Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

INI PENDAPATKU, BAGAIMANA PENDAPATMU?








Setiap manusia boleh saja mempunyai pendapat yang berbeda. Jangankan boleh, mereka bahkan berhak untuk berbeda pendapat. Tentunya asal tidak menabrak nilai-nilai norma dan etika yang ada, dan terutama undang-undang yang berlaku di negara itu. Berbeda pendapat yang bersih dari segala noda malah dilindungi oleh undang-undang negara.




Saya sendiri siap untuk belajar dari adanya perbedaan pendapat. Bahkan untuk berkompromi pun saya siap. Tapi jangan coba-coba untuk mendekte saya. Marilah kita saling menghargai dan menghormati adanya kemerdekaan dalam berbeda pendapat. Tapi bila mempunyai pendapat yang sama ya tentu tidak masalah.




Sebenarnya banyak contoh masalah yang perlu dimintai pendapat anda. Tapi dalam hal ini cukup 3 saja yang akan saya ajukan sebagai permintaan pendapat kepada anda.




Ini pendapatku, bagaimana pendapatmu?




Masalah pertama:




Wanita itu sedang merasa bingung setengah mati, sampai merasa pusing tujuh keliling. Dia sangat dicintai oleh seorang pria, tapi dia tidak mencintai sedikitpun kepada pria itu, namun dia justru sangat mencintai pria lain. Si pria yang sangat mencintainya begitu sangat tergila-gila kepadanya, begitu pula dia sangat tergila-gila kepada pria yang sangat dicintainya. Padahal si pria yang sangat dicintainya sedikitpun tidak menaruh perhatian kepada si wanita itu. Dia bingung: "Siapa yang akan dinikahinya kelak?"




Si pria yang sangat mencintai wanita itu tidak bersikap dan bertindak yang setengah-setengah. Keputusannya sudah mantap dan bulat, malah terkesan nekat. Dia selalu memanjakan wanita itu. Apa saja yang diingini selalu diberi. Dia sebenarnya sudah diingatkan oleh para temannya bahwa dia dapat saja dimanfaatkan oleh si wanita itu, tapi dia tidak peduli. Dia ingin wanita itu dapat menjadi milikinya, hidup bersama dengannya, serta dapat memiliki keturunan dari si wanita yang teramat sangat dicintainya itu. Bahkan dia sudah memiliki sebuah rumah sederhana walau dengan cara kredit.




Sebaliknya si pria yang sangat dicintai oleh wanita itu, bersikap acuh tak acuh saja. Bahkan pria itu menyarankan (menasehatinya) agar mencari pria lain yang lebih cocok dengannya. Yang dapat membahagiakannya. Pria itu mengatakan akan selalu mendoakan yang terbaik untuknya. Padahal si wanita itu juga sudah tahu bahwa pria itu sudah mempunyai pacar. Tapi dasar cinta itu buta, dia selalu berharap semoga terjadi ada keajaiban. Semoga Tuhan mengabulkan permintaanya.




Kalau menurut pendapat saya, kita harus berpikir secara logis dan realistis saja. Memang benar di dunia ini segala kemungkinan bisa saja terjadi. Dan Tuhan memang bisa berkehendak apa saja. Namun mestinya kita juga dapat mencemati fakta yang sudah ada. Jangan sampai terjadi mulut kita berkata berpasah diri kepada Tuhan tapi dalam hati kita tidak hanya memohon tapi "memaksa" agar Tuhan menuruti kata hati kita. Ada kontrdiksi di situ. Jangan pernah "menodong" Tuhan.




Jadi kalau disuruh memilih agaknya wanita sebaiknya memilih pria yang sangat mencintainya. Yang siap untuk membahagiakannya dengan segala cara dan usaha. Itu terasa "lebih aman". Memang sih, bisa saja yang semula mencintai akhirnya sekarang berubah menjadi antipati. Tapi itupun baru kemungkinan yang belum tentu terjadi.




