Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

HANGAT BOLEH, PANAS JANGAN


Masa pemilihan Presiden (14 Pebruari 2024) semakin dekat. Pada saat sekarang ini pun suhu politik terasa mulai memanas. Setiap partai sudah memasang strategi, adu kejelian demi memenangkan pertarungan. Pertandingan. Ada beberapa nama yang sudah dijagokan. Namun sebagaimana pesan Presiden Jokowi, " situasi hangat boleh, tapi panas jangan".


Bila ada kadernya yang berhasil dapat menjadi Presiden, tentulah sangat membanggakan partainya. Tentu ada poin yang dapat diambil dari kemenangan itu.


Berdasarkan survei dari berbagai lembaga yang mengadakan survei, elektabilitas Prabowo dan Ganjar Pranowo saling menyalip antara keduanya untuk menduduki peringkat pertama. Bagaimana dengan Anies Baswedan? Meskipun sering menduduki nomor bawah diantara ketiganya, toh pendukung Anies masih terus bersemangat untuk mencalonkannya. Dan jangan dianggap remeh pendukung mereka.


Yang menarik untuk dicermati adalah PDIP. Maklum PDIP adalah partai besar yang saat inipun banyak kadernya yang menduduki jabatan sebagai kepala daerah.


Seperti yang kita ketahui, Puan Maharani ternyata tidak main-main dengan “statement”nya beberapa waktu lalu. Disaat PDIP sedang “galau” untuk mencari pasangan Ganjar sebagai Calon wakil presiden (cawapres), putri Megawati itu menyebut nama Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY sebagai salah satu kandidat terkuat selain Erick Tohir, Ridwan Kamil dan Sandiaga Uno.


Mungkin masyarakat menganggap penyebutan nama AHY oleh Puan, tidak serius atau hanya sekedar gurauan politik ditengah “keringnya” hubungan PDIP – Partai Demokrat selama ini.


Hubungan politik antara PDIP dengan Partai Demokrat selama ini memang selalu tidak mesra. Hal ini sudah cukup lama berlangsung sejak SBY terpilih menjadi Presiden RI pada tahun 2004 lalu. PDIP selama Partai Demokrat menjadi “The ruling party” mulai 2004 sampai dengan 2014 (10 tahun) memposisikan diri sebagai Oposisi.  Dengan kata lain, PDIP enggan bergabung menjadi bagian dari Pemerintahan SBY.


Demikian pula sejak PDIP mengambil alih kursi terbanyak di DPR bersama koalisinya sejak pemilu 2014. Partai Demokrat bersama PKS memposisikan diri sebagai Partai Oposisi yang tak bersedia bergabung kedalam koalisi Pemerintah. Walaupun kedua Parpol diatas berperan sebagai Partai Oposisi (dalam konstitusi UUD 1945 sebenarnya tidak ada satupun pasal yang menyebut tentang oposisi), namun secara kuantitas selalu kalah dari kumpulan suara kaum koalisi yang dikomandani PDIP di Parlemen tersebut. Walhasil, sebenarnya sistem “check and balances” di Parlemen tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.


Kembali ke pertemuan Puan-AHY di Pelataran area hutan kota yang berada di komplek GeloraBung Karno Jakarta, banyak mengundang teka-teki dan dugaan yang berseliweran di masyarakat. Ada yang menilai sekedar pencitraan dan manuver politik PDIP untuk mencoba “mengganggu” soliditas koalisi KPP. Namun tak sedikit yang menilai hal ini sebuah keseriusan PDIP untuk mengajak AHY maju sebagai bakal cawapres Ganjar.


Yang pasti, peta politik nasional kembali tidak jelas dengan manuver cerdik PDIP tersebut. Koalisi Perubahan untuk Perbaikan (KPP) yang disokong PKS, Partai Demokrat dan Partai Nasdem bisa “retak” dengan insiden politik tersebut. Pencalonan Anies Baswedan sebagai Presiden, bisa gagal total.


Disinilah ditantang soliditas KPP untuk bisa bertahan dari godaan dan rayuan dahsyat PDIP kepada AHY sebagai bakal cawapres Ganjar. Sepertinya PDIP “menangkap” ambisi besar AHY untuk menjadi Cawapres. Satu hal yang selalu menjadi masalah utama dalam konsolidasi KPP setelah ketiga Parpol tersebut sepakat untuk mendukung Anies menjadi Cawapres.


Ada 2 (dua) kemungkinan yang bisa terjadi, jika “silaturrahim politik” Puan-AHY berlanjut: AHY menerima pinangan menjadi bakal cawapres Ganjar dan KPP bubar, atau AHY menerima setiap pinangan dan undangan Puan, hanya sekedar diplomatis politik agar pencitraan pribadinya tetap dapat berlanjut.


Jika Partai Demokrat terpengaruh dengan ajakan “sexy” PDIP tersebut, bisa jadi rencana pencalonan Anies Baswedan oleh KPP sebagai Presiden 2024 akan gagal total, karena sulit bagi Nasdem dan PKS untuk mencari parpol pengganti PD guna memenuhi “Parliamentary Threshold” 20% sebagaimana diatur UU Parpol.


Begitulah Politik. KEPENTINGAN UNTUK MENDAPATKAN KEKUASAAN JAUH LEBIH UTAMA DAN PENTING, DIBANDINGKAN KONSISTENSI, IDEALISME & AMANAH RAKYAT PENDUKUNG.


Kita lihat saja perkembangan selanjutnya yang tentu semakin menarik dan “unpredictable”.


Itulah ironisme “Ketika politik mengajarkan bahwa tugas politikus sesungguhnya melaksanakan kehendak rakyat, namun, yang terjadi malah mereka hanya mementingkan dirinya sendiri.” Kata Joseph Schumpeter.


Have a nice day.

Posting Komentar untuk "HANGAT BOLEH, PANAS JANGAN "

Guno Display
Guno feed
Guno Artikel