Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dendam sebuah penyakit hati

 


Sejuta sayap rindu dibalik baju berbulu

Amatlah jauh di lubuk kalbu

Terpanggang dalam jiwa tersiksa dalam raga

Menantikan sesuatu yang tak pernah ada

Mendung ikut berduka karenanya

Sejuta lembing dendam di balik hidup yang kejam

Menanti saat menikam

Tiupan dapat putar

Pahala diberi dosa

Dunia ini memang gila

Oh kejam, memang kejam

Mereka menceraikan antara kau dan aku

 

Syair lagu di atas adalah lirik sebuah lagu yang berjudul Dendam dari album Jurang Pemisah yang dinyanyikan oleh penyanyi legendaris Chrisye dan dirilis pada tanggal 17 April 1977, hasil kolaborasi dengan pemusik handal Yockie Suryoprayogo.

Sebuah lagu lawas memang. Tapi itu tidak penting, inspirasi bisa datang dari masa apa saja, mana saja dan di mana saja. Kita selalu terbuka menerima inspirasi. Lagipula coba perhatikanlah, untaian kalimat dalam lirik lagu itu tidak saja pas namun sangat menyentuh. Sebuah pengambaran yang tepat, tidak saja dalam narasi, implementasinya juga memang begitu.

Dendam adalah masalah pra purba, sejak dulu kala sudah ada, sejak kisah manusia di dunia belum ada, baru ada sejak di jaman nabi Adam. Iblis adalah biang keroknya. Iblis tidak terima ketika Tuhan menjadikan nabi Adam sebagai mahluk terakhir yang diciptakan Tuhan tapi dengan mempunyai banyak berbagai kelebihan. Tuhan menitahkan semua mahluk yang dicipta sebelumnya untuk hormat takjim kepada Adam. Iblis yang konon semula dijadikan pemimpin para malaikat langsung memberontak menolak perintah Tuhan, harga dirinya terasa jatuh, terlalu gengsi untuk melakukannya sehingga dia terusir dari surga untuk selamanya. Iblis merasa tersinggung berat. Betapa sakit hatinya. Tak hanya tersinggung, diapun menjadi murka. Iblis bersumpah akan menyesatkan nabi Adam. Menjerumuskan. Tak hanya nabi Adam yang menjadi sasaran dan korbannya, tapi merembet ke semua anak cucunya. Iblis tetap saja berpegang teguh pada keangkuhannya. Iblis punya prinsip "Aku kok.. " Sebuah kesombongan yang tanpa sadar sampai kini kitapun banyak dan sering menjadi plagiat atas sifatnya.

 

Rasa dendam adalah sebuah obsesi. Sebuah kerinduan manusia untuk berbuat culas. Menumpahkan segala kejengkelan, amarah yang sudah memuncak. Sebagaimana sebuah obsesi, dendam mempunyai gerak irama yang cepat, meledak-ledak, butuh penyaluran. Obsesi bisa berkonotasi positif bisa negatif. Obsesi adalah bahan bakar yang sangat dibutuhkan manusia untuk mencapai tujuannya. Obsesi sesungguhnya adalah penggerak semangat. Pendorong. Hanya saja dendam berkonotasi negatif, jelek, buruk. Dendam berawal dari rasa ketidakpuasan, sakit hati, dengki, kesal, marah, jengkel yang memuncak. Tapi dalam penampilannya bisa berbalik 180 derajat, sangat halus, bisa melenakan, mempesonakan, membius, mamabukkan. Orang bisa tidak akan mengira, bahkan ada yang semula malah membela, mendukungnya, namun ujung-ujungnya bisa menjadi bumerang, berubah wujud, kejam. Pelampiasan dalam melakukan eksekusi itu titik klimaksnya. Fenomena unik ini dan tidak hanya menjadi inspirasi dari sebuah cerita entah itu cerpen, novel, drama, film, bahkan kejadian di alam nyatapun begitu. Dendam adalah suatu tindakan yang kontra produktif, yang tragisnya digandrungi oleh orang berkelakuan egois dan bejat. Rasa dendam sangat disukai Iblis karena itu merupakan pintu masuk untuk menyesatkan manusia. Dan itu sangat mudah bagi Iblis karena manusia yang mempunyai inisiatif, membuka diri. Iblis tinggal mengolah.


Dulu ketika Iblis mendatangi Nabi Adam untuk melampiaskan rasa sakit hatinya, untuk menumpahkan kemarahannya, Iblis tidak menampakkan wajah yang penuh kemarahan, bengis dan kejam, tapi dengan raut wajah yang sangat lemah lembut, penuh senyum, manis tutur katanya, ucapannya mencerminkan ketulusan dan kalapangan hatinya, tidak meledak-ledak tapi penuh kesopanan dan kerendahhatian. Padahal dengan bersikap kontradiksi begitu betapa dia sangat tertekan dan tersiksa bukan main hatinya karena menahan perasaan dongkol yang reramat sangat yang selama ini sangat berat ditahannya. Bermain drama dengan memainkan karakter peran yang kuat ternyata sudah ada pada jaman itu. Iblis aktornya. Dan itu ditiru oleh manusia manusia yang mempunyai obsesi yang sama: Dendam. Tuhan bukannya tidak tahu, tapi wait and see..

