PENANGANAN PENGEMIS JALANAN DI KOTA SEMARANG
Sebagaimana yang kita lihat, saat ini di jalanan di kota Semarang sudah bersih dari para pengemis jalanan. Sejak berlakunya PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, DAN PENGEMIS DI KOTA SEMARANG di sepanjang jalanan di kota Semarang bersih dari para pengemis jalanan. Pada masa sebelum itu di seluruh jalanan bisa dikatakan ada saja dijumpai para pengemis jalanan ini. Namun dengan berjalannya Peraturan Daerah ini keadaan menjadi berubah. Apalagi pada pasal 24 ayat 1 di Peraturan Daerah tersebut ada larangan memberikan uang dan/atau barang dalam bentuk apapun kepada anak jalanan, gelandangan, dan pengemis di jalan-jalan umum dan/atau traffic light. Dan di pasal 30 ayat 1 ditegaskan bagi yang melanggar dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.1.000.000,00. (Satu Juta Rupiah).
Pemerintah Daerah kota Semarang menyadari dan memahami bahwa salah satu fungsinya kota Semarang sebagai tempat transit para wisatawan yang akan mengunjungi beberapa obyek wisata di Jawa Tengah harus dijaga dan dipelihara ketertiban serta kebersihannya dari segala unsur yang berpotensi mengganggu.
Namun harus diakui bahwa jalanan adalah merupakan "media pasar untuk berjualan" yang efektif. Di situ sangat strategis untuk terjadinya transaksi. Oleh karena itu di jalanan sangat sering dipakai untuk menjual koran, menjual majalah, atau sekedar menjual tampang memelas. Saat ini, tidak ada para pengemis jalanan namun kebradaan mereka diganti oleh para pengamen jalanan.
Dulu sebelum ada Peraturan Daerah itu ada, saya sendiri suka memberi uang kepada para pengemis jalanan. Dasar alasannya ya karena rasa iba. Betapapun, saya bisa mengerti beratnya hidup di kehidupan yang keras dan kejam ini, yang harus mereka tanggung. Lagipula banyak di antara mereka adalah anak-anak kecil, ibu-ibu hamil, dan wanita-wanita dengan bayi-bayi mereka. Melihat keadan mereka, melihat bagaimana kemiskinan sehebat itu harus menghadapi tekanan kota yang konsumtif dan keras, membuat saya benar-benar ngeri. Ini bukan masalah berbuat mulia, terharu adalah soal biasa saja. Para pencoleng dan koruptor juga manusia yang bisa terharu. Bahwa mungkin ada yang berpendapat karena takut kendaraannya dicoreti, atau takut dimaki, ya terserah saja. Yang jelas, pemberian karena sebuah ketakutan, pasti bukan kedermawanan.
Bahwa setelah kita memberi uang ternyata kita tahu bahwa dia orang yang kaya, ya biar saja. Itu urusan dia dengan Tuhan. Yang penting, jangan kita sudah tidak memberi uang malah berburuk sangka yang bukan-bukan. Lagipula para pengemis dan anak-anak jalanan hanya produk sebuah situasi. Di beberapa negara maju dan makmur, orang sudah merasa tertekan ketika berstatus sebagai pengangguran. Antre berdiri mengambil uang santunan pemerintah tak lebih dari antrean aib bagi mereka.
Mungkin benar, mengemis adalah urusan mental. Bermental menjadi pengemis. Jadi istilah "lebih baik memberi kail daripada umpan" tidak berlaku atau lebih sadisnya "pasti tidak digubris". Padahal siapa bilang bermental pengemis hanya menjadi milik kaum miskin? Bahkan beberapa orang kaya kalau perlu juga berpendidikan tinggi dapat juga mempunyai mental menjadi pengemis. Karena korupsi akan terus terjadi bila banyak orang berkelakuan semacam ini: miskin prestasi tapi rakus jabatan, menolak bekerja keras tapi ingin hidup bekelimpahan. Maka mengemislah dia kepada rakyat.
Have a nice day.
Notes: Tulisan lainnya dapat dilihat di:
solusi-guno.blogspot.com (Perpustakaan abadi).
guno-idea.blogspot.com Perpustakaan abadi in English).
Diusahakan setiap hari ada tulisan baru. Terima kasih.
Posting Komentar untuk "PENANGANAN PENGEMIS JALANAN DI KOTA SEMARANG"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.