Memang sebaiknya menikah dengan pasangan yang saling mencintai. Di sana ada perjuangan dan pengorbanan dari ke dua belah pihak. Tidak ada pihak yang hanya bertindak pasif dan tidak ada pihak yang hanya bertindak aktif. Terkesan ada yang hanya memberikan manfaat dan ada yang hanya menerima manfaat. Kesan itu tidak dapat dihindari. Padahal bila Tuhan berkehendak bisa saja yang dulu dia yang sangat mencintai ternyata sekarang sikapnya berubah sekian persen. Nah, jadi bagaimana kalau menurut anda?




Masalah ke dua:

Sebuah perkawinan tentu diawali dengan sebuah percintaan yang hebat. Saling mencintai, saling menyayangi, saling ingin memiliki. Mereka mengikrarkan diri mengucapkan akad nikah dihadapan para orang tua, saudara, sahabat, dan tentu saja di hadapan Tuhan yang maha kuasa. Merekalah yang menjadi saksinya.



Kalau sebuah perkawinan terjadi dari hasil perjodohan tanpa melalui proses pacaran hasilnya bisa gambling. Bisa langgeng terus, bisa juga tidak. Meskipun dari yang bukan hasil perjodohan juga hasilnya bisa gambling, namun yang dari hasil perjodohan relatif lebih rawan atas terjadinya gambling.




Yang ingin saya tanyakan menurut pendapat anda bukan masalah itu, tapi begini. Adalah seorang pria dan wanita yang menikah karena mereka telah melalui proses pacaran. Pada mulanya mereka saling mencintai, saling menyayangi. Mereka juga sudah memiliki beberapa anak. Setelah beberapa tahun masa perkawinan, telah terjadi sesuatu: Istrinya selingkuh dengan pria lain, dan agaknya pasangan selingkuh ini saling jatuh cinta. Mereka lengket seperti amplop dan perangko. Dan si suami membiarkan saja, bahkan istrinya dicerai. Si suami punya prinsip begini: Dia mencintai istrinya, tapi kalau istrinya mau diajak main gila oleh pria lain apalagi dicintainya, si suami mendingan melepaskannya (menceraikannya). Percuma dibelain. Lain halnya bila istrinya tidak mau tapi dipaksa oleh pria lain maka si suami akan membelanya secara mati-matian. Dan prinsipnya itu dipegang teguh. Nah, saya sangat setuju dengan pendapat si suami itu. Bagaimana dengan pendapat anda?




Masalah ke tiga :

Setiap pasangan suami istri pasti berharap usia perkawinannya dapat terus berjalan langgeng tanpa ada aral melintang yang berarti. Namun apa daya permasalahan dapat datang tanpa kita duga sebelumnya. Bentuk permasalahan yang datang bisa kecil bisa juga besar. Bisa yang bersifat tidak serius, serius, dapat juga sangat serius. Tidak dipungkiri bahkan ada yang sampai bercerai. Meskipun ada keinginan untuk tidak bercerai, toh perceraian akhirnya terjadi juga.




Mereka yang telah bercerai ada yang terus menyimpan luka, masih menyimpan dendam, ada yang masih terus menyimpan rasa permusuhan. Namun ada juga mereka yang telah bercerai, bahkan sudah menikah lagi, namun rasa persahabatan, persaudaraan masih terus tetap terjaga. Bahkan dapat tampil semakin mesra bersama keluarga barunya masing-masing. Bagi mereka mempunyai prinsip "mempunyai musuh satu sudah kebanyakan, mempunyai teman seribu masih kurang".




Mereka masih saling menyayangi, masih saling ingin membahagiakan. Namun bila perceraian tidak dapat terhindarkan dan itu dapat membahagiakan mantan pasangannya yang notabene orang yang sangat dicintainya, mengapa tidak? Saya sih setuju saja dengan sikap yang begini. Bagaimana dengan anda?




Have a nice day.













Posting Komentar untuk "INI PENDAPATKU, BAGAIMANA PENDAPATMU?"

Guno Display
Guno feed
Guno Artikel