Jangan katakan ya bila anda ingin mengatakan tidak
Sepintas kalimat di atas adalah dalam rangka untuk memenuhi ajakan seseorang. Padahal belum tentu. Bisa jadi itu untuk memenuhi kebutuhan anda sendiri. Anda yang mempunyai keinginan. Tapi berhubung ada hal lain yang dirasa belum siap maka anda menjadi bimbang, menjadi ragu-ragu. Atau bisa juga dirasa ada alternatif lain sehingga anda menjadi ragu-ragu atas pilihan yang ada.
Padahal sebuah pilihan membutuhkan suatu keputusan. Suatu keputusan sangat membutuhkan suatu ketegasan. Suatu ketegasan diperlukan agar suatu keputusan segera berjalan. Ketika suatu keputusan sudah berjalan akan menimbulkan berbagai konsekwensi, baik konsekwensi seperti yang kita harapkan atau tidak. Bila tidak, itu bisa membatalkan harapan yang kita dambakan. Dan itu dapat berarti menata ulang segala persiapan, berganti strategi, sampai berganti sasaran yang akan kita tuju. Mungkin tidak berganti 100%, tapi setidaknya titik sasaran akan sedikit bergeser dari semula.
Tapi karena manusia berkehidupan sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia yang lainnya, bisa dimengerti bila banyak kemudahan atau kesulitan banyak timbul karenanya. Kesulitan dalam hal ini seperti ketika kita menjadi tidak tegas dalam memberikan jawaban. Seperti yang kita tahu, para manusia yang berhubungan dengan kita antara lain: orang tua, saudara, pasangan, tetangga, teman, atasan, bawahan, kolega, para penggemar, guru, dan sebagainya. Itulah sebabnya faktor umur, jabatan, profesi, keluarga, atau kumpulan sangat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam kita memberikan jawaban.
Itulah sebabnya Susan Newman, seorang psikolog sosial menjelaskan dalam bukunya, bahwa kita sering kali menyamakan sikap sopan dengan berkata “ya” untuk berbagai keperluan. Kita berpendapat bahwa perkataan “tidak” terasa kasar atau terlihat sebagai penghinaan terhadap yang bertanya atau mengajak. Pola pikir ini membuat kita semakin takut menolak karena dianggap kurang peduli. Di sisi lain, mengucapkan kata “ya” terasa tidak terlalu banyak membutuhkan enerji sedang kata “tidak” terasa membutuhkan banyak enerji dan berpikir. Dari segi pertimbangan, walau keduanya sama dalam penggunaan enerji dan pikiran, kata “ya” tidak terkesan tidak berbelit daripada mengucapkan kata “tidak”.
Beberapa faktor kondisi yang membuat kita sungkan, yang akhirnya membuat kita berkata “ya” daripada berkata “tidak” :
Ketergantungan: Adanya faktor ini sangat sulit dihindari. Apalagi bila kumpulnya relatif lama, contoh: orang tua, anak, saudara, teman. Sedang yang kumpulnya relatif belum lama tapi sulit dihindari, contoh: pacar, pasangan, atasan. Khusus untuk orang tua dan atasan, bila kita mengatakan tidak seperti yang mereka harapkan, kita mendapat setempel atau cap sebagai “pemberontak”.
Hutang budi: Ini terlebih lagi. Ada beban mental di sana. Membuat segalanya menjadi serba tidak enak untuk menolak. Bila kita mengatakan tidak ang mereka harapkan, kita mendapat setempel atau cap sebagai “tidak tahu diri”.
Kurang percaya diri: Kadang kita begitu mudah mengatakan “ya”. Padahal hanya karena mengucapkan dua huruf itu dapat berdampak menjalani suatu proses sampai beberapa tahun. Misal pacar mengajak menikah, sebenarnya kita masih ragu-ragu, karena kita mengatakan “ya” maka hubungan yang sebenarnya masih setengah hati itu dijalani sampai bertahun-tahun bahkan hingga mempunyai anak dan keturunan lainnya.
Takut dijauhi: Meskipun terlihat sepele, faktor ini juga bisa menjadi dominan. Ketakutan yang sebenarnya perlu dibuktikan sejauhmana efek dan kebenarannya. Itupun kadang membuat ketakutan “takut dijauhi” bisa menjadi “takut dimusuhi”.
Agar diakui mampu: Jawaban memang dapat dipersepsikan sebagai perwakilan dari figur seseorang. Jawaban “ya” memang sering dikonotasikan sebagai jawaban positif. Jadi kata “ya” sering diberikan ketika kita diminta kesanggupan atau sesuatu oleh orang lain.
Dari segi penggunaan kata, sebenarnya ada beberapa alasan yang dapat kita gunakan untuk menolak ajakan orang lain dengan tidak secara terang-terangan yang dapat menyinggung perasaan orang yang mengajak. Penggunaan kata yang bisa dipakai: Terlanjur ada janji, sedang tidak enak badan, waduh tidak punya uang, maaf aku tidak ikut dulu ya?
Berbuat baik kepada orang lain pada dasarnya itu bagus. Menuruti permintaan orang itu oke. Mengalah kepada orang lain kalau memang bisa, mengapa tidak? Namun jangan lupa kita juga mempunyai kebutuhan dan kepentingan. Punya program, punya agenda. Bagaimanapun kita tidak bisa menuruti kemauan orang begitu saja.
Untuk itu kita harus punya sikap dan menentukan langkah, antara lain: Tetapkan prioritas, beranilah berkata “tidak” (akan lebih baik bila juga diberi penjelasan bahwa itu adalah demi kepentingan bersama), buatlah aturan pribadi (yang tidak bisa diusik oleh siapapun).
Menolak ajakan seseorang dengan berbagai alasanmungkin dianggap tidak sopan. Tapi marilah berpikira secara realistis dan coba pahami bahwa setiap orang memiliki keinginan dan tujuan yang berbeda-beda, termasuk diri anda. Setiap orang juga butuh kebebasan untuk menikmati waktu dan haknya untuk menyendiri bukan?
Have a nice day.

*****
NB: Jadilah pengikut blog ini dan agar tidak ketinggalan setiap ada artikel baru. Beri komentar dan silahkan disebarkan. Selama ada ide insyaallah setiap sepekan ada tulisan baru. Seringlah menjenguk situs ini. Jangan lupa klik tulisan Subscribe Us. Terimakasih telah mengunjungi perpustakaan kami.
Posting Komentar untuk "Jangan katakan ya bila anda ingin mengatakan tidak"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.