Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

ESENSI KALAH DALAM SEBUAH LOMBA ANAK

Masih untung dalam memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI kemarin di kampung saya masih diadakan lomba anak-anak. Meskipun hanya diadakan empat jenis lomba, karena ini lombanya anak-anak tetaplah mengundang keramaian dan kegaduhan. Sebuah lomba anak adalah sebuah pertunjukan yang atraktif. Apa yang tidak menarik dari lombanya anak-anak?


Sebelum masa pandemi biasanya ada tiga klasifikasi jenis lomba: untuk yang sudah berkeluarga, remaja, dan anak-anak. Dan kali ini hanya ada lomba untuk anak-anak saja. Ya sudah disyukuri saja.


Esensi sebuah lomba adalah soal beradu. Adu ketangkasan, adu kecerdikan, adu strategi, adu kekuatan. Di dalam lomba semua hasrat dan kompetensi di lombakan. Dan dalam loba anak-anak segala ekspresi diperlihatkan dengan polos. Itu yang kemudian memunculkan suatu kehebohan, keramaian, kelucuan, histeria. Bahkan mungkin ada yang tidak bisa tertutupi: Anaknya yang ikut berlomba, orang tuanya yang malah menjadi emosi. Di dalam sebuah lomba terasa sah saja menyangkut sebuah harga diri.


Dalam sebuah lomba: Ada yang menang ada yang kalah itu pasti. Yang menang tentu gembira, yang kalah bisa saja mencari alasan. Dalam ilmu politik ini dikenal dengan nama "pengalihan isu". Dalam lomba anak-anak bisa saja bagi yang kalah pengalihan isu itu berbunyi "soalnya anak saya sedang tidak sehat atau jurinya curang" dan sebagainya. 


Atau ada cara lain, yaitu menghibur diri. Bila anak ikut lomba yang ketentuan pemenangnya tidak terlihat jelas seperti lomba adu lari misalnya, tetapi penentuan pemenangnya dari penjurian nilai, bisa saja kita sebagai orang tuanya menghibur anak dengan cara membeli piala di toko grosir pembuat piala dan memesan piala dengan dilengkapi dengan nama anak serta jenis lomba yang diikutinya, kemudian piala itu kita titipkan ke panitia lomba untuk nanti diserahkan kepada anak dengan diembel-embeli sebagai pemenang lomba. Dan anak pasti menjadi senang setengah mati. Beres.


Tentu saja cara itu adalah cara yang salah. Bagaimanapun itu sebuah cara kamuflase alias bohong-bohongan, atau kalau memakai istilah yang lebih sadis yaitu meracuni mental anak.


Cara yang benar adalah begini: Meskipun ini adalah cara yang teramat sulit yaitu menikmati kekalahan. Melihat wajah anak yang sedang kecewa berat karena mengalami kekalahan, adalah melihat wajah kita sendiri ketika sedang menjalani penderitaan yang serupa, sakit dan menyakitkan.


Menikmati kekalahan. Itulah wajah yang malu, sakit, marah, kecil hati dan kecewa. Merasakan penderitaan serupa seperti yang sedang menimpa anak adalah perasaan sakit yang menyakitkan yang teramat sangat. Tetapi kekalahan kekalahan dalam lomba ternyata adalah modal yang baik sekali dalam menjalani kerasnya kehidupan. Terurutama kekuatan menertawai diri sendiri. 


Diakui atau tidak, mudah tertawa ternyata juga merupakan sumber kekuatan. Maka jika kekalahan ternyata mendatangkan manfaat yang sebaik ini, betapa keliru jika kita tidak mengembangkan prasangka baik terhadap kekalahan sejak dini. Kita termasuk terlambat menyemai perilaku ini, sehingga terlalu banyak rasanya waktu yang kita habiskan untuk sakit di hadapan pada sebuah kekalahan. Tidak saja kepada anak, tetapi juga kepada siapa saja yang merasakan sensasi sebuah kekalahan. Berani sakit, berani malu, berani memberikan kemenangan kepada pihak yang berhak, adalah latihan mental yang baik sekali. 


Keberanian semacam itulah yang ternyata menjadi modal untuk menjadi pemenang di kelak kemudian hari. Bukan cuma sekadar menjadi pemenang sebuah perlombaan tetapi juga menang dalam kehidupan. Jadi boleh saja anak kalah dalam sebuah lomba, tetapi jangan kalah di dalam hidup di kehidupan.


Have a nice day.






Notes: tulisan lainnya dapat dilihat di:

guno-menyikapimasalah.blogspot.com (Perpustakaan abadi).

guno-idea.blogspot.com Perpustakaan abadi in English).

Diusahakan setiap hari ada tulisan baru. Terima kasih.


 



Posting Komentar untuk "ESENSI KALAH DALAM SEBUAH LOMBA ANAK "

Guno Display
Guno feed
Guno Artikel