 

Inspirasi ini akhirnya juga ditiru dan terjadi di jaman jaman selanjutnya. Malah ada yang lebih drastis. Lebih menggilakan. Dendam, dalam melaksanakan apa yang diinginkan selalu dibungkus dengan tipu muslihat, dipermanis sedemikian rupa, berstrategi sedemikian rupa, beralih rupa sedemikian rupa, karena tidak mungkin ditampilkan secara vulgar, secara apa adanya. Dendam sering memacu cara berpikir yang kreatif, dinamis, dan genius, bahkan kritis, tapi sayangnya semua itu hanya untuk suatu tujuan, yaitu niatan yang negatif. Niat jahat. Menumpahkan rasa kejengkelan. Ego Centris. Dendam, sesuatu yang nampaknya biasa biasa saja, datar datar saja, seperti permukaan air yang tenang, yang sebenarnya ada waktu untuk berubah pikiran, tidak menuruti perasaan, tapi tetap saja menghantui dan mendesak di dada untuk dilaksanakan, siap menunggu waktu yang tepat untuk melaksanakan eksekusi. Seperti bom waktu. Kepuasan hati sebenarnya yang dicari. Meskipun kadang di dalam kejadian ada rentetan kejadian lain setelahnya, seperti pengambilan barang, pemerkosaan, dan sebagainya. Orang yang menaruh dendam sangat begitu berniat melakukan tindakannya karena sebelum melakukan eksekusi selalu diiming-imingi oleh Iblis tentang nanti adanya solusi cara menghilangkan jejak yang praktis dan mudah agar tidak diketahui dan tidak menimbulkan masalah. Padahal pada kenyataannya  tidak begitu. Itu trik Iblis untuk semakin memicu cepatnya melakukan aksi bejatnya, berorientasi ke suasana yang tujuannya secepatnya menjerumuskan manusia. Maklum seiring majunya jaman, semakin banyak kepentingan dan kebutuhan manusia. Dan cara berpikir merekapun semakin canggih. Tanpa disadari dendam menjadi suatu momen idola untuk menumpahkan solusi yang dinanti dan sangat disukai oleh umat manusia. Dan itu menjadi makanan empuk bagi Iblis. Apalagi inisiatif melakukan dendam datang dari hati manusia sendiri. Bukan Iblis. Seperti kata pepatah "kejarlah daku kau kutangkap".


Bahwa sesudah itu datang kesadaran, tapi semuanya sudah terlambat. Kesalahan sudah terjadi dan akan berjalan runut seperti efek domino. Kebohongan satu akan ditutupi dengan kebohongan yang baru. Terus begitu. Mengular. Membelit. Maksud hati ingin menutupi kesalahan yang ada malah akan membuka kesalahan kesalahan baru. Imbasnya bisa ke mana-mana. Permasalahan semakin menggurita. Iblis tidak lelah memprovokasi dengan segala bujukan dan rayuan dengan iming iming segala kemudahan, kelancaran dan kemewahan. Satu tahap selesai, akan segera disusul oleh iming iming di tahap yang lain. Dan ketika rasa dendam berhasil dilampiaskan dengan menyakiti atau membunuh korban, iblis atau setan akan pergi begitu saja lepas tangan tanpa merasa ada urusan apa-apa. Done. Tugas telah selesai. Tanggungjawab toh adalah urusan manusia.  Di sisi lain, pada saat itulah kesadaran manusia akan muncul. Timbul kepanikan yang luar biasa. Kelak di akherat Iblis pun akan cuci tangan dan dengan entengnya berkata: dia kan hanya sekedar menghasut, salah manusia itu sendiri mengapa dituruti,? Yang berlumuran darah adalah tangan manusia sendiri karena memang merekalah yang melakukan eksekusi, bukan si Iblis atau anak buahnya..

 

Dalam syair lagu di atas jelas digambarkan betapa kita mudah disusupi dan ditunggangi untuk kemudian dipecundangi, dijerumuskan oleh Iblis cs. Kalimat yang tepat dibodohi. Diiming-imingi bahwa maksud tujuan kita akan cepat tercapai bila perlu dengan cara yang sangat mudah dan rapi. Dendam dapat mengubah jati diri seseorang menjadi sosok yang tidak dikenal, menjadi sosok yang lain. Dari seorang yang pendiam misalnya, berubah menjadi bengis. Tampilan pendiam berubah fungsi menjadi hanya sekedar topeng. Rasa dendam yang membara bisa mengubah segalanya. Manusia menjadi sosok lain yang sesungguhnya, tidak dikenali, asing. Rasa dendam sesungguhnya malah menyiksa, berulah bagai virus yang menggerogoti rasa dengki dan juga iri, memanggang dalam jiwa, menyiksa dalam raga, mendesak agar eksekusi segera terlampiaskan.

