sebagai pelajaran di peristiwa itu. Sungguh tidak gampang untuk dapat menyenangkan hati orang lain. Perlu sebuah perjuangan, yang terkadang tidak ringan. Tapi, ah, bukankah ketika kita melakukan suatu hal pasti ada resiko? Ada sebuah konsekuensi? Memang ada imbalannya, meskipun tidak pasti berwujud uang. Paling tidak bisa tampil gagah. Gagah sambil merana. (Berarti tidak pernah bahagia dong? Kan petuah Gus Dur: "kunci bahagia itu jangan memikirkan suatu hal yang kita tahu, sedang yang sudah kita tahu mengapa harus dipikir?).
Dan saya kira kita semua tentu setuju bahwa menyenangkan orang lain, membahagiakan orang lain, harus tegas untuk menyingkirkan rasa keterpaksaan itu. Tabu untuk membicarakannya. Bukan terdorong rasa gengsi, tapi malu. Jer basuki mowo beo, setiap perjuangan untuk tampil baik ada harganya.
Dari sebuah keterpaksanan itu saya baru tahu bahwa di sana ada manfaat di kelak kemudian hari. Karena baru jelas ada apa dibalik keterpaksaan. Dia adalah peletak landasan. Dalam keterpaksaan ada sebuah usaha. Ada pekerjaan. Dan kita tidak boleh malas dalam menyikapi sebuah pekerjaan. Tidak boleh bekerja dengan setengah hati. Harus dengan full power. Dan itu bisa dimaknai dalam bekerja selama bertahun-tahun di kemudian hari sampai di hari ini.
Tidak ada yang sia-sia dari sebuah keterpaksaan. Dalam arti yang lebih luas, mengingat ini semua saya kini agak menega-negakan mengajak yang lain untuk memaksakan diri terhadap keterpaksaan. Bahkan mungkin ada hikmahnya dari melakukan sesuatu yang tidak kita suka. Dalam menjalankan sebuah keterpaksaan yang baik, di sana ada terkandung rumus, yaitu rumus hidup, yaitu jelas ada tujuan hidup yang harus dicapai dengan jerih payah. Tidak ada suatu keberhasilan yang dapat dicapai dengan gratis, semua harus melalui sebuah perjuangan yang terkadang tidak ringan.
Have a nice day.
Notes: Silahkan di klik tanda tiga baris di sebelah kanan atas lalu muncul kata ARSIP lalu di klik akan muncul pilihan bulan kapan tulisan dimuat. Terima kasih.
Maaf pak Guno... hanya saran saja... Setiap kali membaca tulisan penjenengan judulnya selalu ada kata "ANDA" yang seolah2 penjenengan melempar permasalah ke para pembaca, dan penulis menjadi sosok MAHA GURU. Seolah2 yg punya permasalahan itu hanya para pembaca...
BalasHapusBarangkali akan lebih keren dan elegan kalau kata2 "ANDA" mylai dikurangi...
SEMANGAT TERUS UNTUK MENULIS PAK
Begitu ya? Terima kasih atas masukannya. Salam saya untuk keluarga tercinta di rumah.
HapusKeterpaksaan dalam menulis (yang penting tiap hari ada tulisan) sementara belum menemukan ide atau topik yg harus ditulis,... itu juga membuat "RUH" tulisan itu juga menjadi datar dan monoton yg pada akhirnya menjadi membosankan..
BalasHapusAkan lebih baik kalau tulisan itu yg up to date dan "antep" meskipun tidak harus beredar tiap hari...
Terima kasih atas masukannya ya? Akan saya pertimbangkan. Walaupun ada lho, yang mencolek saya untuk menulis setiap hari (bloger juga memberi petunjuk untuk menjaring pembaca perlu menulis setiap hari). Sampaikan salam saya untuk keluarga tercinta di rumah ya?
Hapus