Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menulis adalah suatu perjuangan

Saya sangat apresiatif kepada para penulis baru. Jangankan kepada mereka, kepada para pemula yang sedang belajar menulispun saya sangat menghargai mereka. Menghormati mereka. Menulis pada hakekatnya mau mencurahkan isi hati dan pikiran.

Saya jadi ingat ketika pada saat-saat baru di tahap permulaan menulis. Itu sangat tidak gampang dan susahnya memang setengah mati. Itu sebuah perjuangan betul. Dan banyak menghabiskan kertas. Banyak kertas di tengah jalan yang diremas-remas terus dirobek-robek dan dibuang karena tidak jadi atau tepatnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Lebih pasnya tidak memuaskan hati. Inginnya bisa langsung menulis dengan sempurna. Tapi harus disadari, realitanya: itu tidak mungkin.

Semakin saya belajar, semakin banyak yang tidak saya ketahui dan harus saya pelajari. Belajar dalam arti yang sebenarnya harus banyak meluangkan waktu dan pikiran. Mau membuka diri dan mau menerima masukan terhadap wacana-wacana yang ada, membaca berita di koran, majalah, buku, nonton film, serta mencermati tulisan-tulisan orang lain sebagai referensi. Bukan sebagai plagiator lho. Jujur saja, ide bisa saja datang dari sana. Itu belum berbicara tentang berstrategi dalam menulis. Mencari judul yang tepat. Karena sebuah judul dapat "mencuri"  perhatian. Tulisan yang baik adalah tidak hanya enak dan nyaman ketika dibaca, tetapi juga bisa menginspirasi orang lain, menggoda, bisa bikin gemes, penasaran, menyenangkan orang lain, bikin semangat, memberikan opini, membuat penasaran, dan lain-lain. Klimaknya, tulisannya yang selalu ditunggu-tunggu orang. Kalau sudah sampai pada fase ini, berarti menulisnya sudah skill dewa, hebat!!!.
Padahal syarat untuk menjadi penulis tidak terlalu sulit, sangatlah relatif gampang. Pertama ya harus tidak buta huruf. Ke dua, ada kemauan untuk menulis. Ke tiga, tidak harus menunggu mood. Dalam mengarang sebuah lagu misalnya, tidak mungkin kita bisa langsung menemukan kedua unsurnya: lirik dan melodi. Harus salah satunya dulu. Yang umum adalah dengan cara menggumamkan iramanya, nadanya. Itupun tidak langsung pakai do re mi fa sol la si do. Nah baru liriknya. Satu hal yang harus dilakukan adalah segera tangkap dan kurungi atau dicatat hasil temuan ide anda, agar tidak terbang lagi alias lupa. Kalau untuk membuat lagu ya direkam, atau segera dicatat terutama untuk sebuah tulisan. Dalam mencatat ide tulisan bisa di HP. Bukankah HP sekarang bisa seperti komputer? Itu sangat memudahkan dalam kita mencatat. Ke empat, Talenta. Latih dan kembangkan terus talenta anda. Tidak ada rumus baku dalam hal ini, yang ada adalah kepekaan insting dan hati anda, pikiran akan menyesuaikan. Kepekaan dilatih secara perlahan-lahan. Bisa diuji oleh diri sendiri. Tulisan saya misalnya, kalau tulisan itu bisa membuat saya tertawa, tersenyum, atau menangis, saya kok yakin pasti begitu juga kalau dibaca orang lain. Jadikan diri sendiri sebagai alat pengontrol. Ke lima, adalah kontinuitas atau rutin. Ini yang dirasa paling sulit. Butuh ketelatenan, kesabaran, keteguhan, istiqomah, dan kosentrasi. Bila perlu nekat. Punya mental baja. Kontinyu adalah salah satu bentuk eksistensi kita.  Profesionalime= Komitmen + Konsisten + Kompeten.

Sekali lagi jangan tunggu mood. Paksa alias jangan malas untuk menulis sesuatu, meskipun sebaris. Nanti tulisan akan mengalir sendiri kok. Jangan takut salah. Kalau salah, ulangi lagi. Revisi. Atau kalau toh terpaksa karena tertarik ide dari orang lain terus dikembangkan, boleh. Harus melalui ATM (Amati Tiru Modifikasi) atau disebutkan apa yang menjadi sebagai sumbernya. Tidak boleh persis plek. Emha Ainun Najib mengatakan bahkan satu ayat dalam Al Qur’an kalau diurai bisa menjadi sebuah tulisan. Dan saya sangat percaya itu. Munculkan rasa kemauan dulu. Lambat laun akan muncul juga ide itu. Mengalir. Bisa muncul dengan cepat, bisa muncul dengan lambat tidak mesti. Atau ada hikmah dari suatu kejadian yang kita temui dan menarik untuk ditulis. Selama kita punya niat baik, insyaalah Tuhan akan membantu.