 

Dendam membangun sebuah imajinasi. Membuat ilusi. Kamulfase. Manipulasi. Halusinasi. Sesuatu yang yang dianggap nyata tapi menipu. Menyesatkan. Manusia menjadi kehilangan jati diri. Padahal dendam hanya memperlihatkan sebuah fatamorgana. Rasa kepuasan yang sesaat. Sebuah tipuan. Tujuan sebenarnya ya itu tadi: mencundangi, membodohi. Selain itu tidak ada apa-apa. Nothing. Itupun biasanya hanya sangat sebentar saja, akan mencair seiring waktu kemudian kembali ke alam nyata. Sadar sesadar-sadarnya. Dendam memberikan rasa kepuasan yang teramat luar biasa namun hanya sesaat. Seperti sedang fly. Membius. Setelah sadar, sebagai akibatnya nanti yang ada hanya rasa sesal yang tiada tara yang tidak pernah berujung. Ingin marah tiada guna. Lagi pula marah kepada siapa? Dia (manusia yang bersangkutan itu) yang justru menjadi korban. Dendam adalah sebuah jebakan Iblis yang bungkusannya amat disukai dan dirindukan oleh manusia. Dendam adalah sebuah permainan yang manis dan mengasyikkan bagi Iblis. Bahwa ada manusia yang sudah melampiaskan dendamnya tapi tidak ada rasa menyesal dalam hatinya, itu sesuatu yang sangat menakjubkan bagi si Iblis. Amazing.

 

Memang ada posisi kondisi yang menguntungkan si Iblis. Dia bisa melihat manusia, tapi manusia tidak bisa melihat dia. Jadi dia bisa berbuat semaunya untuk mendekte. Ini sebuah posisi yang tidak adil menurut logika kita. Tapi bagi Tuhan itu ujian yang sangat luar biasa bagi manusia, dan sesungguhnya status kemuliaan dari Tuhan sudah menunggu bila seorang manusia bisa lulus ujian dengan posisi begitu.

 

Perlu ditegaskan lagi: Dalam dendam jati diri kita tergantikan dengan sosok lain yang tidak kita kenal. Sosok yang bisa dikendalikan oleh Iblis. Kita serasa terhipnotis. Manut saja. Rasa amarah yang tersulut, mendominasi. Eksekusi adalah tujuan yang menjanjikan rasa nyaman dan terpuaskan, membuat lega. Solusi unrtuk menghindarkan diri, terpampang gampang dan jelas, tapi tidak digubris. Sosok yang tidak kita kenal akan lebih banyak beribicara, mengatur, dan mendikte. Maka itulah yang tadi dikatakan dalam syair lagu itu: dendam memisahkan kau dan aku. Menghilangkan kesejatian diri.

 

Dendam adalah suatu pertarungan yang maha dahsyat. Bersabar, iklas hati, istighfar, berserah diri, berindung kepada Tuhan, mestinya itu bisa menjadi sebuah solusi untuk pencegahan dan berlindung. Parahnya, itu sering dinafikkan. Dalam dendam kebenaran yang benar selalu ditentang, dianggap penghalang. Kebenaran yang menurutnya benar baru dianggap benar. Oleh karena itu setiap anda sedang dalam keadaan marah, yang mudah dilakukan adalah: selalulah bertanya pada diri sendiri: "Sebegitu pentingkah kemarahan ini?" Ulangi pertanyaan itu secara berulang-ulang, perlahan-lahan dan diresapi. Ada lagi cara yang lain: apabila anda sedang dalam keadaan marah yang memuncak, ambilah pot tanaman yang dibuat dari tanah liat itu, kemudian bantinglah!. Bila pot itu pecah, pot itu memang rapuh. Bila tidak pecah, anda ternyata memang lebih kuat. Dalam hal apa? Dalam menahan marah.

