Fenomena Perselingkuhan: Hati-hati dalam menangani
Sebagaimana biasanya tulisanku yang lain, tulisanku kemarin yang membahas masalah perselingkuhan mendapat cukup banyak respon. Banyak sekali sih tidak tapi cukup banyak. Yang mendapat respon yang agak banyak kuterima dari artikel yang membahas tentang Kucing yang pertama kali. Waktu itu dalam waktu sebelum tengah hari sudah kuterima lebih dari seribu respon. Sedang dalam kurun sehari semalam kuterima lebih dari empat ribu respon gabungan dari respon berupa gambar like dan sebagainya ditambah respon berupa komentar. Itu adalah jumlah komulatif dari beberapa komunitas fb, beberapa grup WA, twitter, dan pinterest. Di beberapa tempat itulah saya biasa mengunggah tulisan selain di blog sebagai tempat berkumpulnya (saya lebih suka menyebutnya "Perpustakaan") tulisan saya selama ini. Jumlah respon yang banyak juga diraih dalam tulisan yang berjudul Tangisan Gadis Berjilbab Yang Menyayat tapi saya lupa menghitung berapa jumlahnya.
Dari kejadian itu saya menjadi tahu (setidaknya dugaan saya) ternyata menulis tentang sesuatu yang sangat berhubungan dengan kehidupan tentang kita sangat mendapat atensi dari teman-teman. Padahal dalam memelihara Kucing ada yang suka dan ada yang tidak suka. Padahal lagi, masalahnya ternyata bukan masalah suka dan tidak suka, tapi tergantung kondisi. Ada yang menyatakan sebenarnya yang bersangkutan tidak suka tapi berhubung anak atau istri atau pacar suka, maka yang bersangkutan ya bagaimana lagi. Atau sebenarnya dia suka atau bahkan keluarganya suka tapi berhubung para tetangganya se kampung tidak suka Kucing, maka akhirnya mereka memilih tidak memeliharanya.
Mungkin masalah perselingkuhan juga sama dengan masalah Kucing dimana masalah tersebut sangat dekat dengan kehidupan kita, mendatangkan pro dan kontra, mendatangkan simpati dan antipati. Yang jelas, Selingkuhan bukan berarti Kucing.
Dalam pembahasan tentang perselingkuhan juga mendatangkan pendapat yang beragam. Memang banyak yang menyatakan tidak setuju. Ada yang menyatakan dengan cukup keras, ada yang menyatakan dengan cukup lunak. Lepas dari itu, jujur saja, para pembaca yang lain jangan-jangan sudah ada yang mengalami, ada yang hampir saja mengalami, atau memang belum pernah mengalami.
Yang menyatakan pendapat menolak dengan keras karena kebanyakan berpegang kepada norma agama ditambah ketatnya norma kesusilaan dalam masyarakat. Hal ini dapat dimengerti menomorsatukan norma agama agar selalu dikedapankan karena norma agama mengacu kepada aturan Tuhan. Aturan Tuhan harus disampaikan dengan tegas dan tuntas. Itu benar, saya setuju, aturan Tuhan itu sangat tegas, dan ada konsekuensinya. Tapi tunggu dulu. Penyampaian dengan tegas tidak berarti harus dengan galak, dengan keras. Apalagi dengan super keras. Orang jawa bilang: Ngono yo ngono nanging ojo ngono. Artinya: Begitu ya begitu tapi ya jangan begitu. Ada caranya, ada iramanya. Karena segala sesuatu itu ada hikmahnya, ada nilainya yang berupa pengenaan konsekuensi. Sayangnya manusia seringnya keburu emosi dulu, tidak diterapkan sebagaimana kemauan Tuhan, tapi kemauan kita sendiri. Coba renungkan sebuah kisah berikut ini:
Sebagaimana diceritakan oleh ustadz Dr Khalid Basalamah, MA dalam ceramahnya (dapat dilihat di youtube: Kisah istri yang selingkuh), beliau menceritakan ada seorang syeh yang mengisahkan: suatu ketika seorang suami pulang ke rumahnya jauh lebih awal dari waktu biasanya. Sesampainya di rumah dia merasa ada sesuatu yang tidak beres di rumah. Dan benar, di almari dia menemukan seorang pria. Maka dengan tenang si pria itu disuruh keluar dan duduk bersamanya. Dia kemudian menyuruh istrinya untuk mengambil makan. Si suami berkata: "Menurut agamaku (Islam) orang asing yang masuk ke rumahku adalah tamuku. Dan sebagai tuan rumah aku wajib menjamumu. Hanya saja caramu salah." Ketika disuruh makan, mana bisa si pria itu makan. Dan si suami itu membatin: itu baru satu azab yaitu tidak dapat menikmati datangnya rejeki. Si suami menanyai si pria tadi dan istrinya satu per satu dengan pertanyaan yang sama: "Apa yang kalian dapatkan dari kejadian ini?". Ke duanya tidak dapat menjawab. Setelah makan sebisanya maka si suami mempersilahkan si pria tadi untuk pulang. Sedang kepada istrinya dia menyuruh agar mengumpulkan semua kepunyaannya dan membawa pulang ke rumah orang tuanya karena si suami menceraikannya. Dalam hal ini si suami tegas saja.
Si suami tidak mau menuruti emosinya karena dia tahu itu kemauan Tuhan dan dia mengikuti dengan ikhlas segala kemauan dan perintah Tuhan. Pasrah. Karena si suami tahu pasti semua ada hikmah dan value bagi semua yang terlibat yaitu konsekuensi. Lagipula menangani masalah dengan ceroboh malah justru dapat tambah mengobarkan masalah yang bisa menjatuhkan korban apa saja yang tidak perlu.
Dan benar. Si suami akhirnya mendapatkan istri yang solehah, begitu juga keturunannya. Sedang si mantan istri, benar dia menikah dengan si pria itu tapi tiga bulan kemudian mereka bercerai karena si wanita tadi berselingkuh lagi.
Jadi jangan heran kalau kita melihat video perselingkuhan yang viral belum lama ini nampak si suami tidak terlihat begitu emosi dan dapat menahan diri. Mungkin beliau sudah mengerti dan memahami bahwa semua ini pasti ada yang merencanakan. Ada yang mengatur. Yaitu yang mempunyai hidup. Serapi apapun peristiwa perselingkuhan ditutupi kalau Tuhan akan membukanya akan ada saja jalannya.
Maka janganlah kita keburu emosi dulu ketika melihat sesuatu yang tidak wajar, jelas salah, dan rasanya begitu sangat menyakitkan.
Have a nice day.
Notes: blog ini setiap hari diusahakan ada tulisan baru. Terima kasih.
Posting Komentar untuk "Fenomena Perselingkuhan: Hati-hati dalam menangani"
1. Komentar harus relevan.
2. Komentar harus sopan.
3. Komentar dari yang beridentitas jelas.
4. Komentar harus singkat, padat, jelas.
5. Dll.