Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

CINTA ITU BOM WAKTU TERBURUK

Dalam salah satu komentar di sebuah artikel saya, seorang teman wanita menulis sebuah komentar: "Cinta itu bom waktu terburuk." .


Sama seperti anda, saya juga terkejut saat membaca komentar itu. Sangat jelas sekali kalimat itu merupakan sebuah tuduhan. Sebuah penilaian sepihak. Sebuah justifikasi yang sangat salah. Saya menduga orang ini mempunyai pengalaman yang buruk tentang cinta. Lebih buruk lagi, hal itu dapat mengarah kepada masalah "phobia cinta".


Sejenak saya berusaha duduk tenang dan berpikir untuk "menjadi dia" mencoba memahami mengapa dia berpikir dan menjawab seperti itu? Saya biasa bersikap begitu kepada siapun juga yang tidak menyetujui usul atau saran atau pendapat saya. Saya tidak mau mengambil kesimpulan secara terburu-buru. Karena saya harus memahami dia dulu, mengapa dia yakin tentang apa yang diucapkan atau pendapatnya itu yang diyakininya sebagai "sebuah kebenaran".  Selain itu saya selalu berusaha untuk menghargai omongan atau pendapat orang lain. Selalu mencoba menghindari "situasi berantem" meributkan hal yang tidak perlu. Dan insyaallah saya dapat merekonstruksinya. 


Setahu saya, suatu pengalaman seseorang (walau hanya dari membaca sebuah buku), yang entah itu baik atau entah itu buruk,  selalu berbanding lurus antara pengalaman yang didapat dan yang menjadi pendapatnya. Jadi dapat disimpulkan pendapat yang sangat buruk terlahir dari pengalaman yang sangat buruk pula, dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian jelas pendapatnya tidak dapat digeneralisasi atau dipaksakan untuk dapat diterima secara umum.


Penililaian pribadi hanya sebuah penilaian yang bersifat subyektif. Bukankah setiap orang pasti mempunyai pengalaman yang berbeda? Mari kita berpendapat atau berbicara secara mayoritas saja. Secara umum.

 

Saya yakin banyak yang tidak setuju dengan pendapat itu. Walaupun mungkin penilaian itu benar, sebaiknya "tuduhannya" tidak sedramatis itu. Pendapat itu jelas terasa sangat negatif sekali. Setidaknya tuduhannya sangat terasa skeptis sekali. Bahkan mungkin anda ada yang berpendapat bahwa komentar itu konyol.


Saya kira banyak yang setuju bahwa cinta itu indah, manis, menakjubkan. Cinta terbentuk dari sebuah magnet misterius yang mempunyai daya tarik sangat luar biasa, bahkan di luar logika. Banyak sekali terjadi kisah cinta yang luar biasa. Dari kisah cerita yang terjadi begitu sederhana sampai yang terjadi begitu aneh dan mengagumkan. Yang amazing.


Kisah cinta yang indah dapat dimengerti pasti membawa kesan yang indah. Kisah cinta yang instan pun bisa berkesan sangat indah, tapi ada juga yang berkesan biasa saja. Malah ada yang mengatakan: "Tidak merasakan apa-apa. Hambar." Itu tidak apa-apa, masih bisa dimengerti, asal jangan mengatakan: "Cinta itu rasanya seperti kentut." Wah, kalau ini, payah.



Manusia adalah produk pikirannya. Apapun yang terpola di pikirannya sangat dipahami dan diyakini sesuatu yang benar dan harus dilaksanakannya. Apa yang bersemayam di otaknya tergumpal dari berbagai stimulan yang diterimanya ditambah berbagai pengalaman yang ditemuinya. Semua perjalanannya terekam rapi di alam bawah sadarnya.


Kebetulan saja yang berkomentar tadi, yang menurut pengakuannya, adalah seorang yang introvert.


Di dalam psikologi, terdapat pengelompokkan kepribadian manusia bedasarkan bagaimana manusia memperoleh gairahnya. Pengelompokkan ini pertama kali dicetuskan oleh Carl Jung (1920), dalam bukunya berjudul Psychologische Typen. Secara umum, pribadi yang ekstrover mendapatkan gairah (atau energi) dari interaksi sosial. Ekstrover biasanya memiliki kepribadian yang terbuka dan senang bergaul, serta memiliki kepedulian yang tinggi terhadap apa yang terjadi di sekitar mereka. Sementara introver, di sisi lain, dianggap mendapatkan gairah lewat menyendiri. Introver, biasanya cenderung pendiam, suka merenung, dan lebih perduli tentang pemikiran mereka dalam dunia mereka sendiri. Di antara kecenderungan ekstrem introversi dan ekstroversi, terdapat ambiversi yang merupakan kepribadian penengah antara ekstrover dan introver. Meskipun terdapat perbedaan yang kontras antara introver dan ekstrover, Carl Jung menganggap bahwa jarang terdapat manusia yang sepenuhnya ekstrover atau introver.


Ketiga kepribadian tersebut memliki pandangan berbeda dalam hal pengambilan keputusan, interaksi sosial, respon terhadap masalah, komunikasi verbal dan non verbal, serta berbagai respon sosial lainnya.


Saya tidak tahu persisnya bagaimana dia bisa berkata begitu. Apakah dia dalam keadaan merasa rendah diri atau sedang terbalut rasa emosi? Menurut penuturan dia sendiri sering merasa egois. Saya juga tidak tahu apakah seorang introvert adalah seorang yang egois? 


Saya juga tidak tahu ketika orang introvert ini bila dihubungkan dengan dunia perkerjaan. Sejauh mana kiprahnya bila dia berposisi sebagai seorang pimpinan, entah itu sebagai seorang supervisor, manajer, atau general manajer. Apakah dia merasa gagap atau tidak (dalam arti menuruti rasa eogis), mengingat seorang pimpinan pasti harus bisa berkumpul dengan orang banyak, sekaligus pemegang tongkat komando. Kedudukannya mengharuskan dia, yang introvert itu harus mau dan pandai berinteraksi dengan sejumlah bawahannya. Harus pandai dalam upaya mengendalikan diri, piawai dalam menahan emosi, dan sebagainya.


Kembali ke masalah tadi. Bahwa berbagai stimulan dan pengalaman dapat menjadikancara pemikiran sesorang untuk bertindak sesuatu. Bahwa apa terjadi di sekitarnya hanya sebagai pemicu saja.


Misalnya ada orang yang berani melakukan bunuh diri yang diperalat oleh kelompok teroris, itu bukan hanya karena pengaruh dari media sosial atau potongan ayat yang berisi tentang jihad saja, tapi yang terasa mendominasi adalah hasil pemikiran yang terbentuk karena pengalaman dan berbagai stimulan yang pernah dialaminya.


Dengan demikian apa perkataan yang dilontarkan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang harus kita cerna dulu tentang latar belakangnya, karakternya: Mengapa dia berkata atau bertindak begitu? Ucapan atau tindakan yang terasa kontroversial memang selalu langsung mendapat perhatian kita.


Di jaman sekarang yang super canggih dan sensitif ini saya kira kita sangat perlu berhati-hati mencermati sesuatu, baik sebagai pelaku atau sebagai pemirsanya. Terima kasih.


Have a nice day.




Notes: blog GUNO HRD diusahakan setiap hari ada tulisan baru. Terima kasih.





Posting Komentar untuk "CINTA ITU BOM WAKTU TERBURUK"

Guno Display
Guno feed
Guno Artikel