Membuat kerangka tulisan dulu itu ya bagus saja. Agar tulisannya tidak lari kesana kemari. Berurutan sesuai koridor yang telah ditetapkan. Tapi Kalau menurut saya, ya tidak harus gitu ya. Saya biasa menulis dengan feeling, menuruti kata hati. Tulisan yang sedang dibuat bisa saja merambah kemana-mana sesuai imajinasi. Bahwa harus tetap sesuai koridor saya setuju. Tapi harus luwes, tidak kaku. Bisa saja karena pertimbangan yang diingini dari pembaca. Kita harus tahu kebutuhan pembaca. Kelebihan wacana atau ide bisa untuk tulisan tersendiri di lain judul.

Mempunyai banyak perbendaharaan atau kaya akan kosakata, untaian kalimat-kalimat yang bagus, syair-syair bagus, itu jelas bagus. Tapi menentukan titik-titik penekanan kalimat, itu yang terpenting, butuh proses belajar. Gaya atau coraknya bisa dari hasil mengamati dan mencermati tulisan-tulisan orang lain atau berdasarkan perasaan sendiri. Misalnya, saya sendiri suka memakai (ibarat nada) pakai nada break di akhir tulisan. Itu bisa berupa pertanyaan, penekanan kalimat, atau kalimat yang bisa membuat
 penasaran, dan lain-lain. Dan itu sebenarnya tidak harus di akhir tulisan, di tengah-tengah atau bahkan di awal tulisan. Intinya bagaimana kita bisa membuat orang terkesan. Terkesima. Dan itu akan terus diingat-ingat orang.

Juga kalau bisa membuat tulisan-tulisan yang bisa memberi ide-ide baru atau inspirasi baru bagi orang lain. Tidak harus ide baru sebenarnya. Sebuah ide lama atau pendapat lama yang sudah lama dilupakan orang. Begitu kita tulis membuat mereka ingat kembali “Oh iya ya..”

Membuat tulisan esensinya adalah berbagi gagasan, pemikiran, isi hati, bahkan opini atau memprovokasi. Itu yang membuat tulisan kita dibaca orang. Bahkan ada yang diyakini kebenarannya oleh orang. Jangan karena menuruti egocentris tok. Harus obyektif dan proposional. Insyaallah ke depan menuju profesional. Ketika tulisan kita dikritikpun sesungguhnya ada yang merespon  tulisan kita.

Sama dengan yang lain, mula-mula saya menulis pertama ya tentang diri saya sendiri. Meliuk-liuk, lebay, melankolis, puitis, mendayu-dayu dan sebagainya. Pokoknya hanya berpijak pada pikiran dan perasaan diri sendirilah. Dan itu biasa kok. Tidak usah kaget. Yang paling gampang adalahKayak bikin buku harian. Apalagi bila sedang jatuh cinta, alamaaaakk.. Tidak apa. Tidak usah sungkan atau malu. Kebanyakan mulainya ya memang dari situ. Asal mau terus belajar lama-lama bisa berkembang kok. Ketika anda membuat skripsi atau karya tulis, sesungguhnya di situ anda sudah belajar menulis.

Tapi ya usahakan wacana kita terus berkembang. Ibarat baca koran, jangan hanya yang dibaca berita dalam kota tok. Baca juga berita propinsi, meningkat ke berita nasional, terus yang berita internasional. Kemudian kedepan bisa diubah-ubah. Terus berputar-putar, berganti-ganti. Rotasi. Meloncat-loncat. Ibarat lagu diaransemen. Tidak monoton. Itu bisa kita rasakan sendiri kok.

Terakhir, finishing. Ini tidak kalah penting. Dibaca secara seksama lagi. Dilihat dari segala sisi, segala sudut. Kalau perlu dari kacamata pembaca, mana yang perlu ditambahi atau dikurangi. Bisa pada kalimatnya, bisa pada idenya. Masukan bisa dari orang lain atau diri sendiri.

Mengacu pada judul di atas, teruslah menulis dan memberikan kemanfaatan kepada orang lain. Jangan berhenti untuk berjuang. Jangan menyerah pada rasa capai. Berpikirlah: Apa yang bisa kuberikan, bukan apa yang bisa kudapatkan. Itu akan menunjukkan siapa anda sebenarnya. Semoga Tuhan meridhoi kita sekalian. Amin.


*****
NB: jadilah follower blog ini dan silahkan dikomentari serta sebarkan alamat situs ini. Selama ada ide insyaallah setiap hari Minggu ada tulisan baru. Terima kasih telah mengunjungi Perpustakaan kami.
Iklan

Posting Komentar untuk "Menulis adalah suatu perjuangan"

Guno Display
Guno feed
Guno Artikel