Untuk berkosentrasi positif. Godaan akan terus datang silih berganti. Begitu cepat, dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Bagai kilat, menggelora. Menggedor hati. Karena Iblis tidak akan memberikan kesempatan sedetikpun kepada manusia untuk kembali berpikir jernih, ke akal sehat yang kembali mendominasi perasaan. Oleh karena itu Iblis bertindak cepat. Disodorkannya gambar-gambar yang elok berupa kemudahan bertindak dan sekaligus solusinya. Kesempatan indah yang akan diperoleh, kejayaan dan kesenangan yang akan didapat, dan itu semua sudah menunggu. Bagi Iblis sangat berkepentingan agar supaya terlaksana terjadinya kecepatan bertindak, agar semuanya segera terjadi, segera dilampiasan, segera dilakukan eksekusi. Kalau tidak sekarang kapan lagi? Sebuah pertanyaan yang menggoda. Sebuah pertanyaan yang memojokkan. Dan bagi yang termakan jebakan ini, matapun lantas menjadi gelap, otakpun jadi lumer, intelgensia dan kehormatan yang dibanggakan menjadi barang comberan. Dan segala sisi hati dihiasi dengan penuh warna gelap. Manusia yang memendam dendam menjadi bebal total. Logika menjadi nisbi. Di sisi lain, kekuatan dan semangat untuk eksekusipun menjadi seakan bertambah. Padahal sanksi di alam nyata siap menanti. Gara-gara sekian detik, masa hukuman sekian tahun (kadang seumur hidup atau hukuman mati) harus dijalani. Sumber nafkah, karier, kehormatan, masa depan,keutuhan keluarga, menjadi taruhan murah. Bisa hilang dalam sekejap. Padahal itu sangat berharga, dan tak akan pernah tergantikan selamanya. Semuanya hancur. Oleh Iblis interval godaan dipercepat, dalam hitungan per sekian detik. Dendam adalah sebuah permainan manis dan menggemaskan bagi Iblis. Sesuatu yang favorit.


Sebenarnya banyak wejangan dan ayat kitab suci yang berguna untuk mendekteksi, mengantisipasi bahkan untuk mencegah agar tidak timbul dendam atau melampiaskan dendam. Tapi ketika dendam sudah tersulut seakan tidak ada rumus baku yang bisa menjadi rujukan atau pegangan. Semua seakan hanya menjadi angin lalu. Ibarat bensin yang membakar barang, disiram air malah akan semakin berkobar. Semakin dinasehati, semakin diacuhkan. Semakin dicegah atau diingatkan malah semakin menguatkan niat.

Dendam hanya menuruti hawa nafsu. Akal sehat dibuang entah kemana. Nurani menjadi bisu. Kecerdasan intelegesia seakan menjadi bungkam. Kedudukan sosial juga tidak diperhatikan. Padahal semua itu bisa digunakan sebagai alat rem. Dendam meramaikan kegilaan dunia. Kegilaan yang sunguh-sungguh gila. Sing orak edan orak melu orak keduman (yang tidak ikut gila tidak ikut kebagian). Kitapun lantas menjadi begitu bodoh, dungu, bego, gampang terkecoh. Mudah melahap janji-janji semu. Herannya ada yang malah merasa gagah dengan melampiaskan dendam. Seolah menjadi hero. Padahal itu semua adalah sebuah kesiasiaan. Menganiaya diri sendiri. Padahal kita semua akan kembali kepada Tuhan dengan bekal tentang apa saja yang telah kita lakukan.


Dendam berpendar diantara keramaian dunia. Dia menelisik mencari mangsa. Menawarkan solusi. Menawarkan kemudahan menjawab persoalan, padahal tidak memberikan manfaat apa-apa justru malah menjerumuskan. Dia telah menipu kita. Dan sekali lagi, bodohnya, kita mau saja menuruti permintaannya. Tuhan dengan segala kebesarannya bersikap wait and see. Melihat bagaimana cara manusia mengenal dan mengatasi kebodohannya. Menjadi cerdas atau bebal. Manusia diberi otoritas. Dan Tuhan adalah sang maha pengadil yang seadil-adilnya. Dunia adalah arena untuk bermain tapi juga untuk menentukan suatu perbuatan. Dan itu semua pasti ada konsekuensinya. Sejatinya dendam adalah sebuah transaksi untuk membodohi diri sendiri.

 

Matahari tidak pernah dendam kepada awan yang telah menutupi sinarnya.

Awan tidak pernah dendam kepada hujan yang telah menyeretnya turun menjadi air yang membasahi bumi dan lautan.

Bumi dan lautan tidak pernah dendam kepada matahari yang telah menyerap air darinya.

Matahari tidak pernah dendam kepada awan yang telah menutupi sinarnya.

(bukankah mereka justru telah bekerjasama patuh


dalam menjalankan titah Tuhan? mengapa harus timbul dendam?)

 

 

 

 


*****


NB: Jadilah follower blog ini. Beri komentar dan silahkan disebarkan. Selama ada ide insyaallah setiap minggu ada tulisan baru. Untuk mempermudah mencari blog ini, simpanlah situsnya dengan cara di bookmark. Terimakasih telah mengunjungi perpustakaan kami.

 

 

Posting Komentar untuk "Dendam sebuah penyakit hati"

Guno Display
Guno feed
Guno Artikel