PROBLEMATIK MANAJER KETIKA PINDAH PEKERJAAN
Beberapa waktu yang lalu, di hari yang berbeda, beberapa teman saya yang berprofesi sebagai Manajer HR mencurahkan rasa hatinya kepada saya. Mereka ada yang pria dan ada yang wanita. Apa yang disampaikan isinya sama yaitu tentang kerja selama masa percobaan selama 3 bulan di perusahaan baru. Mereka sudah pindah pekerjaan dari perusahaan lama. Mengapa mereka pindah, tidak perlu masalahnya saya ulas di sini. Untuk bekerja di perusahaan yang baru biasanya pihak perusahaan memakai perjanjian waktu tidak tertentu atau PKWTT (ingat mereka adalah para manajer) memang dapat mensyaratkan masa percobaan kerja selama 3 bulan, sebelum nantinya akan diangkat sebagai pekerja tetap. Mereka sebenarnya sudah pada tahu masalah ini. Makanya saya hanya tersenyum saja mendengarnya. Lho, apa anehnya?
Perlu diketahui, di Undang Undang Nomor: 13 Tahun 2003 dalam pasal 60 ayat 1 berbunyi: "Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan. Dan pasal itu masih berlaku di Undang Undang Cipta Kerja yang berlaku sekarang ini.
Menurut saya permasalahannya bukan di regulasi (karena aturannya memang begitu), tapi di perasaan teman-teman tadi. Lebih tepatnya di rasa kenyamanan. Mereka merasa cemas. Mereka meninggalkan zona aman, memasuki zona tidak aman.
Bayangkan, sebelum pindah kerja di perusahaan itu, mereka sudah lama bekerja di perusahaan yang dulu. Rata-rata mereka sudah bekerja selama 5 tahun lebih. Bahkan ada yang sudah bekerja selama 10 tahun lebih. Tentu saja mereka sudah berada di posisi PKWTT alias pekerja tetap. Walaupun menurut saya istilah PEKERJA TETAP ini tidaklah tepat, masih relatif, karena secara redaksipun itu adalah hanya merupakan sebuah PERJANJIAN KERJA. Sehingga karena sesuatu dan lain hal bisa saja mereka "out" atau "di-out-kan" dari perusahaan. Lho, keluar atau dikeluarkan bisa saja terjadi setiap waktu dalam di perusahaan. Pekerja bisa mem-PHK dirinya sendiri bila tidak mendapat gaji selama 3 bulan berturut-turut. Tapi ketentuan dan syarat tetap berlaku. Artinya, meskipun telah keluar hak gajinya tetap bisa bila akan diminta.
Konteks sebagai PEKERJA TETAP memang mendatangkan rasa aman dan nyaman. Akan terus mendapat gaji dan masa depan akan terjamin. Benarkah demikian?
Sebenarnya tidak juga. Ada beberapa teman HR yang mengalami nasib sial: Mereka di PHK alias diputus hubungan kerjanya (dikeluarkan) secara sepihak oleh Top Manajemen. Masalahnya tidak jelas. Tapi bisa diduga, kasus yang sering tejadi adalah karena besaran gaji mereka yang sudah lama bekerja tentu semakin bertambah tahun semakin bertambah besar sehingga perusahaan merasa bertambah repot, dan Top Manajemen berpikiran untuk menggantinya dengan orang yang lebih muda, lebih fresh, dan ini dia: yang mau digaji lebih murah. Perushaan siap mem-PHK toh mereka sudah siap dan mau mengeluarkan pesangon dan yang sebagainya itu. Yang penting dapat memenuhi semua kewajibannya sesuai isi undang-undang ketenagakerjaan, habis perkara.
Ketika memasuki perusahaan baru tentu saja mereka para Manajer itu harus teken di surat perjanjian kerja dengan masa percobaan selama 3 bulan dulu itu. Dengan kata lain harus siap-siap untuk merasa dag-dig-dig-dug dulu. Merasa kuatir dulu. Walaupun secara "performa" secara logika mereka tidak mungkin tidak lolos atau tidak memenuhi syarat. Hal itu mengingat secara fakta pola kerja mereka sudah terbukti dan teruji bagus serta lancar-lancar saja ketika bekerja di perusahaan yang dulu. Jadi untuk melewati tahap ini dapat dikatakan sebenarnya hal itu tidak perlu ada yang dicemaskan.
Yang perlu dicemaskan ini: Sebelum masa percobaan berakhir diam-diam ada rang lain yang melamar di posisinya (berlevel sama) dengan dia dengan mengajukan penawaran upah yang lebih rendah dari dia. Itu Namun semua itu jelas sangat tergantung keputusan dari Top Manajemen, apakah menilai performa kita layak dipertahankan atau justru akan diganti.
Keluar dari zona aman memasuki zona aman sesungguhnya merupakan pilihan yang berani mengambil resiko. Tetapi jangan lupa, ketika kita berani berbuat begitu, itu jelas akan merangsang kita untuk berpikir lebih cerdas, berani belajar lagi, siap mengeksplorasi segala kemampuan yang ada pada kita, siap berkakulasi apa saja, siap menghadapi pertandingan. Pokoknya segala sikap gentle dalam diri kita siap kita keluarkan. Hati boleh panas, tetapi otak harus dingin.
Intinya: betapa seringnya kenyamanan hati kita sering "berbicara" alias "berpendapat" seiring kita sedang menapaki sebuah proses kehidupan. Dalam hal apapun itu.
Suara hati akan berbunyi lebih nyaring dan kuat dalam "memberikan" pendapat. Padahal jalannya "medan pertempuran" sudah kita kenal dengan baik. Apalagi bila belum kita kenal dengan baik, maka perasaaan hati yang penuh dengan keraguan dan tidak ada kemantapan akan mendominasi suasana di dalam dada. Situasi perasaan yang tidak mantap dan penuh kebingungan bukan tidak mungkin malah akan membelokkan atau melencengkan niat kita semula. Jadi, ya berhati-hati saja dalam mengelola hati kita. Jangan mudah menyerah, jangan menyerah dengan mudah. Sekali layar terkembang, tabu untuk berbalik arah.
Have a nice day.
Notes: blog GUNO HRD diusahakan setiap hari ada tulisan baru. Terima kasih.
Posting Komentar untuk "PROBLEMATIK MANAJER KETIKA PINDAH PEKERJAAN"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.